Logo
>

Pengamat: Mewajibkan Asuransi TPL Melukai Hati Masyarakat

Ditulis oleh Citra Dara Vresti Trisna
Pengamat: Mewajibkan Asuransi TPL Melukai Hati Masyarakat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah berencana mengeluarkan aturan terkait asuransi wajib third party liability (TPL) bagi kendaraan bermotor. Kendati pihak Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengklaim asuransi TPL telah diwajibkan di sebagian besar negara maju, namun wacana ini mendapat penolakan keras dari masyarakat.

    “Penolakan terutama datang dari kekhawatiran akan beban finansial tambahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pemilik kendaraan roda dua,” kata pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu ketika dihubungi Kabar Bursa, Selasa, 23 Juli 2024.

    Yannes menilai, masyarakat sudah jengah dengan beragam asuransi yang ujungnya mengecewakan masyarakat. Menurutnya, kasus Jiwasraya pada tahun 2018 masih membekas di ingatan masyarakat. Perusahaan asuransi milik negara yang telah beroperasi sejak tahun 1984 itu mengalami gagal bayar klaim asuransi yang diajukan oleh JS Saving Plan.

    Ia menilai, kasus Jiwasraya adalah salah satu kasus gagal bayar terbesar dalam sejarah industri asuransi di Indonesia. Jiwasraya disebut gagal bayar karena terjadi korupsi massal di internal perusahaan.

    “Kasus ini juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan pemerintah, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan industri,” ujarnya.

    Ia menilai masyarakat berhak untuk tidak percaya kepada asuransi, baik yang dikelola swasta atau pemerintah karena adanya kasus gagal bayar yang justru dialami oleh perusahaan milik negara.

    Kerugian atas kasus gagal bayar ini tidak hanya dialami oleh negara, tapi juga pihak pemegang polis yang sebagian besar nasabahnya adalah masyarakat. Bahkan, proses penggantian atas kerugiannya pun baru separuh dan proses pencairannya pun butuh waktu bertahun-tahun.

    “Kerugian besar tetap ditanggung oleh nasabah yang tidak mendapat hak mereka sesuai dengan perjanjian polis awal. Jadi wacana-wacana membuat berbagai program asuransi, apalagi yang dipaksakan atau bahasa eufimistisnya ‘diwajibkan’ itu sangat mengganggu kenyamanan hati masyarakat,” kata Yannes.

    Tumpang Tindih Asuransi

    Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menilai wacana mewajibkan asuransi TPL berpotensi tumpang tindih dengan asuransi dari Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dari Jasa Raharja.

    Premi atau biaya untuk SWDKLLJ secara tidak langsung telah diwajibkan oleh pemerintah. Masyarakat tidak dapat memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tanpa melunasi pajak STNK yang secara otomatis membayar SWDKLLJ.

    Ketika terjadi kecelakaan, pembayar SWDKLLJ berhak mengajukan klaim kepada pihak Jasa Raharja selaku lembaga pengelola dana SWDKLLJ. Aturan terkait dengan SWDKLLJ telah diatur pemerintah dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017.

    Sementara asuransi TPL memberikan perlindungan kepada pihak ketiga yang dirugikan akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan tertanggung. Yannes mempertanyakan apakah nanti ada pembeda antara asuransi yang sudah ada, terutama dari sumber pendanaan.

    Ia menjelaskan, santunan Jasa Raharja berasal dari iuran wajib yang dibayarkan oleh penumpang angkutan umum yang memakai karcis, sedangkan asuransi TPL berasal dari premi yang dibayarkan oleh pemilik kendaraan bermotor.

    Menurutnya, akan ada potensi tumpang tindih yang besar dalam hal pemberian santuan kepada pihak ketiga yang mengalami kerugiaan materil lalu lintas.

    “Misalnya, jika korban kecelakaan mengalami kerugian materiil dan cedera badan, apakah otomatis ia berhak mendapatkan santunan dari SWDKLLJ dan Jasa Raharja untuk cedera badan dan ganti rugi dari asuransi TPL untuk kerugian materiil?” ujarnya mempertanyakan.

    Yannes menyarankan agar sebelum pemerintah mewajibkan asuransi TPL, perlu memberi penjelasan terkait irisan antara SWDKLLJ, Jasa Raharja dan asuransi TPL dalam hal perlindungan pihak ketiga.

    “Ini perlu penjelasan yang rinci dari pembuat kebijakan agar tidak menimbulkan kebingungan dari masyarakat,” jelasnya.

    Regulasi TPL Masih Digodok

    Hingga kini keputusan mengenai kewajiban asuransi TPL masih dikaji pemerintah, terutama pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini masih menunggu payung hukum sebelum diimplementasi.

    Di sisi lain, jika mengacu dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah memberi lampu hijau kepada pemerintah untuk dapat mewajibkan sebuah asuransi sesuai dengan kebutuhan. Adapun asuransi yang dapat diwajibkan, yakni asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (TPL), asuransi kebakaran dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

    Pihak OJK berdalih program asuransi wajib TPL bertujuan untuk memberi perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat karena klaim asuransi ini mengurangi beban material yang ditanggung pemilik kendaraan. OJK juga mengklaim, asuransi ini bakal membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Citra Dara Vresti Trisna

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.