KABARBURSA.COM - Pada Juli 2024, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun. Kenaikan belanja pemerintah diduga menjadi penyebab utama membengkaknya defisit APBN.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrtawati mengatakan defisit APBN kini mencapai Rp93,4 triliun, setara dengan 0,14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dia menjelaskan bahwa angka tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan defisit yang tercatat pada bulan Juni 2024, yaitu sebesar Rp77,3 triliun, atau setara dengan 0,34 persen dari PDB.
"Dari total anggaran, pada Juli 2024 kita mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB. Ini masih jauh dari total defisit APBN yang direncanakan untuk tahun 2024," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.
APBN 2024 memang dirancang dengan target defisit sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB. Namun, dengan defisit yang sudah melampaui batas pada Juli 2024, ada kekhawatiran bahwa proyeksi pemerintah mungkin terlalu optimistis.
Sedangkan dari sisi penerimaan negara, lanjut Sri Mulyani, dari Januari hingga Juli 2024 hanya Rp1.545,4 triliun atau 55,1 persen dari target. Menurut 4,3 triliun dibandingkan tahun lalu.
“Ini masih kecil dibandingkan total target defisit tahun ini seperti dalam APBN 2024 yaitu 2,2 persen,” ujarnya.
Sementara itu, belanja negara pada periode yang sama melesat menjadi Rp1.638,8 triliun atau 49,3 persen dari alokasi yang direncanakan, melonjak 12,2 persen dari tahun lalu.
"Kalau kita lihat growth dari belanja kita cukup tinggi, dan ini konsisten kalau dibandingkan bulan lalu yang tumbuh 14 persen," kata dia
Berbeda dengan tahun ini, APBN Juli 2023 masih mencatat surplus, dengan penerimaan negara yang jauh melebihi belanja negara.
Pada Juli 2023, APBN mencatat surplus Rp153,5 triliun atau 0,72 persen dari PDB, berkat pendapatan negara sebesar Rp1.614,8 triliun yang jauh lebih tinggi daripada belanja yang mencapai Rp1.461,2 triliun.
Sementara itu, keseimbangan primer APBN per Juli 2024 masih mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun, meskipun jauh menurun dibandingkan surplus Rp394,5 triliun pada Juli 2023.
Diketahui, pada tahun ini, pemerintah menetapkan defisit APBN sebesar 2,29 persen dari PDB. Namun, realisasi hingga semester pertama 2024 mencatat defisit sebesar 0,34 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan prognosis pelebaran defisit pada akhir tahun menjadi 2,7 persen dari PDB atau sekitar Rp609,7 triliun.
Hingga semester pertama 2024, Sri Mulyani Indrawati menarik utang baru senilai Rp214,69 triliun atau 33,1 persen dari target, yang terdiri atas realisasi SBN (Neto) sebesar Rp206,18 triliun dan realisasi Pinjaman (Neto) sebesar Rp8,51 triliun.
"Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal," tulis Kemenkeu.
Penerimaan Pajak Masih Alami Kontraksi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa penerimaan pajak hingga Juli 2024 masih mengalami kontraksi.
Sepanjang Januari hingga Juli 2024, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.045,32 triliun, atau 52,56 persen dari target yang ditetapkan.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana penerimaan pajak mencapai Rp1.109,1 triliun, terjadi penurunan sebesar 5,75 persen.
Penurunan ini terutama terjadi pada Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas, yang penerimaannya hingga akhir Juli sebesar Rp593,76 triliun, turun 3,04 persen.
"Penurunan ini mulai melambat, bulan lalu masih berada di angka 7,9 persen. Penurunan negatifnya sudah mulai stabil, tidak sedalam sebelumnya. Kami berharap tren ini akan mulai positif dalam beberapa bulan ke depan," ujar Sri Mulyani pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Selain itu, penerimaan dari PPh Migas juga menunjukkan penurunan, turun 13,21 persen menjadi Rp39,32 triliun hingga akhir Juli.
"Penurunan ini disebabkan oleh penurunan lifting minyak. Meskipun harga minyak naik, lifting minyak kita terus menurun dan tidak pernah mencapai target APBN," jelas Sri Mulyani.
Namun, penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) mencatat pertumbuhan positif, mencapai Rp402,16 triliun, naik 7,34 persen.
"Ini kabar baik. Artinya, ekonomi sedang tumbuh. Aktivitas perdagangan dan manufaktur, meskipun melambat, tetap menunjukkan perbaikan, serta aktivitas ekonomi lainnya juga meningkat," kata Sri Mulyani.
Penerimaan dari sumber lainnya juga menunjukkan pertumbuhan yang positif, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta jenis pajak lainnya. Hingga akhir bulan Juli, total penerimaan dari kategori ini mencapai Rp10,07 triliun, yang mengalami peningkatan sebesar 4,14 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya. (*)