KABARBURSA.COM - Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) dari 6 persen menjadi 5,75 persen disambut positif oleh pelaku industri perbankan. Pengamat Ekonomi Paul Sutaryono, menyebut langkah ini sebagai “kado istimewa” bagi sektor perbankan nasional di awal tahun 2025.
Paul menilai, penurunan suku bunga tersebut didorong oleh rendahnya inflasi yang tercatat sebesar 1,57 persen hingga akhir Desember 2024. Angka ini jauh di bawah target inflasi 2,5±1 perse yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024.
Menurutnya, kebijakan ini juga menjadi instrumen penting dalam menahan laju kenaikan harga kebutuhan pokok yang dipicu oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 peraen menjadi 12 persen
“Sudah barang tentu hal itu menjadi salah satu instrumen untuk mengerem harga kebutuhan pokok. Adalah tugas pemerintah untuk mengendalikan harga tersebut dengan menyediakan kecukupan barang dan kelancaran pengiriman,” ujar Paul saat dihubungi Kabarbursa.com melalui telepon, Kamis 16 Januari 2025.
Paul menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sangat diharapkan, setidaknya sebesar 1 persen. Penurunan suku bunga ini diharapkan turut menurunkan suku bunga kredit perbankan karena biaya dana (cost of fund) menjadi lebih rendah. Kondisi ini berpotensi memperlonggar likuiditas perbankan, sehingga penyaluran kredit dapat lebih optimal.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Arianto Muditomo, menilai keputusan BI ini sebagai strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Penurunan suku bunga diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman, meningkatkan konsumsi rumah tangga, memperbesar investasi, dan memperkuat penyaluran kredit perbankan. Ia menyebut sektor properti, otomotif, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan ini.
Namun, Arianto juga mengingatkan adanya risiko yang perlu diwaspadai. Penurunan suku bunga dapat mengurangi daya tarik aset berbasis rupiah, sehingga berpotensi memicu arus keluar modal asing dan menekan nilai tukar rupiah. Apalagi, prospek penguatan dolar AS pasca-pelantikan Presiden Donald Trump, yang diiringi ekspektasi kebijakan fiskal ekspansif di Amerika Serikat, semakin memperbesar tekanan terhadap rupiah.
“Dengan nilai tukar rupiah yang sudah lemah terhadap dolar AS, risiko tekanan inflasi impor meningkat. Apalagi, prospek penguatan dolar AS pasca-pelantikan Trump, didorong ekspektasi kebijakan fiskal ekspansif di AS, dapat memperbesar tekanan terhadap rupiah,” jelas Arianto.
Dia juga menekankan bahwa dampak positif kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat tidak akan terasa secara langsung. Namun, bila biaya pinjaman turun, produktivitas meningkat, dan suplai barang di pasar bertambah, harga barang akan terkoreksi turun sesuai hukum ekonomi klasik. Saat itulah daya beli masyarakat diperkirakan akan membaik.
“Dampak pada daya beli masyarakat tidak akan terlihat secara langsung, yaitu bila biaya pinjaman menurun dan produktivitas meningkat serta suplai barang di pasar naik, maka harga turun (hukum ekonomi klasik). saat itulah daya beli masyarakat akan meningkat,” tutup Arianto.
Saham-saham Perbankan Sangat Menarik
Saham beberapa emiten perbankan besar mencatatkan peluang pergerakan menarik dalam waktu dekat.
BBNI (PT Bank Negara Indonesia Tbk)
Saham BBNI disarankan untuk posisi beli spekulatif (speculative buy) dengan level support di Rp4.300. Apabila harga saham terkoreksi hingga menembus level Rp4.190, disarankan untuk keluar dari posisi guna meminimalkan risiko.
Namun, jika harga mampu bertahan di atas Rp4.300, BBNI memiliki potensi menguat menuju target harga di rentang Rp4.520 hingga Rp4.630 dalam jangka pendek.
BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk)
Saham BBRI juga mendapat perhatian khusus dengan level support di Rp4.000. Investor diimbau untuk melakukan cut loss jika harga turun di bawah Rp3.910.
Sebaliknya, bila harga bertahan di atas Rp4.000, saham ini berpeluang menuju target harga Rp4.180 hingga Rp4.270 dalam waktu dekat.
BMRI (PT Bank Mandiri Tbk)
BMRI menunjukkan potensi penguatan dengan rekomendasi speculative buy pada level support Rp5.625. Jika harga saham terkoreksi hingga menembus Rp5.500, investor disarankan untuk melakukan cut loss.
Namun, apabila harga tetap bertahan di atas Rp5.625, BMRI berpotensi bergerak menuju kisaran Rp5.875 hingga Rp6.000 dalam jangka pendek.
BRIS (PT Bank Syariah Indonesia Tbk)
Saham BRIS juga direkomendasikan untuk speculative buy dengan level support di Rp2.690. Jika harga melemah di bawah Rp2.630, investor disarankan untuk memotong posisi guna menghindari kerugian lebih lanjut.
Sebaliknya, apabila harga bertahan di atas Rp2.690, BRIS memiliki peluang menguat menuju level Rp2.810 hingga Rp2.870 dalam waktu singkat.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.