KABARBURSA.COM - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia masih rendah.
Data Susenas terkait tingkat kebahagiaan pada Januari 2022 mengungkapkan kelompok usia 25-40 tahun menjadi kelompok usia yang paling bahagia. Sedangkan kelompok usia 60 tahun menjadi kelompok yang tidak bahagia.
Wakil Ketua Center for Sustainable Economic Development (CSED) INDEF Murniati Mukhlisin mengatakan penyebab utama dari rendahnya tingkat kebahagiaan Indonesia disebabkan masalah ekonomi.
"Dari status perkawinan, status menikah adalah yang paling bahagia, cerai hidup yang paling tidak Bahagia. Kasus paling tinggi perceraian karena masalah ekonomi dan motif cerai disebakan karena judi online dan pinjol," kata Murniati dalam keterangan resmi, Senin, 30 Desember 2024.
Lebih lanjut, dia mengatakan tantangan terbesar yang menyebabkan banyak masyarakat Indonesia terjebak dalam masalah ekonomi adalah karena rendahnya literasi dan inklusi keuangan, khususnya dalam sektor keuangan syariah.
Padahal, menurut dia literasi ekonomi syariah sangat mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Meski optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi 2025 cukup tinggi dengan proyeksi di angka 5,0-5,3 persen, sementara rendahnya literasi syariah menjadi tantangan besar.
Indeks Literasi Keuangan
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, Murniati mencatat bahwa indeks literasi keuangan Indonesia hanya mencapai 65,43 persen, dengan literasi keuangan syariah jauh lebih rendah, yakni 39,11 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik konsep dan manfaat keuangan syariah.
"Padahal, keuangan syariah berpotensi memberikan solusi bagi masalah ekonomi dan sosial, terutama bagi mereka yang menghindari praktik riba dan spekulasi,” kata Murniati.
Dalam hal inklusi keuangan, Indonesia mencatatkan angka sebesar 75,02 persen, namun literasi keuangan syariah tercatat sangat rendah, yakni hanya 12,88 persen.
Murniati menekankan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam hal kebahagiaan, peningkatan pendapatan menjadi hal yang sangat penting.
“Pendekatan syariah, dengan menekankan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan, dapat membantu mengurangi faktor-faktor penyebab perceraian, seperti masalah ekonomi, riba, judi, dan investasi yang merugikan,” jelasnya.
Mencegah Judi Online
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ada hubungan erat antara teknologi finansial (fintech) dengan berbagai kasus perjudian online (judol) dan pinjaman online yang marak terjadi di Indonesia dan menjadi penyebab tingkat kebahagiaan rendah.
Menurut dia, banyaknya masyarakat Indonesia yang ‘candu” terhadap judi online karena minimnya integrasi antara literasi keuangan dengan digital.
Dia pun menyinggung kurikulum pendidikan di Indonesia yang sangat minim memberikan pemahaman keterkaitan literasi keuangan dengan dunia digital.
“Sayangnya, pelajaran tentang literasi keuangan dan digital belum terintegrasi dengan baik dalam sistem pendidikan kita. Hal ini mengakibatkan banyaknya pelajar ketika lulus mereka gagap dalam memahami literasi keuangan digital,” kata Nailul kepada Kabar Bursa beberapa waktu lalu.
Menurut Nailul, hal tersebut yang menyebabkan banyaknya masyarakat Indonesia terjerumus dalam judi online.
“Apalagi judi online mudah diakses oleh siapa saja, bahkan oleh individu yang tidak punya penghasilan tetap juga bisa mengakses,” ujar Nailul.
Dia mengingatkan, kondisi ini berisiko pada penyalahgunaan teknologi finansial oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Pelajar yang mulai masuk dunia digital cenderung lebih rentan, karena prosesnya yang sangat mudah dan praktis. Hal ini membuka peluang bagi individu atau kelompok tertentu untuk memanfaatkan mereka dalam praktik perjudian online,” tegas Nailul.
Ia mendorong agar literasi keuangan dan digital tidak hanya diberikan sebagai bagian dari event atau bulan literasi saja, tetapi diintegrasikan secara terus-menerus dalam pembelajaran di sekolah.
Menurut Nailul, langkah ini sangat penting untuk mencegah dampak buruk terhadap generasi muda, dan mengurangi potensi penyalahgunaan teknologi yang berujung pada praktik judi online.
“Harusnya ada integrasi pelajaran tentang literasi keuangan dan digital dalam pembelajaran di sekolah, tidak hanya ketika ada event atau bulan literasi saja,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Surahman Hidayat menyebutkan bahwa Indonesia kini dalam kondisi darurat judi online.
Berdasarkan data PPATK, perputaran uang dari aktivitas judi online di Indonesia terus mengalami lonjakan signifikan setiap tahunnya. Pada 2021, perputaran uang judi online tercatat sebesar Rp57,81 triliun.
Angka ini melonjak 80,63 persen pada 2022 menjadi Rp104,42 triliun. Peningkatan yang lebih drastis terjadi pada 2023, dengan angka transaksi judi online melonjak hingga 213,21 persen, dan pada 2024 tercatat mencapai Rp327,05 triliun.
“Perputaran uang yang sangat besar ini jelas menunjukkan bahwa judi online telah menjadi ancaman serius bagi perekonomian negara. Lonjakan angka transaksi ini harus segera ditangani dengan serius,” kata Surahman dalam pernyataannya.