KABARBURSA.COM - Dalam perkembangan industri yang kian pesat, kesadaran akan pentingnya transisi ke produk ramah lingkungan semakin kuat. Tren global menunjukkan bahwa produk hijau dan halal kini lebih banyak diminati pasar, mencerminkan perubahan signifikan dalam preferensi konsumen.
Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Faby Tumiwa, menegaskan pentingnya tanggung jawab untuk memastikan pasokan energi terbarukan (EBT) bagi sektor industri.
Ia menekankan, apabila ada aturan yang menghambat perkembangan ini, pemerintah harus segera melakukan revisi kebijakan.
"Apabila ada aturan-aturan yang menghambat, pemerintah harusnya bisa merevisi," kata Faby kepada KabarBursa.com pada Sabtu, 28 September 2024.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah aturan terkait power wheeling dan perjanjian jual beli listrik langsung (direct power purchase agreement) yang bisa mendukung transisi energi tersebut. "Salah. satunya adalah aturan power wheeling dan ketentuan direct power purchase agreement," katanya.
Pernyataan Faby sejalan dengan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, yang juga menekankan pentingnya berdiskusi dengan kementerian dan lembaga terkait mengenai usulan pengolahan tambang atau smelter yang menggunakan EBT.
Diskusi ini penting agar regulasi yang ada menjadi lebih fleksibel, terutama dalam konteks memproduksi produk hijau. Agus berharap, pabrik-pabrik setidaknya dapat memasang panel surya di atap mereka sebagai langkah awal dalam transisi ini.
Karena itu, Faby juga mendorong smelter untuk mencari solusi proaktif dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam proses produksi mereka.
Ia menegaskan smelter tidak bisa hanya pasrah dengan kondisi yang ada dan harus berusaha mencari jalan keluar untuk beradaptasi dengan tuntutan pasar yang semakin mengarah kepada keberlanjutan.
"Tidak bisa hanya pasrah dengan kondisi mereka," katanya.
Power Wheeling adalah proses di mana listrik yang dihasilkan oleh satu sumber, seperti pembangkit listrik tenaga surya atau angin, dapat disalurkan melalui jaringan distribusi untuk digunakan oleh pelanggan lain. Ini memungkinkan para produsen energi terbarukan untuk menjual listrik secara langsung kepada konsumen tanpa perlu membangun infrastruktur distribusi mereka sendiri.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 49 Tahun 2018 dan Nomor 1 Tahun 2021, para produsen listrik diwajibkan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dan berkoordinasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memastikan jaringan dapat menyalurkan energi tersebut.
Dalam menjalankan power wheeling, terdapat beberapa ketentuan yang perlu dipatuhi. Salah satunya adalah adanya biaya yang dikenakan untuk penggunaan jaringan, yang biasanya ditentukan oleh PLN. Biaya ini mencakup pemeliharaan jaringan dan pengaturan sistem.
Selain itu, power wheeling umumnya diterapkan pada proyek energi terbarukan dengan kapasitas tertentu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penting untuk memastikan bahwa sistem wheeling dapat menjamin pasokan listrik yang stabil dan andal kepada konsumen.
Sementara itu, Direct Power Purchase Agreement (DPPA) menawarkan alternatif lain bagi produsen energi terbarukan dan konsumen. DPPA adalah perjanjian langsung antara produsen listrik dan konsumen, seperti perusahaan atau industri, untuk pembelian energi. Dengan DPPA, konsumen dapat membeli listrik langsung dari penyedia, sering kali dengan harga yang lebih kompetitif.
Dalam konteks ini, Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2022 mengatur berbagai ketentuan yang harus ada dalam kontrak DPPA, termasuk harga, volume, durasi, dan kualitas listrik yang disepakati.
Kontrak DPPA biasanya mencerminkan kesepakatan antara kedua pihak, dan harga listrik yang ditetapkan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi pasar. Dengan DPPA, perusahaan-perusahaan dapat memenuhi target keberlanjutan mereka dengan menggunakan energi terbarukan.
Namun, baik produsen maupun konsumen harus melakukan pendaftaran dan memperoleh izin yang diperlukan untuk menjalankan DPPA, termasuk izin dari PLN.
Proses monitoring dan pelaporan juga menjadi bagian penting dalam DPPA, di mana terdapat kewajiban untuk memantau penggunaan energi dan emisi karbon. Hal ini memastikan bahwa kesepakatan dijalankan sesuai ketentuan yang telah disepakati, serta mendukung upaya pencapaian target keberlanjutan.
Perubahan Paradigma
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengungkapkan telah terjadi pergeseran pandangan industri global yang kini sudah bergeser ke arah yang lebih hijau.
“Dalam industri dan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia sudah mulai insaf bertahap. Karena dulu kita berpikir tentang mencari uang dengan cepat tanpa memperhatikan proses lingkungan dengan baik,” ujarnya, dalam keterangan resmi di laman Kementerian ESDM, Kamis, 26 September 2024, lalu.
Sejalan dengan paradigma global tersebut, kqta Bahlil, pemerintah akan membuat peraturan untuk memanfaatkan EBT di dalam industri-industri smelter secara bertahap dan perlahan, yang sebelumnya menggunakan batu bara sebagai sumber energi listriknya.
“Di Weda Bay itu membangun industri hilirisasi dari bahan baku nikel. Sekarang dia sudah punya lebih kurang lebih sekitar 8-10 gigawatt, artinya 8-10 ribu megawatt,” katanya.
Bahlil menyebutkan bahwa sudah berdiskusi dengan pemilik smelter Weda Bay mulai tahun 2025 mendatang pengolahan nikel di sana akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang, dengan target lima tahun selanjutnya pemanfaatan EBT sudah di atas 50 persen.
“Puncaknya nanti di tahun 2030 minimal 60-70 persen mereka sudah bisa melakukan konversi memakai energi baru terbarukan,” katanya.
Selanjutnya, Bahlil mengatakan smelter-smelter yang produk turunannya hanya sampai dengan Nickel Iron Pig (NPI) akan diberikan persyaratan sudah harus memakai EBT, atau setidaknya menggunakan energi berbasis gas bumi, meski memiliki investasi yang lebih mahal.
“Tetapi, mahalnya Capex untuk melakukan investasi terhadap power plant yang berorientasi pada EBT itu ditutupi dengan harga produk yang memang harganya lebih mahal ketimbang produk yang dihasilkan dari energi batu bara atau fosil. Jadi kalau dihitung secara ekonomi, itu no issue,” katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.