Logo
>

Pemerintah sedang Siapkan Aturan Ekonomi Digital

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Pemerintah sedang Siapkan Aturan Ekonomi Digital

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah sedang mempersiapkan aturan terkait ekonomi digital yang diharapkan akan menjadi panduan dalam meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

    Saat ini, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB berada di angka 4-5 persen, namun pemerintah menargetkan angka tersebut meningkat menjadi 20 persen pada tahun 2045.

    Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika Bonifasius W Pujianto menjelaskan bahwa rencana ini akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur peran masing-masing Kementerian dan Lembaga (K/L).

    Meskipun belum ada kepastian kapan Perpes ini akan diberlakukan, ia menyatakan optimis bahwa peraturan ini akan menjadi pemicu kolaborasi antar lembaga untuk mencapai target.

    Target kontribusi ekonomi digital ini sudah dicantumkan dalam ‘Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030’ yang dirilis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Desember 2023.

    Dokumen ini membagi pengembangan ekonomi digital Indonesia ke dalam tiga fase hingga 2045, yaitu:

    1. Prepare: Memperkuat fondasi digital untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi transformasi

    2. Transform: Mempercepat proses transformasi untuk menciptakan masyarakat dan bisnis yang lebih cerdas

    3. Lead: Menempatkan Indonesia sebagai pimpinan dalam inovasi teknologi masa depan.

    Dalam fase Lead, Indonesia menargetkan dapat meningkatkan peringkat daya saing digital dari posisi 51 pada 2022 menjadi posisi 20 pada 2025, serta menggenjot kontribusi ekonomi digital hingga mencapai 20,7 persen terhadap PDB.

    Buku putih ini juga merinci strategi pengembangan ekonomi digital melalui enam pilar utama, antara lain:

    • Pembangunan infrastruktur digital,
    • Pengembangan sumber daya manusia,
    • Riset, inovasi, dan pengembangan,
    • Mendorong digitalisasi di sektor prioritas seperti manufaktur, perdagangan, dan pertanian,
    • Meningkatkan inklusi keuangan hingga 90 persen pada 2024,
    • Menciptakan regulasi dan kebijakan yang mendukung, adil, serta menjaga keamanan nasional dan melindungi konsumen.

    Perpres ini diharapkan menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara dengan ekonomi digital yang tangguh dan kompetitif di masa depan.

    “Mudah-mudahan akan keluar Perpres Ekonomi Digital, setiap kementerian lembaga ada tugas masing-masing” kata Direktur Ekonomi Digital, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Bonifasius Wahyu Pudjianto dalam acara Ngopi Bareng, Jakarta, Jumat, 13 September 2024.

    Ekonomi Digital Sumbang Rp27,85 Triliun ke Negara

    Pemerintah melaporkan penerimaan dari sektor ekonomi digital mencapai Rp27,85 triliun hingga akhir Agustus 2024. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menguraikan rincian penerimaan ini.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan penerimaan terdiri atas beberapa komponen utama, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp22,3 triliun, pajak kripto sebesar Rp875,44 miliar.

    Adapun lainnya diterima dari pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,43 triliun, serta pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) yang mencapai Rp2,25 triliun.

    Selama periode tersebut, pemerintah telah menunjuk 176 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN, termasuk penunjukan terbaru untuk THE World Universities Insights Limited dan Cloudkeeper (Singapore) PTE. LTD, serta satu pembetulan data untuk Freepik Company, S.L.

    “Dari jumlah pemungut yang ditunjuk, 166 telah melaporkan dan menyetorkan PPN PMSE sebesar Rp22,3 triliun. Setoran ini meliputi Rp731,4 miliar dari tahun 2020, Rp3,90 triliun dari 2021, Rp5,51 triliun dari 2022, Rp6,76 triliun dari 2023, dan Rp5,39 triliun dari 2024,” jelas Dwi, dalam pernyataan resminya, Jumat, 13 September 2024.

    Lanjutnya, penerimaan dari pajak kripto sampai Agustus 2024 mencapai Rp875,44 miliar, dengan rincian Rp246,45 miliar dari tahun 2022, Rp220,83 miliar dari 2023, dan Rp408,16 miliar dari 2024. Penerimaan ini terdiri dari Rp411,12 miliar dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto dan Rp464,32 miliar dari PPN DN atas transaksi pembelian kripto.

    Di sektor fintech (P2P lending), pajak yang diterima hingga Agustus 2024 mencapai Rp2,43 triliun. Rincian penerimaan terdiri dari Rp446,39 miliar dari tahun 2022, Rp1,11 triliun dari 2023, dan Rp872,23 miliar dari 2024.

    Komponen pajak fintech ini meliputi PPh 23 sebesar Rp765,27 miliar atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT, PPh 26 sebesar Rp354,2 miliar atas bunga pinjaman untuk WPLN, dan PPN DN sebesar Rp1,31 triliun.

    “Untuk pajak SIPP, penerimaan hingga Agustus 2024 mencapai Rp2,25 triliun, yang terdiri dari Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,12 triliun pada 2023, dan Rp726,41 miliar pada 2024. Pajak SIPP meliputi PPh sebesar Rp152,74 miliar dan PPN sebesar Rp2,09 triliun,” jelas Dwi.

    Dwi, mengungkapkan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE untuk menjaga keadilan dan kesetaraan berusaha antara pelaku usaha konvensional dan digital.

    Dwi juga menambahkan pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.