KABARBURSA.COM - Warga Negara Indonesia (WNI) yang hendak mengirim atau membawa barang pindahan dari luar negeri tidak perlu khawatir akan dikenakan pungutan bea masuk. Sebab, pengiriman atau pembawaan barang pindahan dari luar negeri bisa dilakukan tanpa dikenakan bea masuk.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Encep Dudi Ginanjar, menjelaskan bahwa WNI dapat memperoleh pembebasan bea masuk untuk barang pindahan mereka sendiri.
Barang pindahan ini meliputi keperluan rumah tangga milik WNI yang sebelumnya berdomisili di luar negeri dan kini dibawa pindah ke Indonesia.
“Syaratnya, barang-barang tersebut telah digunakan sebelumnya dan akan tetap digunakan setelah tiba di Indonesia, bukan untuk tujuan komersial, dan bukan termasuk kendaraan bermotor,” kata Encep, Jumat, 12 Juli 2024.
Aturan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Pindahan.
Fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang pindahan hanya dapat diminta oleh PNS/anggota TNI/Polri, pelajar/mahasiswa, tenaga kerja, serta WNI yang telah bekerja di luar negeri minimal selama satu tahun, atau WNA yang telah bekerja di Indonesia minimal selama satu tahun.
Proses untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas barang pindahan meliputi pengajuan pemberitahuan pabean impor (PIBK) dengan melampirkan dokumen seperti bill of lading (untuk kapal) atau airway bill (untuk pesawat), packing list, paspor, dan boarding pass.
“Barang pindahan harus tiba bersamaan dengan penumpang atau dikirim maksimal tiga bulan sebelum atau setelah kedatangan penumpang. Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang-barang tersebut,” tuturnya.
Apabila semua persyaratan terpenuhi, dokumen lengkap, dan barang dinyatakan aman, maka akan diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) untuk memungkinkan pengeluaran barang tanpa pungutan bea masuk.
Encep menegaskan bahwa untuk barang pindahan seperti handphone (HP), komputer, dan tablet (HKT), harus mematuhi syarat Lartas (Larangan, Pembatasan, dan Tata Cara), tidak dimasukkan ke dalam kemasan barang pindahan, dan harus dimasukkan dalam daftar surat keterangan pindah serta rincian barang yang telah ditandatangani oleh Perwakilan RI di negara asal.
Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, barang tersebut akan dikategorikan sebagai barang kiriman atau barang bawaan penumpang. Aturan terkait barang bawaan penumpang mengacu pada ketentuan dalam PMK 203/PMK. 04/2017, sedangkan untuk barang kiriman mengacu pada PMK Nomor 96 Tahun 2023 jo. PMK Nomor 111 Tahun 2023.
Encep menambahkan bahwa kebijakan pembebasan bea masuk ini merupakan bagian dari upaya Bea Cukai untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga stabilitas ekonomi.
“Kami sangat menghargai kritik dan saran dari masyarakat untuk meningkatkan kebijakan ke depannya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui akun media sosial resmi kami atau melalui pusat kontak layanan Bravo Bea Cukai 1500225,” jelas Encep dalam keterangan tertulis pada Jumat, 12 Juli 2024.
Bea Masuk Barang dari China
Sementara itu, pemerintah diminta harus jelas dalam menerapkan bea masuk 200 persen untuk barang China.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan pemerintah harus detail memilih produk yang menerapkan produk ini.
“Lalu yang lain juga adalah produk apa yang secara detail akan dikenakan 200 persen? (Produk) yang mana? Karena ini kan perlu dikaji, tidak ambil generalisasi saja,” ujar Faisal kepada Kabar Bursa, Sabtu 6 Juli 2024.
Menurut Faisal, pemerintah harus berhati-hati dalam memimplementasi peraturan ini karena kebijakan memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap produk satu dengan yang lainnya.
“Maksudnya adalah ingin menekan produk impor, misal produk tekstil, tapi nanti malah membuat masalah ke produk-produk yang lain,” jelasnya.
“Yang mungkin mereka terkena secara tidak sengaja, mereka butuh barang dari impor kemudian dikenakan 200 persen ini kan sering terjadi sebelumnya salah sasaran, ini yang kemudian memberikan reaksi juga pada Industri,” tambah dia.
Jadi, kata Faisal, pemerintah harus melihat, dikaji, dan tidak terburu-buru menerapkan kebijakan ini agar tidak salah sasaran.
Wacana pengenaan bea masuk sebesar 200 persen terhadap produk impor asal China menuai berbagai reaksi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia angkat bicara, menyampaikan sejumlah masukan kritis kepada pemerintah.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengimbau agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta kementerian/lembaga terkait melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan dalam penyusunan kebijakan tersebut.
Menurut Yukki, keterlibatan ini krusial guna penyempurnaan kebijakan dan mengantisipasi dampak yang mungkin timbul.
“Kadin Indonesia menghimbau agar Kementerian Perdagangan juga K/L terkait dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog dalam proses penyusunan dan finalisasi kebijakan ini, guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari,” ujarnya. (*)