Logo
>

Pengelola Anggaran Makan Siang Gratis Bernama Badan Gizi

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pengelola Anggaran Makan Siang Gratis Bernama Badan Gizi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, pengelolaan anggaran untuk Program Makan Gratis sebesar Rp71 triliun akan diserahkan kepada sebuah badan baru bernama Badan Gizi.

    Kepastian ini disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, dalam wawancara eksklusif mengenai RAPBN 2025 dan Nota Keuangan, sebagaimana dikutip dalam keterangan pers Kementerian Keuangan pada Sabtu 17 Agustus 2024.

    Menurut Thomas, pemerintah akan melanjutkan dua program prioritas nasional melalui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025, yakni pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Program Makan Bergizi Gratis dari presiden terpilih.

    “Semua program ini akan dilanjutkan tanpa ada yang diprioritaskan lebih tinggi dari yang lainnya,” tegas Thomas.

    Thomas menambahkan, untuk program Makan Gratis, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp71 triliun yang akan dikelola oleh Badan Gizi.

    Thomas menjelaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), dengan efek berlapis yang diharapkan dapat merangsang ekonomi secara keseluruhan.

    Secara garis besar, Thomas menyebutkan lima faktor utama yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi 2025: konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah berkualitas, peningkatan investasi, ekspor yang lebih baik, serta transformasi ekonomi.

    “Transformasi ekonomi sangat penting, terkait dengan peningkatan daya saing, produktivitas, ketahanan pangan, energi, industri hijau, serta pengembangan sektor elektronik dan digital,” tambah Thomas.

    Dia juga menyoroti perlunya kewaspadaan terhadap risiko geopolitik dan ekonomi global, seperti konflik di Ukraina dan Rusia, ketegangan di Timur Tengah, serta ketidakstabilan ekonomi dunia.

    “Risiko-risiko ini harus dipantau dengan seksama, tetapi yang lebih penting adalah ketahanan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi kita diperkirakan mencapai 5,2 persen tahun depan, menunjukkan kekuatan dan ketahanan ekonomi yang baik,” kata Thomas.

    Polemik Gizi

    Salah satu klaim yang diutarakan oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran adalah bahwa program makan siang gratis ini akan memanfaatkan produksi pangan dari petani lokal, bukan dari impor. Namun, Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, justru menyuarakan kekhawatiran yang sebaliknya. Ia menilai kapasitas produksi pangan Indonesia saat ini belum memadai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik.

    “Tanpa peningkatan produksi pangan yang signifikan, program ini kemungkinan besar akan bergantung pada impor,” ujar Said. “Saat ini, kebutuhan harian kita belum sepenuhnya bisa dipenuhi. Susu, ikan, dan daging masih mengandalkan impor. Bahkan beras pun, dalam kondisi saat ini, sulit untuk mencukupi kebutuhan konsumsi yang normal.”

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa produksi beras Indonesia pada tahun 2023 menyusut menjadi 30,89 juta ton, sementara konsumsi mencapai 35,3 juta ton. Hampir separuh dari kebutuhan daging sapi nasional, yang mencapai 500.000 ton per tahun, juga dipenuhi melalui impor. Selain itu, produksi susu segar domestik hanya mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,4 juta ton pada 2022.

    Belakangan ini, pemerintah terpaksa mengimpor 600.000 ton beras untuk menutupi defisit produksi domestik, yang telah menyebabkan lonjakan harga beras.

    Situasi ini, kata Said, menunjukkan bahwa pemerintah masih menghadapi tantangan besar untuk mencapai kedaulatan pangan dan agar program ini tidak bergantung pada impor.

    TKN sebelumnya menyebutkan rencana melibatkan 10.000 desa dalam produksi padi untuk program ini, serta 20.000 desa lainnya untuk peternakan ayam, penggemukan sapi, penyediaan ikan, dan komoditas pangan lainnya.

    Namun, mewujudkan rencana tersebut bukanlah hal yang mudah. Hal ini memerlukan waktu serta kebijakan yang mendukung. Saat ini, jumlah petani di Indonesia terus menurun dari 31,27 juta pada 2013 menjadi 29,36 juta pada 2023. Di samping itu, jumlah petani gurem—yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare—justru meningkat. Produktivitas pertanian masih rendah, ditambah dengan tantangan perubahan iklim, kekeringan, dan lonjakan biaya produksi.

    “Kita tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan pangan dalam negeri tanpa diiringi dengan program peningkatan sektor pertanian. Sayangnya, saya tidak melihat adanya program pertanian dalam visi-misi mereka,” jelas Said.

    Permasalahan besar terkait pasokan pangan ini dapat menyebabkan ketergantungan pada impor, yang berpotensi menekan petani, peternak, dan nelayan serta rentan terhadap kepentingan bisnis tertentu. Jika pemerintah memutuskan untuk menggunakan bahan pangan lokal, ada risiko kenaikan harga jika suplai terbatas dan tidak diimbangi dengan diversifikasi pangan.

    “Kalau ini terjadi, hukum supply and demand akan berlaku. Kontrak yang sudah terikat dapat menggerus ketersediaan pangan di pasar, sehingga harga akan meningkat,” kata Said. “Apa artinya program ini berhasil jika sektor pertanian kita ambruk? Program investasi pada anak-anak penting, tetapi jangan sampai mengorbankan kedaulatan pangan.”

    Said juga menekankan pentingnya memasukkan komoditas pangan lokal dalam program ini. Saat ini, komoditas lokal belum disebutkan dalam rencana implementasi oleh kubu Prabowo-Gibran. “Di Nusa Tenggara Timur, misalnya, apakah makan siang benar-benar menggunakan beras, atau bisa diganti dengan komoditas lokal seperti sorgum dan kelor yang kaya vitamin?” tanyanya.

    Pemerintah perlu mempertimbangkan pasokan lokal secara menyeluruh. Jika bahan pangan tersentralisasi dalam volume besar, mekanisme rantai pasok di daerah yang tidak memproduksi beras akan menjadi tantangan besar.

    Persoalan ‘Empat Sehat Lima Sempurna’

    Budiman Sudjatmiko dalam pernyataannya menyebutkan bahwa program makan siang gratis ini mengacu pada komposisi ‘Empat Sehat Lima Sempurna’ yang diperkenalkan sejak tahun 1952. Namun, Olivia Herlinda dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai bahwa konsep tersebut kini sudah tidak relevan. Konsep tersebut menekankan konsumsi nasi, lauk, sayur, buah, dengan susu sebagai penyempurna.

    Kementerian Kesehatan telah mengubah pedoman tersebut menjadi pedoman gizi seimbang, yang menekankan konsumsi makanan dengan zat gizi yang sesuai kebutuhan tubuh. “Susu tidak lagi dianggap sebagai penyempurna yang esensial. Dalam pedoman baru, susu bisa digantikan dengan sumber protein lain,” jelas Olivia.

    CISDI juga khawatir program ini akan berakhir menjadi ajang penyaluran produk kemasan dan pangan olahan tanpa memperhatikan kebutuhan gizi dan kadar nutrisi. “Termasuk jika susu kemasan menjadi bagian dari program ini, padahal susu seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan diet masyarakat Indonesia yang mayoritas intoleran laktosa,” tambah Olivia.

    CISDI menyatakan ketidaksetujuan jika program makan siang gratis ini menjadi prioritas pemerintahan selanjutnya untuk meningkatkan kualitas SDM. Pelaksanaan program ini dinilai kompleks dan rawan korupsi, serta mungkin tidak menyentuh akar masalah gizi yang perlu penyelesaian lintas sektor. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi