KABARBURSA.COM - Peraturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membawa angin segar sekaligus tantangan baru bagi perdagangan aset kripto di Indonesia. Melalui POJK Nomor 27 Tahun 2024, OJK menetapkan hanya aset kripto yang masuk dalam daftar Bursa yang boleh diperdagangkan. Ini berarti, aset kripto yang selama ini bebas beredar di pasar harus melalui proses evaluasi dan seleksi ketat oleh OJK dan Bursa.
Pasal 9 ayat (1) POJK menyebutkan, “Bursa menetapkan Daftar Aset Kripto.” Selanjutnya, dalam Pasal 10 dijelaskan Bursa harus melakukan analisis mendalam terhadap aset kripto sebelum menetapkannya dalam daftar resmi. Analisis ini mencakup aspek manfaat ekonomi, teknologi, keamanan, dan tata kelola. Selain itu, Bursa diwajibkan menerapkan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan perlindungan konsumen selama proses evaluasi berlangsung.
Bursa Kripto juga diwajibkan memiliki pedoman khusus untuk menetapkan daftar aset kripto yang dilaporkan kepada OJK. Pedoman ini mencakup prinsip-prinsip umum, tata cara analisis, dan pelaksanaan evaluasi. Pasal 10 ayat (4) menegaskan, “Pedoman penetapan Daftar Aset Kripto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: a. pedoman umum analisis kesesuaian Aset Kripto; dan b. pedoman teknis pelaksanaan analisis Aset Kripto.”
Untuk memastikan transparansi, Pasal 10 ayat (5) mewajibkan Bursa mempublikasikan daftar aset kripto maksimal satu hari setelah ditetapkan. Dengan begitu, investor dan pelaku pasar dapat mengetahui aset mana saja yang sah untuk diperdagangkan di Indonesia.
Kewajiban Pedagang Kripto
Bagi pedagang aset kripto, aturan baru ini membawa tanggung jawab tambahan. Pasal 12 ayat (1) menyebutkan pedagang yang akan memperdagangkan aset tertentu wajib memberi pemberitahuan tertulis kepada OJK paling lambat tujuh hari kerja sebelum perdagangan dimulai. Sementara itu, jika ingin menghentikan perdagangan aset tertentu, pedagang harus melapor paling lambat sepuluh hari kerja sebelumnya.
Laporan penghentian tersebut, sesuai Pasal 12 ayat (3), harus mencakup informasi tentang alasan penghentian, rencana mitigasi, jumlah konsumen, dan total nilai aset kripto yang dimiliki.
Dengan hadirnya aturan ini, perdagangan aset kripto di Indonesia memasuki babak baru. Daftar aset yang lolos seleksi Bursa tidak hanya akan melindungi investor, tetapi juga meningkatkan kepercayaan terhadap pasar aset digital. Namun, bagi pelaku industri, aturan ini sekaligus menjadi tantangan untuk memenuhi persyaratan ketat yang ditetapkan.
Aturan Baru: Lempar Wewenang dari Bappebti ke OJK
OJK sebelumnya menerbitkan peraturan terbaru, yakni Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital yang mencakup aset kripto. Pengawasan terhadap aset kripto selama ini dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi menjelaskan bahwa penerbitan peraturan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Melalui POJK 27/2024, OJK bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) serta aset keuangan digital, termasuk aset kripto,” jelas Ismail Riyadi, seperti yang dilansir pada Selasa, 24 Desember 2024.
OJK juga telah merancang strategi implementasi dalam tiga fase transisi. Fase pertama, yang disebut soft landing, akan berlangsung pada awal masa peralihan. Selanjutnya, fase kedua akan berfokus pada penguatan, diikuti dengan fase ketiga yang mencakup pengembangan lebih lanjut.
“Pada fase pertama, OJK mengeluarkan POJK 27/2024 yang mengadopsi peraturan Bappebti dengan sejumlah penyempurnaan yang diperlukan, sesuai dengan standar praktik terbaik serta pengaturan yang berlaku di sektor jasa keuangan,” ujarnya.
POJK 27/2024 bertujuan untuk memastikan bahwa penyelenggara perdagangan aset keuangan digital menjalankan kegiatan transaksi secara teratur, transparan, wajar, dan efisien. Selain itu, peraturan ini juga menekankan pentingnya penerapan tata kelola yang baik, manajemen risiko, integritas pasar, serta keamanan sistem informasi dan siber, sambil mengutamakan pencegahan pencucian uang dan perlindungan konsumen.
Aturan ini juga mengatur kewajiban penyelenggara untuk memperoleh izin resmi serta menyampaikan pelaporan berkala dan insidental kepada OJK.
Ismail Riyadi mengimbau konsumen dan calon konsumen aset keuangan digital, termasuk kripto, untuk memiliki pemahaman yang mendalam mengenai risiko yang terkait dengan transaksi aset tersebut. “Selain itu, penyelenggara perdagangan aset keuangan digital juga harus aktif dalam meningkatkan literasi konsumen,” ujarnya.
OJK berkomitmen untuk terus mengawasi perkembangan perdagangan aset keuangan digital, memperkuat pengaturannya, dan menjaga stabilitas sektor keuangan, dengan tetap mengutamakan perlindungan konsumen. Penerbitan POJK 27/2024 ini adalah langkah nyata OJK dalam memastikan hal tersebut.(*)