Logo
>

Pemerintah Hapus BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Pemerintah Hapus BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah resmi menghapus Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Kebijakan ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), serta Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan mempercepat program pembangunan 3 juta rumah untuk masyarakat kurang mampu.

    “SKB ini pada intinya untuk meringankan beban masyarakat dan mempercepat pelaksanaan program perumahan bagi MBR,” ujar Tito dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin, 25 November 2024.

    Selain menghapus BPHTB, pemerintah juga membebaskan biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan mempercepat proses pengajuan PBG dari 28 hari menjadi 10 hari.

    Kebijakan ini mengikuti kriteria MBR yang diatur dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 22/KPTS/M/2023, mencakup batasan penghasilan dan luas bangunan.

    Untuk wilayah Papua, masyarakat dengan penghasilan hingga Rp7,5 juta per bulan bagi individu lajang dan Rp10 juta bagi pasangan menikah termasuk kategori MBR. Sementara itu, di luar Papua, batas penghasilan adalah Rp7 juta untuk lajang dan Rp8 juta bagi pasangan menikah.

    Dari sisi luas bangunan, rumah umum dengan maksimal 36 meter persegi dan rumah swadaya hingga 48 meter persegi berhak mendapatkan pembebasan BPHTB.

    “Kebijakan ini bertujuan menghilangkan hambatan biaya, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki rumah layak,” tegas Tito.

    Pemerintah berharap kebijakan ini tidak hanya mempercepat pembangunan perumahan, tetapi juga mendorong kepemilikan rumah bagi kelompok masyarakat kurang mampu sesuai target nasional.

    Dampak Kenaikan PPN pada Sektor Properti

    Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 menuai kekhawatiran dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI).

    Ketua Umum REI, Joko Suranto, menilai kebijakan ini berpotensi memukul sektor properti secara signifikan, termasuk penurunan angka penjualan hingga 50 persen.

    “Bisa saja (tren penjualan) drop 50 persen,” kata Joko dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 25 November 2024.

    Selain dampak langsung pada penjualan, Joko memprediksi adanya efek domino berupa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor properti, yang diperkirakan bisa mencapai 5 juta pekerja.

    Gelombang PHK ini, menurutnya, akan berkontribusi pada tambahan tekanan inflasi di dalam negeri.

    “PHK bisa mencapai hingga 5 juta pekerja. Dan dari situ akan muncul inflasi tambahan,” tambah Joko.

    Kenaikan tarif PPN juga diperkirakan akan mengubah perilaku konsumen, yaitu banyak masyarakat akan menunda pembelian rumah karena beban pajak yang lebih tinggi.

    Penundaan ini berpotensi memperparah kelesuan di sektor properti, salah satu sektor yang menjadi motor penggerak ekonomi nasional.

    Menyadari potensi dampak yang signifikan, Joko meminta pemerintah untuk segera merancang langkah mitigasi agar kebijakan ini tidak memperburuk kondisi ekonomi.

    Ia juga menyoroti risiko munculnya rasa ketidakpercayaan dari masyarakat dan pelaku usaha terhadap pemerintah.

    “Dampaknya pasti satu, ada distrust kepada pemerintah, ada ketidakpercayaan dunia usaha. Ada ketidakpastian di dunia usaha. Ini akan mendorong kelesuan dan penurunan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

    REI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan kenaikan PPN atau menyediakan solusi yang dapat menjaga stabilitas sektor properti sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Program Rumah Subsidi FLPP dapat Suntikan Dana Rp13,7 Triliun

    Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp13,7 triliun untuk mendukung program rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Anggaran tersebut telah digunakan untuk membangun 165.880 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) hingga Oktober 2024.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa program FLPP dirancang untuk memberikan akses kepada MBR terhadap hunian yang layak.

    “Program FLPP telah terealisasi dengan jumlah 165.880 unit hingga Oktober 2024,” ujar Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya, dikutip Senin, 25 November 2024.

    Kuota awal FLPP untuk tahun 2024 ditetapkan sebesar 166.000 unit. Namun, pada Agustus 2024, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan alokasinya menjadi 200.000 unit. Keputusan ini diambil berdasarkan kebutuhan yang meningkat, khususnya di kalangan masyarakat kelas menengah.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa sektor perumahan menjadi pengeluaran terbesar kedua masyarakat kelas menengah.

    “Dengan kebijakan yang berlaku sejak 1 September, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kelas menengah untuk memiliki hunian sekaligus mendukung pertumbuhan sektor konstruksi. Sektor ini memiliki efek berganda yang tinggi terhadap perekonomian,” ungkap Airlangga.

    Selain menambah kuota FLPP, pemerintah juga memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100 persen hingga akhir Desember 2024.

    Insentif ini bertujuan memperkuat daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan sektor properti dan konstruksi, yang menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional.

    Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat mendorong penyediaan hunian terjangkau dan mendukung pemulihan ekonomi melalui kontribusi sektor properti dan konstruksi. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.