KABARBURSA.COM - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto, menilai pemerintah sengaja melanggar undang-undang (UU) tentang energi. Menurutnya, hal itu terbukti lantaran hingga saat ini Indonesia belum juga membangun cadangan penyangga energi nasional.
Mulyanto menegaskan, pembangunan cadangan penyangga energi diamanatkan dalam pasal 5 UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Karenanya, dia menilai pemerintah telah mengabaikan amanat undang-undang.
“Saya menilai pemerintah sudah melanggar Undang-Undang dengan tidak membangun cadangan penyangga energi nasional, karena amanat itu sangat tegas tercantum dalam pasal 5 UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi, bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi.” kata Mulyanto dalam keterangannya dikutip Minggu, 31 Agustus 2024.
“Undang-undang mewajibkan pembangunan penyangga energi nasional, namun nyatanya sampai hari ini, sudah lewat 17 tahun, Pemerintah tidak menggubrisnya," tambahnya.
Mulyanto menyebut, dalam pasal 20 draft PP KEN kembali disepakati untuk dimuat langkah-langkah pembangunan cadangan penyangga energi nasional tersebut. Menurutnya cadangan penyangga energi nasional tersebut penting, selain terkait untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, juga dalam rangka menstabilkan harga energi dalam negeri misalnya bahan bakar minyak (BBM) dan gas liquified petroleum gas (LPG).
“Cadangan penyangga energi nasional ini dibutuhkan, karena adanya ketidakstabilan kondisi geopolitik seperti yang saat ini terjadi di wilayah Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina. Sementara kita sudah menjadi negara yang tergantung pada impor energi baik minyak mentah, BBM maupun gas LPG,” ungkapanya.
Lebih jauh Mulyanto menyebut, Indonesia dapat kekurangan sumber pasokan energi dari impor atau harga energi menjadi sangat mahal. Hal tersebut dapat memicu kerentanan bagi ketahanan APBN maupun energi nasional.
“Ini kan serupa dengan bahan pangan. Kalau untuk komoditas pangan nasional, kita sudah punya sistem dan kelembagaan cadangan penyangga pangan, baik Bulog maupun Badan Pangan Nasional. Negara tetangga ASEAN sudah memiliki sistem penyangga energi ini. Vietnam punya sistem penyangga energi untuk 47 hari impor. Singapura untuk 60 hari impor, bahkan sistem penyangga energi Thailand disiapkan untuk 81 hari impor. Sementara kita masih nihil,” tegasnya.
Alternatif Energi
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang diwakili oleh Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Rizal Fajar Muttaqin, menyebut pemerintah terus berupaya melakukan peningkatan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru, optimalisasi produksi gas bumi dan pengembangan infrastruktur secara kontinyu yang dilakukan untuk menunjang penyaluran gas bumi dalam negeri sehingga sejalan dengan kebutuhan gas bumi.
Rizal mengatakan, pemerintah mendorong seluruh badan usaha gas bumi untuk membangun infrastruktur secara terintegrasi, meliputi jaringan pipa transmisi dan distribusi, LNG receiving terminal serta moda non pipa lainnya sehingga dapat dimanfaatkan lintas sektor.
"Selain itu dilakukan juga penataan demand yang dekat dengan potensi suplai atau infrastruktur gas bumi mengikuti prinsip people follow energy sehingga akan dapat meningkatkan efisiensi serta memberikan insentif untuk sektor-sektor tertentu yang berdampak signifikan terhadap nilai tambah dan multiplier effect perekonomian nasional," papar Rizal dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu, 4 Maret 2024.
Saat ini cadangan gas bumi Indonesia lebih banyak dari pada cadangan minyak, namun produksi gas Indonesia diperkirakan akan menurun dalam beberapa tahun mendatang disebabkan oleh penurunan alami sumur-sumur gas eksisting.
Pemerintah terus melakukan pencarian terhadap lapangan-lapangan gas baru melalui proses eksplorasi, namun hal tersebut membutuhkan waktu dan investasi yang cukup besar. Dalam sepuluh tahun ke depan, diproyeksikan konsumen gas terbesar datang dari sektor industri, dan diikuti oleh sektor ketenagalistrikan dan pupuk.
"Existing Supply yang berasal dari lapangan-lapangan yang saat ini berproduksi dapat memenuhi kebutuhan gas bumi yang telah terkontrak. Apabila Project Supply dan Potential Supply onstream sesuai perencanaan, maka diperkirakan masih terdapat potensi gas untuk memenuhi kebutuhan domestik," jelas Rizal.
Dalam hal pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik, konsumen gas terbesar dalam negeri saat ini adalah industri yaitu sebesar 30,83 persen, listrik sebesar 11,82 persen dan pupuk sebesar 11,72 perden. Sedangkan sebesar 22,18 persen gas diekspor dalam bentuk LNG dan sebanyak 8,45 persen diekspor melalui pipa dengan total konsumsi gas pada akhir tahun 2023 mencapai 5.868 BBUTD.
Target Lifting Pemerintah
Adapun pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui penambahan target lifting minyak bumi dan gas LPG di tahun 2025.
Sebelumnya, target lifting minyak bumi yang telah ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025 sebesar 600 Barrel of Oil Per Day (BOPD) menjadi 605 BOPD.
Sementara gas LPG 3 kilogram, DPR dan Kementerian ESDM mendorong produksi sebesar 8,2 juta matrik ton dari 8,17 juta matrik ton per tahun. Adapun usul tersebut masuk dalam asumsi dasar makro di sektro ESDM RUU APBN 2025.
Keputusan tersebut dicapai melalui Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR bersama Kementerian ESDM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024. Adapun Raker tersebut dihadiri langsung oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.