KABARBURSA.COM - Batu bara masih menjadi tumpuan utama ketahanan energi nasional di tengah upaya transisi energi bersih. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menegaskan pentingnya pemanfaatan komoditas ini meskipun ada dorongan untuk beralih ke energi terbarukan. Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli, menyebut bahwa cadangan batu bara Indonesia cukup untuk menopang kebutuhan energi hingga 150 tahun ke depan.
"Cadangan batu bara kita … bisa bertahan sampai 150 tahun. Ini anugerah Tuhan pada kita semua, pada negara kita yang harus kita manfaatkan," kata Rizal dalam Seminar Towards a Sustainable Future: Innovations in Mining, Oil, & Gas di Jakarta, Jumat, 13 September 2024.
Meski ada tekanan untuk mengurangi penggunaan batu bara, Rizal mendorong pemerintah untuk tetap mempertahankan operasi penambangan guna menjamin ketahanan energi.
Rizal menyarankan agar Indonesia meniru langkah China yang tetap mempertahankan operasi penambangan batu bara di tengah transisi energi. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan dalam indeks trilema energi—antara ketahanan energi, pemerataan, dan kelestarian lingkungan.
“Untuk energi baru dan terbarukan, kita harus kembangkan ini, tetapi kita juga harus jaga security energi. Bukan berarti kita membenci batu bara dan langsung kita tutup semua tambang batu bara," ujarnya.
Di sisi lain, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli Petroleum Engineering, Asep Kurnia Permadi, menyoroti upaya sektor migas dalam memperhatikan aspek lingkungan. Ia menyebut Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) sebagai langkah mitigasi emisi karbon yang telah diimplementasikan di industri migas.
Asep juga menyebut adanya penelitian mendalam mengenai kombinasi enhanced oil recovery (EOR) dan sequestration sebagai terobosan untuk mengurangi emisi CO2 ke atmosfer.
"Bagaimana meningkatkan produksi dari minyak, namanya enhance oil recovery atau EOR tadi. Setelah minyak habis, maka gasnya disimpan di reservoir yang sudah habis tadi itu atau sequestration," jelas Asep. Ia pun berharap metode ini dapat menjaga keseimbangan dalam proses penambangan ke depan.
Sementara itu, Kementerian ESDM mengklaim telah menjalankan prinsip trilema energi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia hingga mendekati 100 persen. Pada akhir 2023, rasio tersebut telah mencapai 99,78 persen. Pemerintah memanfaatkan sumber energi lokal di daerah-daerah yang sulit dijangkau infrastruktur kelistrikan sebagai bagian dari upaya peningkatan rasio elektrifikasi.
Langkah ini diharapkan mampu menjaga praktik penambangan yang seimbang, dengan memastikan kelestarian lingkungan, harga energi yang terjangkau, dan ketahanan energi nasional. Inisiatif tersebut juga sejalan dengan komitmen global untuk pembangunan berkelanjutan yang diupayakan melalui tujuan-tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).
Ambisi Produksi 1 Miliar Ton
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan target ambisius untuk produksi batu bara nasional pada tahun 2024, yakni hampir mencapai 1 miliar ton. Rencana produksi batu bara 1 miliar ton ini disampaikan oleh Plt Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Suswantono, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Maret 2024 lalu.
Pemerintah menyetujui 587 dari 883 permohonan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang diajukan sektor batu bara. Dengan persetujuan ini, produksi batu bara dalam tiga tahun mendatang diproyeksikan mencapai 922,14 juta ton pada 2024, 917,16 juta ton di 2025, dan 902,97 juta ton pada 2026.
Menteri ESDM saat itu, Arifin Tasrif–sebelum diganti Bahlil Lahadalia– menegaskan peningkatan produksi ini dipicu oleh melonjaknya permintaan pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. “Kenaikan permintaan terutama dari proyek-proyek pembangkit 35 GW yang masih berlangsung, serta gangguan pada pasokan energi alternatif,” ujarnya dalam konferensi pers Januari 2024.
Selain itu, pencapaian target domestic market obligation (DMO) yang mencapai 213 juta ton, atau 121 persen dari target, turut mendorong peningkatan produksi batu bara sepanjang tahun 2023.
Meskipun produksi batu bara terus mengalami kenaikan, ada tantangan besar yang harus dihadapi pemerintah. Beberapa kalangan, termasuk Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik, Salamudin Daeng, mempertanyakan bagaimana pemerintah dapat memastikan peningkatan produksi ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi negara, terutama dalam hal pendapatan.
Potensi Pendapatan Fantastis dari Batu Bara
Salamudin mengungkapkan, produksi batu bara sebesar 1 miliar ton berpotensi mendatangkan pendapatan yang sangat besar bagi pemerintah. Dengan harga acuan batu bara (HBA) sebesar USD125,85 per ton, potensi nilai jual dari 1 miliar ton tersebut bisa mencapai USD125,85 miliar, atau setara dengan sekitar Rp2.000 triliun jika dikalikan dengan kurs Rp15.500 per dolar.
Namun, ia juga menekankan pentingnya pemerintah mengelola potensi ini dengan hati-hati, terutama mengingat tantangan dalam memastikan penerimaan negara. “Dengan hasil penjualan batu bara sebanyak 1 miliar ton, pemerintah akan memperoleh sedikitnya 28 persen dari nilai penjualan, atau sekitar Rp560 triliun,” ujar Salamudin dalam keterangannya kepada KabarBursa, Kamis, 12 September 2024.
Pemerintah memang memiliki ketentuan yang jelas terkait pembagian hasil dari penjualan batu bara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak di sektor tambang, penerimaan negara dari batu bara dikenakan tarif bervariasi tergantung harga jualnya. Tarif tertinggi sebesar 28 persen diterapkan untuk harga batu bara yang di atas atau sama dengan USD100 per ton.
Namun, Salamudin mengingatkan potensi besar ini bisa saja tergerus jika tidak ada pengawasan yang ketat. Menurutnya, ada kecenderungan pengusaha batu bara untuk melaporkan harga jual yang lebih rendah, terutama untuk ekspor, guna menghindari tarif pajak yang lebih tinggi. “Jika pengusaha melaporkan menjual batubara seharga 40 dolar per ton, maka pemerintahan Prabowo Gibran dapatnya seupil,” ujar Salamudin.(*)