KABARBURSA.COM - Jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada periode Januari-Juni 2024 melonjak secara signifikan dibandingkan tahun lalu.
Menurut data terbaru dari Kementerian Tenaga Kerja RI yang dirilis hari ini, total pekerja yang terkena PHK selama semester pertama 2024 mencapai 32.064 orang. Angka ini mengalami lonjakan sebesar 95,51 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang hanya mencatatkan 26.400 orang.
PHK paling banyak terjadi di DKI Jakarta dan Banten, dengan masing-masing 7.469 orang dan 6.135 orang terdampak selama enam bulan pertama tahun ini. Sementara itu, Jawa Barat mencatatkan 5.155 pekerja yang kehilangan pekerjaan pada semester 1-2024.
Laju PHK menunjukkan kenaikan konstan selama lima bulan pertama tahun ini. Hanya pada bulan Juni, jumlah pekerja yang terkena PHK tercatat menurun menjadi 4.842 orang, lebih rendah dibandingkan bulan Mei yang mencatat 8.393 orang.
Jika tren penurunan PHK pada bulan Juni berlanjut, ada harapan bahwa gelombang PHK tahun ini tidak akan sebesar tahun 2023. Namun, jika penurunan bulan lalu hanya bersifat sementara, kemungkinan jumlah pengangguran baru tahun ini bisa melampaui angka tahun lalu. Pada 2023, total PHK mencapai angka tertinggi sejak 2021.
Sebagai gambaran, pada puncak pandemi Covid-19 di tahun 2020, terjadi PHK massal dengan jumlah mencapai 386.877 orang. Pada 2021, angka ini turun menjadi 127.085 orang, dan pada 2022 menurun lebih jauh menjadi 25.114 orang. Namun, pada 2023, angka PHK kembali meroket hingga 64.855 orang, menjadikannya sebagai yang tertinggi sejak 2021.
Dengan total 32.064 orang terkena PHK dalam enam bulan pertama tahun ini, angka ini jauh melampaui jumlah PHK pada tahun 2022 dan sebelum pandemi. Pada 2019, Kementerian Ketenagakerjaan mencatatkan hanya 18.911 PHK di Indonesia.
Sektor Padat Karya Sepi
Dalam taklimat media yang berlangsung siang ini, Kementerian Investasi/BKPM mengungkapkan bahwa realisasi investasi mengalami pertumbuhan sebesar 22,3 persen selama semester 1-2024, yang telah menciptakan 1,23 juta lapangan kerja baru. Angka ini mencerminkan kenaikan 44,3 persen dibandingkan semester 1-2023.
Lapangan kerja baru tersebut terdiri dari 547.419 pekerjaan pada kuartal pertama dan 677.623 pekerjaan pada kuartal kedua.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih menjadi penyerap tenaga kerja utama dengan menciptakan 738.202 lapangan kerja baru. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) menciptakan 486.840 lapangan kerja baru selama periode Januari-Juni 2024.
Total realisasi investasi selama enam bulan pertama tahun ini mencapai Rp829,9 triliun, terdiri dari Rp421,7 triliun penanaman modal asing dan Rp408,2 triliun modal domestik.
Berdasarkan sektor, lima besar realisasi investasi baik PMA maupun PMDN sebagian besar terfokus pada sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatan, transportasi, gudang, telekomunikasi, pertambangan, serta sektor perumahan, kawasan, industri, dan perkantoran, dan sektor jasa lainnya.
Namun, jika dilihat dari sektor-sektor investasi tersebut, sebagian besar merupakan sektor yang relatif tidak padat karya atau tidak banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2024, tiga lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (28,64 persen), Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (19,05 persen), serta Industri Pengolahan (13,28 persen).
Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja dan investasi yang masuk ke Indonesia. Sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja utama, seperti pertanian dan perdagangan, tampaknya kurang mendapatkan porsi investasi yang signifikan dibandingkan sektor-sektor industri dan infrastruktur.
Di sisi lain, sektor industri logam dasar dan peralatan, serta transportasi dan telekomunikasi, meskipun merupakan pendorong utama investasi, cenderung tidak menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini menciptakan jurang antara pertumbuhan investasi dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Meskipun angka PHK terus meningkat, ada secercah harapan dari data investasi yang menunjukkan potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, perlu ada strategi yang lebih inklusif untuk memastikan bahwa penciptaan lapangan kerja baru dapat merata dan menyentuh sektor-sektor padat karya yang lebih besar.
Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu menilai kembali kebijakan investasi dan tenaga kerja untuk menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Ini termasuk memberikan insentif kepada sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan memastikan bahwa manfaat dari investasi dapat dirasakan oleh lebih banyak lapisan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks, adaptasi dan perencanaan strategis menjadi kunci. Masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk mengatasi ketidakpastian dan menciptakan lapangan kerja yang tidak hanya mencerminkan pertumbuhan investasi, tetapi juga mengatasi kebutuhan mendasar pekerja di seluruh Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.