KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merampungkan aturan perpanjangan restrukturisasi kredit untuk segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR). Usulan ini berasal dari pemerintah sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi kredit yang diterapkan selama pandemi Covid-19 pada tahun 2020, bagian dari upaya stimulus perbankan.
“Kita sedang memfinalisasi aturannya,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, saat ditemui di Jakarta, Senin 29 Juli 2024 kemarin.
Dian menjelaskan, diskusi mengenai aturan ini dilakukan bersama pemerintah untuk memastikan ketepatan sasaran pemberian kredit, sehingga tidak membebani perbankan sebagai kreditur. “Kita mencoba merumuskan kebijakan baru yang menjamin akses lebih baik dan lebih mudah, sambil tetap memperhatikan kehati-hatian dalam pemberian kredit,” tambah Dian.
Pemerintah telah memastikan akan memperpanjang program restrukturisasi kredit pasca-Covid-19, khusus untuk kelas menengah ke bawah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan perbankan cukup resilien menghadapi kebijakan ini. “Kita melihat KUR lebih dibutuhkan secara spesifik,” ujarnya.
Airlangga mengungkapkan bahwa perbankan masih kuat menghadapi berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit. Oleh karena itu, perpanjangan hanya akan diberlakukan untuk segmen KUR.
Usulan dari Perusahaan Asuransi
Perpanjangan restrukturisasi kredit awalnya diusulkan oleh perusahaan asuransi yang menjamin kredit perbankan. Menurut Airlangga, perusahaan asuransi tersebut melaporkan peningkatan risiko, yang dapat memicu kenaikan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).
“Kami akan melihat dari segi KUR karena ada permintaan dari asuransi untuk meningkatkan jumlah cadangannya,” jelas Airlangga.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tidak ada kebutuhan mendesak untuk memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang telah berakhir pada 31 Maret 2024 lalu.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mengusulkan kepada OJK untuk memperpanjang restrukturisasi kredit Covid-19 hingga tahun 2025 mendatang.
Merespons usulan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan keputusan untuk mencabut kebijakan restrukturisasi kredit telah melalui perhitungan matang dan pertimbangan mendalam terhadap kondisi perbankan dan perekonomian nasional.
"Saat OJK akan menetapkan berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid, kami juga menghitung seberapa besar efeknya terhadap kondisi perbankan dan perkembangan perekonomian secara menyeluruh. Dari hasil tersebut, kami sampaikan bahwa perbankan telah membentuk pencadangan yang sangat memadai," ungkap Mahendra saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Senin 8 Juli 2024.
Mahendra merinci, pencadangan perbankan cukup dengan coverage ratio sebesar 33,84 persen per Mei 2024. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan secara umum telah menerapkan manajemen risiko dan kehati-hatian yang baik dalam pengelolaan kreditnya.
Pertimbangan lainnya, kata Mahendra, OJK juga melihat kinerja perbankan yang baik dan didukung oleh permodalan yang kuat. "Kami menilai perbankan mampu, bukan saja hanya mempertahankan kinerja dengan kondisi ke depan, tapi juga target-targetnya," terang Mahendra.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, posisi NPL gross UMKM pada bulan Mei 2024 tercatat stabil sebesar 4,27 persen, naik tipis dari bulan April 2024 yang berada di level 4,26 persen.
Sejalan dengan penurunan loan at risk (LaR) total kredit, LaR kredit UMKM juga mengalami penurunan menjadi sebesar 13,83 persen dari sebelumnya 14,29 persen pada April, dan dari 17,63 persen pada tahun sebelumnya.
Penurunan Kredit Restrukturisasi Covid-19
Sisa kredit restrukturisasi Covid-19 terus mengalami penurunan, hingga Mei 2024 tersisa sebesar Rp 192,52 triliun, ungkap Dian. Jumlah debitur yang masih menjalani restrukturisasi kredit juga turun drastis menjadi 702.000, dari hampir mendekati 7 juta debitur pada tahun 2022.
Para bankir juga tidak mengalami kendala terkait pemberhentian restrukturisasi kredit yang telah berakhir sejak Maret 2024 lalu. Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar mengatakan, tidak ada masalah terkait pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 oleh OJK.
"Kelanjutan dari kebijakan restrukturisasi relaksasi Covid, saya rasa ini tetap berjalan meski tidak perlu perpanjangan kebijakan. Kalau misalnya debitur masih prospektif, pasti diberikan relaksasi mandiri dari banknya," ungkap Royke saat rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin 8 Juli 2024.
BNI berkomitmen menjaga kualitas portofolio KUR dengan target NPL tidak melebihi 1 persen di tahun 2024.
Senada, Direktur Keuangan, Treasury dan Global Service Bank Jatim Edi Masrianto mengatakan, posisi NPL KUR segmen mikro per Mei 2024 masih sehat dan terkendali meskipun ada kenaikan dari tahun lalu, dari 0.56 persen di tahun 2023 menjadi 0.99 persen di tahun 2024.
"Hal ini relatif wajar mengingat penyaluran kredit BJTM di segmen mikro juga mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 71.77 persen YoY pada bulan Mei," ungkap Edi.
Meski begitu, tidak ada keadaan mendesak terkait perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. Namun, Edi menyebut perpanjangan restrukturisasi tentunya akan menjadi angin segar bagi industri perbankan, karena memberikan waktu kepada bank dan debitur untuk memperbaiki kinerjanya.
Tahun ini, Edi menyebut pihaknya telah berhasil mencapai target pertumbuhan kredit, sehingga fokus Bank Jatim adalah menjaga kualitas kredit dengan tetap melakukan antisipasi melalui upaya selektif pada usaha debitur khususnya di sektor ekonomi tertentu.
Bank Jatim juga melakukan monitoring dan pendampingan atas usaha debitur yang mengalami hambatan, serta perbaikan kualitas kredit melalui program rescheduling, reconditioning, termasuk hapus buku. (*)