KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen memperluas akses keuangan masyarakat melalui kegiatan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024. Inisiatif ini bertujuan menciptakan layanan keuangan yang lebih inklusif, bertanggung jawab, dan produktif.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa akses keuangan yang lebih luas dan berkesinambungan akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional. “Dengan literasi dan inklusi keuangan yang baik, kita bisa membangun basis ekonomi baru di berbagai daerah. Ini langkah nyata menuju tercapainya visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya di Jakarta, Senin 7 Oktober 2024.
Menurut Mahendra, literasi dan inklusi keuangan merupakan pilar penting pembangunan ekonomi nasional. Tingkat inklusi keuangan yang tinggi akan mendongkrak fungsi intermediasi lembaga keuangan, menciptakan perputaran ekonomi yang sehat. Oleh karena itu, sinergi lintas pemangku kepentingan untuk meningkatkan pemahaman keuangan masyarakat di daerah sangatlah penting.
Pelaksanaan BIK 2024 ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan), yang diinisiasi OJK bersama Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI). Program tersebut digulirkan untuk meningkatkan pemahaman keuangan secara luas, merata, dan menyentuh seluruh pelosok Nusantara. Tahun ini, Kalimantan Timur dipilih sebagai lokasi pembukaan BIK, Sabtu lalu, sebagai simbol upaya OJK mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.
Guna memastikan efektivitas program ini, kantor-kantor OJK di berbagai daerah akan mengorkestrasikan beragam kebijakan dan program untuk menggenjot literasi keuangan masyarakat setempat. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan di tingkat daerah juga akan didorong, sehingga pemerataan literasi dan inklusi keuangan bisa terwujud di seluruh wilayah Indonesia.
Pada puncak acara BIK 2024 di Kalimantan Timur, terdapat 68 booth dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), baik konvensional maupun syariah, regulator, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan lembaga terkait lainnya. Secara total, terdapat lebih dari 100 kegiatan yang digelar di acara ini.
Namun, BIK tidak hanya terpusat di Kalimantan Timur. Rangkaian kegiatan juga akan diselenggarakan serentak di 35 kantor OJK daerah di seluruh Indonesia, dengan total lebih dari 341 kegiatan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dan komunitas keuangan.
Target BIK 2024 ini cukup ambisius, yakni meningkatkan capaian 10 persen lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Total ada sekitar 3.100 kegiatan dengan jumlah peserta diproyeksikan mencapai dua juta orang. Selain itu, akses ke produk dan layanan keuangan ditargetkan mencapai 8,7 juta akses sepanjang berlangsungnya BIK 2024.
OJK berharap program ini dapat mengakselerasi upaya inklusi keuangan dan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat terhadap berbagai produk dan layanan keuangan, sehingga pada akhirnya memperkuat fondasi ekonomi nasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pada tahun 2024, pemerintah melaporkan bahwa tingkat inklusi keuangan Indonesia mencapai 90 persen. Namun, angka yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa inklusi keuangan hanya mencapai 75,02 persen.
Variasi Indikator Digunakan Dalam Survei
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa perbedaan data antara OJK dan pemerintah disebabkan oleh variasi indikator yang digunakan dalam survei kepada masyarakat.
Menurut Airlangga, OJK hanya mencatat instrumen keuangan yang berada di bawah pengawasannya dalam menghitung inklusi keuangan masyarakat. Sebaliknya, Kemenko Perekonomian juga memasukkan program-program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu prakerja sebagai bagian dari indikator inklusi keuangan.
“Kita memasukkan data dari program pemerintah lainnya, sehingga ke depan kita perlu menyelaraskan data tidak hanya yang terkait dengan pasar keuangan, tetapi juga program bantuan sosial pemerintah yang sebagian besar beroperasi di ranah digital,” ujar Airlangga dalam acara Gerakan Nasional Cerdas Keuangan di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.
Dalam kesempatan itu, Airlangga menambahkan bahwa pemerintah memperhitungkan program bantuan sosial sebagai salah satu indikator inklusi keuangan, mengingat program tersebut mayoritas disalurkan melalui dompet digital (e-wallet).
Airlangga menguraikan bahwa program perlindungan sosial seperti PKH telah menjangkau lebih dari 20 juta peserta, kartu prakerja diikuti oleh 18 juta peserta, dan Program Bantuan Iuran (OBI) untuk jasa kesehatan.
“Program-program ini kita dorong untuk menjadi bagian dari sektor jasa keuangan melalui berbagai layanan dan bantuan sosial yang disediakan pemerintah,” kata Airlangga.
Airlangga berharap ke depan, survei inklusi keuangan Indonesia dapat terintegrasi secara menyeluruh, sehingga produk-produk yang belum tercakup dalam survei juga dapat diperhitungkan.
“Dengan demikian, produk yang disurvei tidak hanya terbatas pada produk yang berada di bawah pengawasan OJK, tetapi juga mencakup program pemerintah yang berperan dalam meningkatkan inklusi keuangan,” tambah Airlangga.
Sebagai informasi, OJK telah merilis Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan mencapai 75,02 persen.
Menanggapi perbedaan ini, Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa pihaknya akan memasukkan program-program yang belum tercatat dalam survei OJK.
Menurut Friderica, OJK masih berfokus pada produk dan jasa yang berada di bawah pengawasannya. Dia juga menambahkan bahwa target literasi keuangan Indonesia untuk tahun depan diharapkan mencapai 66 persen-67 persen.
“Kita memang memiliki target, dan sesuai dengan arahan Pak Menko [Airlangga], kami akan memasukkan program-program yang belum tercakup, mengingat fokus kami saat ini adalah pada produk dan jasa yang kami awasi,” jelas Friderica dalam acara yang sama.
Detail Perbedaan SNLIK
Mengutip siaran pers OJK, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 mengungkapkan perbedaan signifikan dalam parameter literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Menggunakan indikator dari OECD/INFE International Survey of Financial Literacy, SNLIK 2024 membagi parameter literasi keuangan menjadi pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku, sedangkan indeks inklusi keuangan didasarkan pada penggunaan produk dan layanan keuangan.
Data terbaru menunjukkan bahwa perempuan memiliki indeks literasi keuangan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dengan angka masing-masing 66,75 persen dan 64,14 persen.
Indeks inklusi keuangan juga lebih tinggi pada perempuan, mencapai 76,08 persen dibandingkan 73,97 persen pada laki-laki.
Dari segi lokasi, penduduk di wilayah perkotaan memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah perdesaan, dengan angka masing-masing 69,71 persen dan 78,41 persen di perkotaan, sedangkan di perdesaan hanya mencapai 59,25 persen dan 70,13 persen.(*)