KABARBURSA.COM - Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lourda Hutagalung menyebut, pemerintah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu menentukan langkah dan tindakan nyata yang efektif-efisien untuk mengoptimalkan potensi health tourism, khususnya pada industri wellness.
Kendati begitu, Agnes menyebut bahwa saat ini pemerintah telah melengkapi sejumlah fasilitas yang dibutuhkan untuk mendorong industri wellness tourism alias low hanging fruit yang ada, easily wellness tourism yang bisa menghasilkan lebih dari Rp80 triliun nilai ekonomi.
“Kalau melihat jumlah fasilitas yang sudah ada, alias low hanging fruit yang ada, easily wellness tourism bisa menghasilkan lebih dari Rp80 triliun nilai ekonomi. Ada pasar domestik dan internasional yang tersedia. Captive ya,” kata Agnes saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 24 Oktober 2024.
Mengutip laporan dari The Global Wellness Economy: Indonesia yang dirilis pada tahun 2023, mengungkap pasar wellness dalam negeri tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan nilai mencapai Rp400 triliun pada tahun 2022.
Sementara menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), wellness tourism merupakan bagian dari ekosistem wellness economy, dengan personal care dan beauty sebagai kontributor terbesar. Secara global menghasilkan USD435,7 miliar Amerika Serikat (AS) pada 2020 dan diproyeksikan mencapai USD1.127 miliar pada 2025 dengan CAGR 20,9 persen.
Kendati begitu, Agnes tak menampik ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan di pemerintahan Prabowo. Dalam hal ini, dia menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu membangun satu Direktur Jenderal yang khusus pada sektor tersebut.
“Kemenkes agar difokuskan ke tujuan ini. Ada satu Dirjen yang ditunjuk untuk urusan ini. Ada beberapa regulasi yang dari dulu dimintakan PAR (Participatory Action Research) untuk beresin, tapi nggak direspons. Promosi yang serius,” ungkapnya
Agnes juga mencatat langkah yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengoptimalkan industri wellness dalam negeri. Pertama, dia menilai pemerintah perlu menjadikan wellness tourism sebagai program prioritas kesehatan preventif-promotif-rehabilitatif.
“Jadikan wellness tourism sebagai program prioritas kesehatan preventif-promotif-rehabilitatif yang tidak hanya menekan biaya BPJS, tapi juga potensi pendapatan negara dari dalam dan luar negeri,” jelasnya.
Kedua, Agnes meminta Menteri Pariwisata (Menpar) baru segera menandatangani draft regulasi ihwal wellness tourism yang di tahun sebelumnya tidak pernah disentuh. Ketiga, dia juga menilai pemerintah perlu serius menyelesaikan pendidikan dan sertifikasi profesi serta sertifikat usaha bidang tersebut.
“Keempat, fasilitasi image centre wellness Indonesia di dalam dan luar negeri dengan kemudahan-kemudahan yang menggairahkan para stakeholder terkait. Kelima, kolaborasi dengan stakeholder yang tepat,” tutupnya.
Wisata Kesehatan RI Tertinggal dari Malaysia
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari menyebut, Malaysia menjadi negara dengan perjalanan wisata kesehatan paling tinggi di kawasan Asia-Pasifik yang disusul oleh Thailand. Sementara Indonesia, tutur dia, masih jauh dari pemanfaatan potensi wisata kesehatan.
Diketahui, Dewan Perjalanan Kesehatan Malaysia (MHTC), mencatat Indonesia menjadi negara asal tertinggi yang menyumbang perjalanan wisatawan kesehatan di Malaysia pada tahun 2023.
Dikutip dari laporan The Edge Malaysia, Negeri Jiran itu mencatat lebih dari satu juga kedatangan wisatawan kesehatan di tahun 2023 atau naik 15 persen dibandingkan tahun 2022 sebanyak 850.000. Wisatawan kesehatan Indonesia sendiri menyumbang sekitar 70 hingga 80 persen dari total perjalanan wisata kesehatan di Malaysia tahun 2024.
“Negara Malaysia (tertinggi). Nomor dua adalah negara Thailand. Bukan kita (Indonesia), bukan Singapura. Kita jauh dari health tourism ini,” kata Azril saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 24 Oktober 2024.
Azril menuturkan, Indonesia sendiri masih jauh dari wisata kesehatan lantaran pemerintah sendiri tidak menyadari potensi tersebut. Menurutnya, pemerintah masih memandang ilmu gastronomi sebagai alat diplomasi. Padahal, melalui aspek gastronomi Indonesia memiliki potensi mengembangkan wisata kesehatan.
“Kita kan terkenal dengan jalur rempah. Nah, jalur rempah itu kan wisatawan. Karena kita dijajah sampai orang Portugis sama Spanyol. Tahun abad 1511. Belanda 1602 oleh VOC. Coba bayangkan potensinya sangat (besar). Tapi tidak pernah dikemas dengan baik. Health tourism itu dari gastronomi,” jelasnya.
Dari keanekaragaman rempah yang dimiliki Indonesia, tutur Azril, dapat memacu pengembangan wisata kesehatan lebih baik. Dia mencontohkan olahan yang menghasilkan kandungan probiotik, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan probiotik melalui makanan menjadi obat-obatan.
Padahal, kata Azril, pengembangan wisata kesehatan melalui pendekatan gastronomi di Malaysia sebagian besar berasal dari Indonesia. Menurutnya, Malaysia mengambil bahan makanan yang berasal dari Bengkalis hingga Meranti.
“Malaysia sudah dilirik padahal bahannya semuanya dari Indonesia. Dari Bengkalis, dari Meranti,” ungkapnya.
Karenanya, Azril menegaskan, pemerintah mestinya tidak melihat gastronomi hanya sekadar diplomasi, melainkan juga memiliki potensi di sektor kesehatan. Sementara saat ini, Azril sendiri mengaku hendak melakukan uji klinis terkait potensi wisata kesehatan bersama Perhimpunan Kedokteran Pariwisata Indonesia (Perkedwi).
Azril juga mengungkap beberapa sektor yang hendak didorong dalam health tourism, diantaranya medical tourism yang tengah disiapkan pemerintah di Rumah Sakit Internasional Bali; wellness tourism; dan geronto tourism untuk orang-orang lanjut usaha.
“Sudah berapa puluh tahun yang lalu saya ngomong. Mulai 2008 saya sudah selalu ngomong seperti ini. Tapi (pemerintah) tidak ada yang paham. Karena tidak paham ini lah. Pariwisata kita yang kayak begini,” tutupnya. (*)