KABARBURSA.COM - Reli rupiah diprediksi akan terhenti. Hal ini diamati dari keberlanjutan reli mata uang negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), yang baru-baru ini mengindikasikan pelemahan. Dan sepertinya hal itu akan terjadi segera.
BCA Research memperingatkan bahwa reli baru-baru ini dalam mata uang negara-negara Asia Tenggara mungkin tidak akan bertahan lama. Mereka menyoroti bahwa dukungan fundamental ekonomi saat ini minim, dan menyusutnya pesanan ekspor global bisa mengarah pada pelemahan mata uang ASEAN terhadap dolar AS.
Menurut laporan tersebut, perbedaan suku bunga kebijakan antara negara-negara ASEAN dan AS tidak secara signifikan mempengaruhi nilai mata uang ASEAN. Dalam periode ketidakpastian global (risk-off), BCA memperkirakan ringgit Malaysia dan baht Thailand akan menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan mata uang pasar berkembang lainnya, berkat status mereka sebagai negara net creditor.
Sebaliknya, peso Filipina dan rupiah Indonesia mungkin mengalami performa yang lebih buruk karena keduanya adalah negara net debtor. Posisi utang yang besar dapat membuat mata uang negara-negara ini lebih rentan terhadap ketidakpastian ekonomi.
Secara keseluruhan, laporan tersebut menunjukkan bahwa penguatan nilai mata uang ASEAN saat ini mungkin bersifat sementara dan tidak didukung oleh indikator ekonomi fundamental yang mendasarinya.
Rupiah Ditutup Lemah
Pada Senin, 2 September 2024, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan, ditutup pada level Rp 15.525 per dolar AS, turun 0,45 persen dari penutupan sebelumnya yang tercatat di Rp 15.455 per dolar AS. Jisdor BI juga menunjukkan pelemahan sekitar 0,40 persen, berada di level Rp 15.536 per dolar AS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan ini termasuk ketidakpastian mengenai kebijakan suku bunga Federal Reserve (Fed) dan lonjakan imbal hasil obligasi AS. Ekspektasi pemangkasan suku bunga Fed sebesar 50 basis poin untuk pertemuan 18 September mendatang menurun menjadi 33 persen, sementara ekspektasi pemangkasan sebesar 25 basis poin meningkat menjadi 67 persen. Penurunan ekspektasi ini terkait dengan laporan pekerjaan AS yang menunjukkan kenaikan jumlah pekerjaan dan penurunan tingkat pengangguran, yang memperkuat indeks dolar.
Selain itu, aktivitas manufaktur di China mengalami penurunan ke level terendah dalam enam bulan, memperburuk sentimen pasar. Di sisi domestik, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 48,9 pada Agustus 2024, dari 49,3 pada bulan sebelumnya, mengindikasikan kontraksi yang lebih dalam. Penurunan permintaan ekspor dan tantangan pengiriman global juga menambah tekanan pada nilai tukar rupiah.
Dalam perdagangan besok, Ibrahim Assuaibi dari PT Laba Forexindo Berjangka memprediksi bahwa rupiah kemungkinan akan ditutup melemah di rentang Rp 15.510 hingga Rp 15.590 per dolar AS. Lukman Leong, pengamat mata uang, memperkirakan rupiah akan bergerak dalam konsolidasi dengan kecenderungan melemah terbatas, di rentang Rp 15.500 hingga Rp 15.600 per dolar AS.
Sinyal Pemangkasan Suku Bunga AS Menguat
Sinyal-sinyal optimis terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (Fed) semakin menguat, setelah pernyataan dari Gubernur Bank Sentral San Francisco, Mary Daly, dan Ketua The Fed, Jerome Powell. Daly menegaskan bahwa waktunya untuk penyesuaian kebijakan telah tiba, dan Powell juga menunjukkan keyakinan bahwa inflasi akan turun menuju target 2 persen, menyiratkan bahwa pemangkasan suku bunga mungkin akan dilakukan pada pertemuan Fed pada 17-18 September 2024.
Suku bunga AS saat ini berada di kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen. Powell memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga kemungkinan akan dilakukan sekitar tujuh minggu sebelum Pemilu AS pada November 2024. Sementara itu, pasar saham AS mencatatkan performa positif pekan lalu, dengan Indeks S&P 500 naik 1,45 persen dan imbal hasil UST 10Y turun dari 3,88 persen menjadi 3,80 persen.
Di sisi lain, pasar saham Asia bergerak bervariasi, dengan pasar di China, Korea Selatan, dan Taiwan ditutup lebih rendah, sementara pasar di Jepang, Hong Kong, dan ASEAN menunjukkan performa yang lebih baik. Pasar ASEAN, termasuk Indonesia, mendapat dorongan positif dari ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan arus dana asing yang meningkat.
Di pasar saham Indonesia, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar IDR8,2 triliun, mendorong indeks IDX80 naik 1,77 persen. Pasar obligasi juga menguat, dengan imbal hasil SBN 10Y turun dari 6,72 persen menjadi 6,64 persen. Nilai tukar rupiah menguat 1,27 persen terhadap USD, ditutup di level Rp 15.490. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga pada 6,25 persen, dengan kemungkinan penurunan suku bunga di akhir tahun masih ada.
Defisit transaksi berjalan Indonesia melebar pada kuartal kedua 2024 menjadi USD3 miliar, atau 0,9 persen dari PDB, dibandingkan dengan USD2,4 miliar pada kuartal pertama 2024.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.