KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar Amerika Serikat mencatat penurunan signifikan pada perdagangan Kamis, 24 April 2025, setelah harapan yang sempat muncul mengenai meredanya ketegangan perdagangan dengan China kembali memudar.
Pelemahan ini terjadi hanya sehari setelah dolar menguat akibat pernyataan Presiden Donald Trump yang menarik kembali ancaman terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell, dan menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap China.
Sikap Trump yang berubah pada Rabu sebelumnya sempat memberikan angin segar ke pasar, mendorong aset-aset Amerika termasuk dolar untuk menguat. Namun, pada Kamis, sentimen itu berubah drastis ketika pihak otoritas China menyampaikan bahwa tidak ada negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung dengan Washington.
Pernyataan tersebut disertai desakan agar Amerika Serikat mencabut seluruh tindakan tarif sepihak jika memang berniat menyelesaikan sengketa dagang.
Klarifikasi dari China ini mengembalikan ketidakpastian di pasar, membuat investor menilai bahwa belum ada kemajuan berarti dalam perundingan perdagangan bilateral. Presiden Trump tetap mengklaim bahwa pembicaraan sedang berlangsung, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai siapa yang terlibat dalam pertemuan tersebut. Ketidakjelasan ini memperkuat persepsi bahwa jurang perbedaan persepsi antara AS dan China terkait perdagangan masih sangat lebar.
Akibat perkembangan ini, indeks dolar mengalami tekanan. Dolar melemah 0,54 persen terhadap yen Jepang, dengan kurs bergerak ke posisi 142,700. Meski demikian, posisi ini masih berada di atas angka psikologis 140 yang sempat ditembus minggu sebelumnya.
Sepanjang bulan April, dolar tercatat sudah turun sebesar 4,8 persen, menjadikannya penurunan bulanan terbesar sejak November 2022. Penurunan tajam ini juga menandai awal tahun terburuk bagi dolar terhadap sekeranjang mata uang utama sejak dekade 1970-an, berdasarkan data dari LSEG.
Salah satu faktor tambahan yang mempengaruhi sentimen terhadap dolar adalah hubungan antara Gedung Putih dan Federal Reserve. Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Trump melontarkan kritik terbuka terhadap Ketua The Fed Jerome Powell karena enggan memangkas suku bunga tanpa dasar data ekonomi yang mendukung. Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan mengenai stabilitas kebijakan moneter dan independensi bank sentral.
Di sisi lain, franc Swiss mencatat penguatan tajam, didorong oleh arus modal yang mengalir ke aset safe haven. Mata uang tersebut mencapai posisi terkuatnya terhadap dolar dalam lebih dari satu dekade, dengan kurs bergerak ke level 0,82795 franc per dolar, atau naik 0,33 persen.
Kecenderungan investor untuk mencari aset yang lebih aman terjadi seiring memudarnya optimisme atas resolusi damai dalam sengketa dagang.
Sementara itu, poundsterling Inggris juga mencatat kenaikan sebesar 0,55 persen terhadap dolar AS, berada di posisi USD1,3325. Penguatan ini terjadi di tengah pernyataan Menteri Keuangan Inggris, Rachel Reeves, yang menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah Inggris dapat mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Seluruh perkembangan ini menunjukkan bahwa nilai tukar dolar AS sedang berada dalam tekanan di tengah dinamika geopolitik, ketegangan perdagangan, serta ketidakpastian arah kebijakan fiskal dan moneter. Kondisi tersebut turut menambah volatilitas di pasar valuta asing dan menciptakan lingkungan yang penuh kehati-hatian bagi pelaku pasar global.
Harga Emas dan Minyak Menguat di Tengah Tekanan Terhadap Dolar AS
Penurunan tajam nilai tukar dolar Amerika Serikat mendorong penguatan sejumlah komoditas utama dunia, termasuk emas dan minyak mentah. Pelemahan greenback yang terjadi pada Kamis, 24 April 2025, menjadi katalis penting bagi lonjakan permintaan terhadap aset-aset berbasis dolar, yang secara relatif menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar Amerika Serikat.
Harga emas spot tercatat naik sebesar 1,4 persen menjadi USD3.333,90 per ons pada Kamis malam WIB, sementara emas berjangka Amerika Serikat ditutup menguat 1,7 persen di level USD3.348,60 per ons.
Kenaikan ini menandai pemulihan yang cukup kuat setelah sebelumnya logam mulia tersebut mengalami koreksi tajam lebih dari 3 persen. Aktivitas bargain hunting atau perburuan harga murah juga menjadi faktor pendukung yang memperkuat permintaan terhadap logam mulia sebagai aset lindung nilai.
Di pasar energi, minyak mentah jenis Brent sebagai patokan internasional ditutup menguat 0,7 persen atau naik 43 sen ke posisi USD66,55 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat turut meningkat sebesar 0,8 persen atau 52 sen ke level USD62,79 per barel.
Kenaikan harga minyak mencerminkan respons pasar terhadap pelemahan dolar, serta meningkatnya ketidakpastian geopolitik global.
Pelemahan dolar yang mencapai 4,8 persen sepanjang bulan April ini — penurunan bulanan terbesar sejak November 2022 — memberikan dorongan signifikan pada daya tarik komoditas yang dihargakan dalam mata uang tersebut. Saat dolar melemah, komoditas seperti emas dan minyak biasanya menarik lebih banyak minat dari investor global, karena biayanya menjadi lebih rendah dalam mata uang lokal mereka.
Selain pelemahan dolar, sentimen global terhadap prospek pasokan energi dan ketegangan geopolitik turut mempengaruhi pasar minyak. Ketidakpastian terkait kebijakan ekspor Iran, potensi peningkatan produksi OPEC+, serta kondisi konflik Rusia-Ukraina masih menjadi faktor yang membentuk arah harga minyak mentah di pasar global.
Sementara itu, emas terus memperkuat posisinya sebagai aset safe haven, terutama di tengah ketegangan diplomatik dan ketidakpastian arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Sikap hati-hati Federal Reserve dan hubungan yang belum pulih antara Washington dan Beijing memperkuat persepsi risiko pasar, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan terhadap logam mulia.
Pergerakan komoditas ini mencerminkan tingginya sensitivitas pasar global terhadap fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung mengalihkan dana ke instrumen-instrumen yang lebih stabil atau yang nilainya cenderung naik saat ketidakpastian meningkat, seperti emas dan minyak.(*)