KABARBURSA.COM - Ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global kembali mendorong harga emas melesat tajam. Pada Rabu malam waktu Indonesia, 9 April 2025, logam mulia itu mencatat kenaikan lebih dari 2 persen dan bersiap untuk mencetak hari terbaiknya sejak Oktober 2023.
Kenaikan harga emas ini dipicu oleh arus masuk besar-besaran ke aset safe haven, menyusul eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Harga emas spot sempat melambung hingga menyentuh hampir USD3.100 per ons sebelum terkoreksi tipis menjadi USD3.059,76 pada pukul 01.23 WIB. Sementara itu, emas berjangka Amerika Serikat ditutup lebih tinggi di level USD3.079,40 per ons, mencatat lonjakan sebesar 3 persen dalam sehari.
Kenaikan ini terjadi tak lama setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru yang menargetkan China, sembari memberikan jeda 90 hari kepada negara-negara lain untuk menyesuaikan diri. Tarif impor dari China sendiri dinaikkan secara signifikan menjadi 125 persen, berlaku seketika.
Langkah agresif tersebut memicu kekhawatiran pasar akan dampaknya terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global. Para investor pun segera meninggalkan aset-aset berisiko seperti saham dan komoditas industri, beralih ke emas sebagai pelindung nilai.
Ketidakpastian yang muncul dari kebijakan perdagangan AS tersebut memperkuat persepsi emas sebagai aset aman di tengah gejolak politik dan finansial.
Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, menilai lonjakan harga emas ini sebagai cerminan dari meningkatnya ekspektasi inflasi serta kekhawatiran akan lonjakan imbal hasil obligasi. Dalam pandangannya, emas tetap menjadi pilihan utama investor yang mencari perlindungan dari ketidakpastian yang semakin intens.
Selama tahun 2025, emas telah mencatatkan kenaikan harga lebih dari USD400, dan bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di level USD3.167,57 pada 3 April lalu. Permintaan tinggi dari bank sentral serta tekanan geopolitik global yang berkelanjutan terus menjadi pendorong utama reli harga logam mulia ini.
Dari sisi kebijakan moneter, risalah pertemuan terbaru Federal Reserve menunjukkan bahwa mayoritas pembuat kebijakan memperingatkan risiko inflasi yang lebih tinggi di tengah perlambatan ekonomi. Beberapa di antaranya bahkan menyebut kemungkinan kompromi sulit yang harus dihadapi ke depan.
Hal ini menambah sentimen bahwa The Fed mungkin akan melonggarkan suku bunga, dengan probabilitas sebesar 72 persen untuk pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan Juni mendatang, menurut alat pemantau Fedwatch milik CME Group.
Dalam kondisi suku bunga yang rendah, emas batangan—yang tidak memberikan imbal hasil seperti obligasi—menjadi semakin menarik bagi investor. Kini perhatian pasar tertuju pada data indeks harga konsumen (CPI) AS yang dijadwalkan rilis pada Kamis, sebagai indikator kunci arah kebijakan moneter selanjutnya.
Tak hanya emas, logam mulia lainnya juga menunjukkan pergerakan signifikan. Perak mencatat lonjakan 3,1 persen menjadi USD30,8 per ons. Paladium ikut terdongkrak 1,9 persen menjadi USD923,75, sementara platinum justru terkoreksi 1,2 persen ke level USD931,87 per ons.
Pergerakan ini menunjukkan bahwa dinamika pasar logam mulia sangat dipengaruhi oleh sentimen global dan arah kebijakan ekonomi negara-negara besar, terutama Amerika Serikat dan China.
Selama satu bulan terakhir, harga emas mencatat kenaikan signifikan yang mencerminkan meningkatnya ketidakpastian global dan lonjakan permintaan akan aset safe haven. Pada pertengahan Maret 2025, tepatnya 17 Maret, harga emas tercatat sekitar USD3.012 per ons, naik hampir 1 persen dari hari sebelumnya. Kenaikan ini terjadi seiring kekhawatiran investor terhadap ketegangan geopolitik dan inflasi yang membayangi perekonomian global.
Memasuki akhir Maret, tren kenaikan semakin menguat. Pada 30 Maret, harga emas melonjak hingga USD3.108,62 per ons, menunjukkan peningkatan permintaan baik dari investor ritel maupun bank sentral dunia. Sinyal bahwa Federal Reserve mungkin akan memangkas suku bunga juga turut memperkuat minat terhadap logam mulia ini.
Pada awal April, tepatnya 1 April, harga emas melanjutkan penguatannya ke level USD3.120,03 per ons, menjadi salah satu harga tertinggi yang pernah tercatat. Namun, 4 April menjadi hari koreksi, saat harga turun ke USD3.036,93 per ons, didorong aksi ambil untung pasar.
Meski demikian, tren penguatan belum berakhir. Pada 9 April, harga kembali melonjak hingga USD3.059,76 per ons di pasar spot, dan USD3.079,40 per ons di pasar berjangka, menyusul langkah Presiden AS Donald Trump yang memperketat tarif terhadap China. Keputusan ini memicu lonjakan permintaan terhadap emas sebagai lindung nilai dari ketidakpastian perdagangan global dan risiko inflasi.
Dalam rentang waktu satu bulan ini, harga emas telah naik lebih dari USD400, mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di USD3.167,57 pada 3 April. Lonjakan ini ditopang oleh pembelian agresif dari bank sentral, meningkatnya ketegangan geopolitik, ekspektasi penurunan suku bunga, serta pelemahan pasar saham dan komoditas industri lainnya.(*)