KABARBURSA.COM - Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan mengatakan, pengembangan dan penguatan sumber daya manusia (SDM) bidang artificial intelligence (AI) harus ada lebih dahulu dibandingkan investasinya. Hal ini beririsan dengan ketenagakerjaan khususnya lapangan pekerjaan di masa depan.
"Untuk investasi pada bidang ini, pada tahap awal sebaiknya difokuskan untuk pengembangan SDM. Tujuannya agar masyarakat Indonesia mampu mengenali dan melatih diri serta memanfaatkan AI untuk menghasilkan inovasi baru," ungkap Firman kepada Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.
Kompetensi SDM yang mumpuni pada bidang kecerdasan buatan itu sangat krusial. Soalnya, persaingan akan terjadi bukan hanya antarmanusia melainkan antarmanusia pengguna AI berhadapan dengan orang berkemampuan yang serupa. “Mereka yang tidak memahami dan terlatih menggunakan AI akan tertinggal," tegas Firman.
Ini sejalan dengan prioritas investasi pertama dalam AI yakni peningkatan "brainware" setiap individu atau kapasitas intelektual manusia. Tentunya ini berguna untuk setiap orang memahami dan memanfaatkan teknologi tersebut secara produktif dan etis.
"Pada tahap awal, kita perlu memastikan SDM tidak hanya dapat menggunakan tetapi juga memanfaatkannya untuk menciptakan suatu inovasi," sambungnya.
Selanjutnya, imbuh pakar dari UI itu, barulah persoalan hardware dan software pendukung. Investasi besar bisa difokuskan para perangkat hingga aplikasi pendukung tersebut.
Di samping itu semua, Firman juga menegaskan perlunya pengembangan regulasi yang komprehensif, termasuk aturan etika, hukum, serta prosedur operasional standar (SOP) dalam penggunaan AI. “Hal itu harus diiringi dengan aturan dan hukum yang kuat serta penegakan hukum yang jelas agar ekosistem ini dapat berjalan optimal,” tutur Firman.
Potensi Peningkatan Risiko Pengangguran
Lebih jauh, pakar komunikasi digital itu menilai ancaman dan risiko peningkatan jumlah pengangguran jika kompetensi SDM bidang kecerdasan buatan itu tidak terpenuhi. Padahal di balik pengembangan AI terdapat potensi penguatan ekonomi digital di Tanah Air.
“Di banyak negara, AI terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi, jika SDM tidak dipersiapkan, AI bisa menjadi bumerang yang justru memicu lonjakan pengangguran,” ujar dia.
Menurut Firman, teknologi AI memungkinkan perangkat-perangkat canggih untuk menggantikan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia dengan hasil yang lebih cepat dan efisien.
“Namun, tanpa perencanaan sistematis, bisa terjadi gejolak sosial yang serius. Banyak pekerjaan yang hilang bisa menciptakan krisis pengangguran jika tidak segera diantisipasi,” lanjutnya.
Berdasarkan proyeksi dari lembaga-lembaga internasional, seperti Gartner dan McKinsey, sekitar 85 juta jenis pekerjaan diperkirakan akan hilang pada tahun 2025. Meski demikian, dalam periode yang sama, juga akan muncul sekitar 100 juta jenis pekerjaan baru. Firman menekankan bahwa transisi ini tidak terjadi otomatis.
"Pekerjaan baru perlu diciptakan dan masyarakat perlu dilatih untuk memanfaatkannya. Proses ini memerlukan waktu dan persiapan," jelasnya.
Firman mencontohkan peran telemarketing yang kerap digantikan oleh teknologi AI. “Jika 500 telemarketing bisa digantikan oleh 50 perangkat AI, perusahaan memang akan meraih efisiensi biaya, tapi bagaimana dengan ratusan pekerja yang terdampak?” tanyanya.
Firman menyimpulkan bahwa investasi di bidang AI harus diiringi dengan skala prioritas yang jelas untuk SDM dan penyiapan ekosistem pendukung.
“Kita perlu strategi sistematis agar investasi AI menghasilkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas sosial,” pungkasnya.
Pemerintah Sambut Baik Ekosistem AI
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyambut positif minat investasi dari perusahaan Teknologi Informasi (TI) global untuk mengembangkan ekosistem kecerdasan artifisial di Indonesia.
Menurut Meutya, potensi pengembangan teknologi AI sangat besar dan strategis untuk mendukung kemajuan digital di Indonesia.
“Artificial Intelligence berkembang sangat cepat di dunia. Peran AI bagi manusia pun terus meningkat di berbagai sektor. Kami mengapresiasi minat Yandex Group dan Microsoft untuk menanamkan investasi di Indonesia,” ungkap Meutya seusai pertemuan terpisah dengan CEO Yandex Search Alexander Popovsky, dan Head of ASEAN Government Affairs Microsoft Maciej Surowiec.
Didampingi Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, Meutya menyambut rencana Yandex Group yang ingin memperluas platform mesin pencari di Indonesia.
“Potensi ekonomi kecerdasan buatan di Indonesia di tahun 2030 sangat signifikan, PDB Indonesia bisa meningkat 12 persen atau USD366 miliar. Untuk itu, kami mendukung rencana dari Yandex untuk meningkatkan investasinya di Indonesia,” tuturnya.
Sementara saat bertemu dengan Maciej Surowiec dari Microsoft, Meutya menyoroti langkah perusahaan tersebut menindaklanjuti komitmen CEO Microsoft Satya Nadella saat berkunjung ke Indonesia pada bulan April 2024.
“Komitmen Microsoft kami harapkan mampu memberi nilai tambah, terutama dalam memberdayakan masyarakat melalui teknologi AI, mendukung pengembangan organisasi publik, pemberdayaan masyarakat, serta menjaga keamanan informasi,” ungkap Meutya.
Dalam pertemuan itu, Wakil Menteri Nezar Patria menekankan arti penting kompetisi sehat di sektor digital. “Kita berharap kompetisi yang adil akan tercipta di ranah platform digital,” tegasnya. (*)