KABARBURSA.COM - Pengamat peternakan dari Universitas Padjajaran, Rochadi Tawaf, menanggapi rencana pemerintah yang akan mengimpor 2 juta ekor sapi untuk periode 2025–2029, dengan kekhawatiran adanya dampak terhadap daya saing peternak lokal.
Tawaf mengingatkan bahwa meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu di pasar domestik, tantangan besar justru terletak pada implementasi kebijakan yang melibatkan kemitraan antara peternak lokal dan perusahaan swasta.
Tawaf menilai, untuk memastikan kebijakan ini tidak merugikan peternak lokal, pemerintah harus memastikan adanya pola kemitraan yang jelas, adil, dan saling menguntungkan. "Penting untuk memastikan bahwa kemitraan ini tidak hanya menguntungkan pihak swasta atau perusahaan besar, tetapi juga peternak rakyat," kata Tawaf kepada Kabarbursa.com, Senin, 13 Januari 2025.
Menurut Tawaf, meskipun kebijakan impor sapi ini disertai dengan program kemitraan, tantangan terbesar adalah memastikan kepercayaan dan kesepakatan antara peternak lokal dan perusahaan pengimpor.
"Kemitraannya harus saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan. Jangan sampai rakyat hanya menjadi tenaga kerja yang dimanfaatkan tanpa mendapatkan manfaat yang adil," tegasnya.
Dia juga mengkritisi potensi risiko buruk jika pola kemitraan tidak dijalankan dengan benar. "Jangan sampai yang untung hanya satu pihak saja, sementara yang lainnya dirugikan. Hal ini bisa memicu ketidakadilan dan memperburuk kondisi peternak lokal," tambah Tawaf.
Tawaf juga mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dalam menjalankan kebijakan ini tanpa mempersiapkan semua infrastruktur dan mekanisme yang diperlukan.
"Kita harus belajar dari pengalaman sebelumnya, seperti outbreak penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terjadi setelah aturan impor dilonggarkan. Kesiapan infrastruktur dan penanganan penyakit sangat penting," ujar Tawaf.
Namun, Tawaf mengapresiasi ide kemitraan antara peternak lokal dan perusahaan besar, dengan syarat bahwa implementasinya dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan.
"Jika implementasinya tepat, kebijakan ini bisa memberikan manfaat besar bagi peternak lokal, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan memperkuat ketahanan pangan dalam negeri," pungkasnya.
Tawaf menambahkan bahwa selain kemitraan, pemerintah juga perlu memperhatikan pemberdayaan peternak lokal dalam hal akses teknologi, pasar, dan fasilitas pendukung lainnya. Menurutnya, pemberdayaan yang berbasis pada sinergi antara peternak dan perusahaan pengimpor adalah langkah strategis yang bisa mendukung keberlanjutan sektor peternakan Indonesia.
"Yang penting adalah bagaimana memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan kapasitas peternak lokal, tidak hanya menjadi pelaku yang bergantung pada kebijakan impor, tapi juga sebagai pemain utama yang mandiri dalam industri peternakan," tutup Tawaf.
Dengan adanya kerjasama yang jelas dan berbasis pada saling pengertian, diharapkan kebijakan impor sapi ini dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat jangka panjang bagi peternak lokal serta industri peternakan nasional.
Impor Sapi Perah oleh Pemerintah
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono memberikan penjelasan mengenai negara asal impor sapi perah yang akan mendukung program susu gratis dari presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Sudaryono menyatakan bahwa negara asal impor sapi tersebut dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan pengimpor. Kementerian Pertanian (Kementan) tidak akan menentukan secara khusus negara asal impor, tetapi menyerahkan keputusan kepada perusahaan terkait.
“Asal impor sapi perah akan disesuaikan dengan preferensi perusahaan. Tentunya, perusahaan akan mempertimbangkan negara yang memiliki iklim serupa dengan Indonesia, seperti Meksiko atau Brasil, agar adaptasi sapi lebih mudah. Tapi kita tidak membatasi, semua bisa disesuaikan,” jelas Sudaryono usai menghadiri peluncuran buku ‘Anti-mainstream Bureaucracy’ di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Sudaryono mengatakan, bahwa Kementan hanya berperan dalam memberikan bantuan teknis, seperti pengurusan birokrasi, perizinan, dan penyediaan lahan untuk perusahaan yang ingin mendatangkan sapi perah ke Indonesia.
Keputusan mengenai asal sapi dan pengelolaannya sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab perusahaan atau pengusaha yang berinvestasi.
Sudaryono juga menyebutkan bahwa hingga saat ini, sudah ada sekitar 46 perusahaan yang menyatakan komitmennya untuk menjadi mitra pemerintah dalam impor sapi perah. Perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari perusahaan lokal dan koperasi, dengan komitmen jumlah impor yang bervariasi. Ada yang berkomitmen mengimpor mulai dari ribuan hingga ratusan ribu ekor sapi.
“Sekitar 46 perusahaan sudah menyatakan komitmen, dengan jumlah yang bervariasi. Ada yang komitmen untuk mengimpor 100.000 ekor, ada yang 50.000, bahkan ada yang hanya 5.000 ekor. Perusahaan lokal maupun koperasi juga ikut serta dalam program ini,” ungkap Sudaryono.
Hingga saat ini, total komitmen impor sapi perah yang telah diajukan mencapai 1,3 juta ekor. Meski begitu, Sudaryono menegaskan bahwa sapi-sapi tersebut belum tiba di Indonesia, melainkan masih dalam tahap komitmen dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Sebagai bagian dari program pemerintahan Prabowo-Gibran, pemerintah melalui Kementerian Pertanian berencana untuk membuka impor sapi perah dalam jumlah besar. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi susu domestik demi mendukung program Makan Siang Bergizi Gratis, yang menjadi salah satu program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda, pemerintah menargetkan impor sapi perah mencapai 1 juta ekor dalam lima tahun ke depan.
“Impor sapi perah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan susu domestik. Saat ini, 80 persen kebutuhan susu nasional masih bergantung pada impor,” kata Agung Suganda di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Sabtu, 7 September 2024.
Program distribusi susu gratis merupakan bagian dari program Makan Bergizi Gratis, yang menyasar anak-anak di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga pesantren.
Program ini diharapkan dapat menjangkau sekitar 82 juta anak Indonesia, yang akan membutuhkan sekitar 40 juta liter susu.
Kebutuhan minimal untuk mendukung produksi susu nasional diperkirakan mencapai 2,5 juta ekor sapi perah. Oleh karena itu, pemerintah membuka impor sapi perah untuk mencapai target tersebut, dengan rencana impor sebanyak 1 hingga 1,5 juta ekor sapi.
Jika rencana ini direalisasikan, program makan siang dan susu gratis akan disalurkan langsung kepada siswa pra-sekolah hingga tingkat SMA. Harapannya, program ini akan membantu meningkatkan gizi anak-anak dan memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya dalam hal penyediaan susu bagi masyarakat. (*)