KABARBURSA.COM - Direktur Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak, Muchamad Arifin, mengatakan Core Tax Administration System (CTAS) atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dijadwalkan untuk diluncurkan pada akhir Desember 2024.
Rencana ini merupakan hasil diskusi antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan presiden. Namun, Arifin tidak menjelaskan apakah yang dimaksud adalah Presiden Jokowi atau presiden terpilih Prabowo Subianto.
Meski begitu, Arifin menegaskan belum ada tanggal resmi untuk peluncuran atau soft launching core tax. "Dari laporan pertemuan Ibu SMI dengan presiden, diharapkan peluncurannya sekitar Desember 2024, sehingga awal 2025 sudah bisa di-roll out," ujar Arifin dalam acara Media Gathering APBN 2024, Kamis, 26 September 2024.
Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya sudah memperkenalkan media edukasi berupa simulator core tax di situs pajak.go.id pada 23 September 2024. Simulator ini bersifat interaktif, memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengenal berbagai fitur dalam aplikasi core tax tersebut.
Arifin juga menekankan bahwa penerapan sistem core tax ini akan berdampak positif pada penerimaan negara. Berdasarkan kajian Bank Dunia, implementasi sistem baru ini berpotensi meningkatkan rasio pajak (tax to GDP ratio) hingga 1,5 persen.
Pada 2023, rasio pajak Indonesia tercatat sebesar 10,2 persen, sedikit menurun dibandingkan 2022 yang mencapai 10,39 persen. Pemerintah menargetkan rasio pajak tetap berada di angka 10,2 persen pada tahun ini.
Dengan adanya sistem core tax, rasio pajak diperkirakan bisa naik menjadi 11,7 persen, mendekati 12 persen. Namun, Arifin mengingatkan bahwa peningkatan ini tidak akan terjadi seketika. Menurutnya, butuh waktu setidaknya lima tahun untuk meningkatkan rasio pajak sebesar 1,5 persen.
Ia juga menambahkan, potensi peningkatan rasio pajak bisa lebih besar lagi dengan pengumpulan data wajib pajak yang lebih lengkap. Apalagi, saat ini Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah diterapkan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Semua itu akan sangat bergantung pada kesiapan data. Jika core tax sudah berjalan dan data dari berbagai instansi serta lembaga sudah terkumpul, saya yakin peningkatan rasio pajak bisa signifikan," kata Arifin.
Usulan Pajak Kekayaan
Penerapan sistem pajak yang lebih adil dan komprehensif, seperti yang digagas melalui Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), menunjukkan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara dari sektor perpajakan. Namun, selain modernisasi sistem, usulan penerapan pajak kekayaan juga muncul sebagai solusi lain untuk mengatasi ketimpangan ekonomi di Indonesia. Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti pentingnya pajak kekayaan untuk mendanai program-program sosial yang bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Dalam laporan bertajuk Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin, Celios memaparkan data dari 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, yang menyoroti adanya ketimpangan besar antara kaum kaya dan masyarakat kurang mampu.
Celios mencatat harta 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 50 juta warga lainnya. Oleh karena itu, penerapan pajak kekayaan diusulkan untuk mengurangi ketimpangan ini agar tidak semakin parah.
Menurut studi Celios, pajak kekayaan bisa memberikan sumbangan besar bagi pembiayaan program pembangunan. Pajak dari 50 orang terkaya saja diperkirakan bisa menghasilkan Rp81,6 triliun per tahun. Dana tersebut cukup untuk membiayai berbagai program pengentasan kemiskinan, seperti memberi makan siang gratis kepada 15 juta masyarakat sepanjang tahun dengan asumsi harga Rp15.000 per paket makan.
Selain itu, dana dari pajak kekayaan ini bisa digunakan untuk membangun 339 ribu rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, membiayai lebih dari 558 juta paket bantuan beras dengan asumsi 10 liter per paket, serta membangun lebih dari 4 juta rumah susun bagi masyarakat miskin.
Pajak kekayaan sebesar 2 persen dari harta 50 orang terkaya juga berpotensi membiayai kuliah 18,5 juta mahasiswa per tahun, membangun 877 pusat pelayanan kesehatan jiwa, serta masih banyak lagi program lainnya yang bisa didanai.
Director of Fiscal Justice Celios, Media Wahyudi Askar, menyebut meskipun ekonomi Indonesia telah tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir, ketimpangan ekonomi semakin melebar. Ia menekankan pentingnya memastikan manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Fokus yang berlebihan pada angka-angka makroekonomi seringkali melupakan makna pembangunan yang sebenarnya, yaitu agar pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat,” ujar Media Wahyudi dalam laporan Celios yang dirilis pada Kamis, 26 September 2024.
Tiga Pendekatan Pajak Kekayaan
Dalam laporan Dana Moneter Internasional (IMF) berjudul *How to Tax Wealth (2024)*, terdapat tiga pendekatan umum dalam penerapan pajak kekayaan. Pajak tersebut bisa dikenakan berdasarkan nilai harta (pajak progresif), dari transfer kekayaan seperti warisan, atau dari tarif aset-aset seperti saham.
IMF mencatat, pajak kekayaan sudah diterapkan di berbagai negara, khususnya di Eropa dan Amerika Latin. Negara-negara seperti Norwegia, Belanda, Spanyol, Argentina, Bolivia, dan Venezuela memiliki kebijakan pajak kekayaan, meskipun dengan dasar perhitungan yang berbeda-beda.
Di Indonesia, sebenarnya sudah ada jenis pajak yang berkaitan dengan kekayaan, meski tidak murni berdasarkan nilai harta. Contohnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Kendaraan Bermotor. Namun, pajak ini berlaku untuk semua masyarakat, bukan hanya untuk kalangan super kaya.
Pajak khusus bagi mereka yang berpenghasilan tinggi di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dengan tarif progresif 35 persen bagi penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.(*)