Logo
>

Polemik Subsidi KRL: Perlu Evaluasi dan Perbaikan Layanan

Ditulis oleh Dian Finka
Polemik Subsidi KRL: Perlu Evaluasi dan Perbaikan Layanan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dalam beberapa waktu terakhir, polemik mengenai subsidi untuk kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek telah memicu perdebatan. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mempertanyakan alokasi anggaran subsidi pemerintah untuk KRL Jabodetabek

    Djoko mengatakan, setiap tahunnya, anggaran subsidi untuk KRL Jabodetabek mencapai sekitar Rp1,6 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan subsidi untuk transportasi publik di wilayah lain di Indonesia, yang sering kali hanya menerima dana kurang dari Rp200 miliar.

    "Artinya bagaimana pola subsidi yang tepat sasaran itu akan dilaksanakan untuk KRL Jabodetabek. Mengingat pesanan besar sekali, PSO (public service obligation) ini berikan itu sekitar Rp1,6 triliun per tahun untuk Jabodetabek," ujarnya kepada Kabar Bursa, Rabu, 18 September 2024.

    Di sisi lain, KRL Jabodetabek mengalami tantangan dalam hal pelayanan. Meskipun jumlah pengguna KRL meningkat pesat dari 350 ribu penumpang per hari pada tahun 2013 menjadi lebih dari 1 juta penumpang per hari saat ini, masih terdapat masalah terkait jumlah armada yang beroperasi.

    "Kita minta memang sangat konsen sekali pada publik transport, tapi tidak hanya di kereta api. Masih dibutuhkan bagaimana memberi subsidi atau PSO untuk anggutan darat. Nah khusus untuk KRL ini memang tentunya nantinya tetap harus ada subsidi," jelasnya.

    Adapun Djoko menambahkan, beberapa rangkaian kereta juga mengalami penurunan jumlah, dari yang seharusnya 12 kereta menjadi hanya 8 atau 10 kereta yang beroperasi.

    "Mengingat ketika diluncurkan saat ini diwacanakan pada saat yang kurang tepat, yaitu layanan, kita tahu pelayanan KRL sekarang justru banyak yang kekurangannya," ungkapnya.

    Oleh sebab itu, Djoko menambahkan penting untuk menyeimbangkan kebutuhan subsidi dengan perbaikan pelayanan. Masyarakat diharapkan dapat terus beralih ke angkutan umum sebagai pilihan transportasi yang cepat dan terjangkau.

    Lanjutnya, ia mengungkap, jika pihak terkait perlu melakukan evaluasi mendalam untuk memastikan bahwa subsidi yang diberikan benar-benar dapat membantu masyarakat dan meningkatkan kualitas layanan KRL di Jabodetabek.

    Kaji Ulang Subsidi KRL Berbasis NIK

    Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, mendesak pemerintah untuk menunda dan mengkaji ulang rencana pemberlakuan subsidi atau public service obligation (PSO) kereta rel listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) yang direncanakan akan diterapkan pada tahun 2025. Selain mendapat penolakan keras dari komunitas pengguna KRL, kebijakan subsidi berbasis NIK ini dinilai bersifat diskriminatif dan tidak mencerminkan keberpihakan kepada rakyat.

    “PSO pada KRL merupakan amanat dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang bertujuan untuk menjamin tarif transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Sebagai salah satu bentuk pelayanan publik, pemberian subsidi KRL seharusnya mengikuti prinsip kesamaan hak tanpa membeda-bedakan. Tidak boleh ada tindakan diskriminatif dalam pemberian subsidi yang menjadi hak rakyat. Jika subsidi hanya diberlakukan berdasarkan NIK, ini sudah jelas merupakan tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik,” ujar Sigit Sosiantomo dalam keterangan tertulis yang diterima oleh Kabar Bursa beberapa hari lalu.

    Sigit menambahkan, kebijakan subsidi berbasis NIK ini dinilai bertentangan dengan semangat pelayanan publik yang inklusif. Menurutnya, skema baru tersebut dapat berdampak negatif terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang sangat bergantung pada transportasi KRL sebagai sarana transportasi utama mereka. Banyak di antara mereka yang mungkin tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi, padahal mereka tetap membutuhkan layanan transportasi yang terjangkau.

    Lebih lanjut, Sigit menyatakan bahwa pemberlakuan subsidi KRL berbasis NIK justru berpotensi menambah beban ekonomi bagi kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap subsidi tersebut. Hal ini tentu berlawanan dengan tujuan utama dari subsidi itu sendiri, yaitu untuk meringankan beban ekonomi masyarakat.

    “Rakyat Indonesia, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, berhak mendapatkan transportasi publik yang murah, nyaman, dan terjangkau. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak luas dari kebijakan ini, bukan hanya dari sisi administrasi atau teknis, tetapi juga dari perspektif keadilan sosial dan ekonomi,” tegasnya.

    Ia juga menyoroti pentingnya mendengarkan aspirasi masyarakat, terutama pengguna KRL yang paling terdampak oleh kebijakan ini. “Komunitas pengguna KRL telah menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan ini, namun tampaknya suara mereka kurang didengar. Padahal, transportasi publik adalah hak dasar yang harus diakses oleh semua orang tanpa adanya hambatan administratif yang justru menyulitkan masyarakat,” tambah Sigit.

    Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Sigit mendesak pemerintah untuk segera melakukan kajian mendalam dan transparan mengenai rencana subsidi KRL berbasis NIK, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan ini.

    Penyaluran Subsidi KRL

    Warga Jabodetabek diperkirakan bakal beralih ke transportasi lain seperti taksi maupun ojek online setelah pemerintah mewacanakan mengubah penyaluran subsidi kereta rel listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada tahun depan.

    Kabar tersebut membuat saham GOTO maupun BIRD berpotensi terkena dampak positif dengan adanya kebijakan penyaluran KRL itu.

    Menanggapi hal itu, Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengatakan moda transportasi lain seperti ojek online maupun taksi tidak akan terdampak dengan kebijakan penyaluran subsidi KRL berbasis NIK.

    “Kalau menurut saya tidak ada pengaruh signifikan ya antara rencana skema subsidi tiket KRL berbasis NIK pada tahun depan dengan peralihan transportasi krl ke transportasi lainnya,” ujar Nafan kepada Kabar Bursa.

    Nafan menyatakan, saat ini KRL masih menjadi moda transportasi prioritas bagi masyarakat, khususnya di wilayah Jabodetabek dalam memanfaatkan waktu yang efisien untuk mencapai tujuan.

    “Karena kan kalo KRL lebih cepat sampai ke stasiun suatu tujuan,” tutupnya. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.