Logo
>

Penerapan Core Tax hanya Menambah 1,5 Persen Penerimaan Negara dari PDB

Ditulis oleh KabarBursa.com
Penerapan Core Tax hanya Menambah 1,5 Persen Penerimaan Negara dari PDB

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Penerapan sistem Core Tax Administration System/CTAS) diperkirakan dapat menambah penerimaan negara sekitar 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama lima tahun.

    Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Muchamad Arifin mengatakan, perkiraan itu berdasarkan kajian Bank Dunia (World Bank).

    "1,5 persen dari PDB itu sekitar lima tahunan, tapi itu hasil study (kajian) dari World Bank. Jadi, belum tentu kalau kita menerapkan (CTAS) akan segitu," jelas Wawan di acara media gathering di Anyer, Banten, Kamis. 26 September 2024.

    Menurut Arifin, besar atau kecilnya potensi penambahan penerimaan negara dari pengoperasian CTAS sangat bergantung pada kesiapan data yang masuk ke dalam sistem.

    Namun, Arifin tak menampik, dari penerapan CTAS ini akan menambah rasio pajak (tax ratio) secara signifikan. Bahkan diperkirakan rasio pajak bisa menjadi 12 persen dari PDB.

    "Kalau misalnya Core Tax sudah berjalan, kemudian data dari instansi dan lembaga semua masuk, pasti akan menambah tax ratio secara signifikan," ujarnya.

    Apa itu Core Tax dan CTAS?

    Reformasi perpajakan di Indonesia terus berjalan, menyentuh berbagai aspek penting seperti teknologi informasi, basis data, dan proses bisnis. Dalam bidang teknologi informasi, terdapat pembaruan pada sistem inti administrasi perpajakan, yang dikenal sebagai Core Tax Administration System (CTAS).

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menekankan bahwa pengembangan CTAS sangat penting untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sistem informasi DJP saat ini, yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), dianggap sudah usang. Hal ini disebabkan oleh ketidaklengkapan integrasi dan cakupan yang belum mencakup seluruh administrasi pajak yang esensial.

    Lebih lanjut, SIDJP memiliki beberapa keterbatasan dalam menjalankan fungsi-fungsi kritis yang diperlukan, termasuk dukungan yang belum tersedia untuk pemeriksaan dan penagihan serta sistem akuntansi yang terintegrasi (taxpayer account management).

    Pada saat yang sama, beban akses sistem akan semakin berat. Di masa depan, SIDJP harus mampu menangani 1 juta pencatatan per hari, 17,4 juta Surat Pemberitahuan (SPT), data dari 69 pihak ketiga, serta pertukaran informasi dari 86 yurisdiksi.

    Oleh karena itu, DJP menjadikan pengembangan CTAS sebagai salah satu komponen kunci dalam program reformasi perpajakan. Proyek ini, yang diperkirakan rampung pada akhir 2024, diharapkan dapat meningkatkan pengawasan transaksi untuk mengurangi potensi kerugian.

    Lalu, apa itu CTAS atau Coretax DJP?

    Dikutip dari laman resmi DJP, Core Tax Administration System atau CTAS adalah sistem teknologi informasi yang memberikan dukungan terpadu untuk tugas-tugas DJP, termasuk pelayanan kepada wajib pajak.

    Pembaruan CTAS merupakan proyek re–desain dan re–engineering proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi berbasis Commercial Off-The-Shelf (COTS). Pembaruan ini juga melibatkan perbaikan basis data perpajakan.

    Dengan demikian, diharapkan sistem perpajakan menjadi lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan optimal dalam pelayanan, pengawasan, serta penegakan hukum.

    Dengan adanya CTAS, setidaknya 21 proses bisnis mengalami perubahan, termasuk registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, pengelolaan akun wajib pajak (taxpayer account management), layanan wajib pajak, pemrosesan data pihak ketiga, pertukaran informasi (exchange of information), serta manajemen kualitas data (data quality management).

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam waktu dekat akan menerapkan sistem administrasi pajak terbaru, Core Tax Administration System (CTAS).

    Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, CTAS akan diluncurkan paling lambat pada awal tahun depan, tepatnya tanggal 1 Januari 2025.

    "Insya Allah menjelang akhir tahun 2024 ini, kita sudah bisa mulai menggunakan sistem core tax. Paling tidak tanggal 1 Januari 2025," kata Suryo di acara konferensi pers APBN KiTa edisi September di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 23 September 2024.

    Sebelum sistem ini benar-benar diterapkan, Suryo menyatakan pihaknya gencar mensosialisasikan, edukasi dan pelatihan, terutama kepada Wajib Pajak tertentu, terutama yang memiliki transaksi besar atau dikenal dengan istilah "Pajak Kelas Kakap."

    "Pelatihan ini ditujukan untuk mempersiapkan mereka menghadapi perubahan sistem yang akan berdampak besar pada transaksi pajak mereka," jelas Suryo.

    Suryo menyebutkan, fokus utama sosialisasi penerapan CTAS ini adalah pada 52.964 Wajib Pajak yang memiliki transaksi besar. Hal ini dilakukan karena kelompok ini akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh implementasi sistem pajak baru tersebut.

    "Kami memberikan pelatihan langsung, khususnya bagi wajib pajak dengan transaksi besar, karena mereka akan sangat terdampak oleh implementasi core tax. Ada sekitar 52.964 wajib pajak yang menjadi prioritas kami," ucap Suryo.

    Suryo menjelaskan, pelatihan intensif ini dilakukan secara langsung, terutama bagi Wajib Pajak yang berada di Kantor Wilayah (Kanwil), Large Taxpayer Office (LTO), dan Kanwil khusus, dengan harapan mereka siap menjalankan kewajiban perpajakan melalui sistem CTAS ketika resmi diterapkan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi