Logo
>

PPN Naik Jadi 12 Persen, Biaya Transaksi Saham Terpengaruh

Ditulis oleh KabarBursa.com
PPN Naik Jadi 12 Persen, Biaya Transaksi Saham Terpengaruh

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan meningkat menjadi 12 persen mulai tahun 2025. Kenaikan ini diperkirakan berdampak langsung pada biaya transaksi saham.

    Dalam surat elektronik yang dikirimkan PT Mandiri Sekuritas kepada nasabahnya pada Rabu, 4 Desember 2024, disebutkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Surat Edaran Bursa Efek Indonesia Nomor S-02289/BEI.KEU/03-2022, tarif PPN 11 persen telah diberlakukan sejak 1 April 2022. Selanjutnya, tarif 12 persen akan berlaku paling lambat mulai 1 Januari 2025.

    Mandiri Sekuritas menyampaikan bahwa perubahan ini akan berdampak pada penyesuaian biaya transaksi (fee transaksi).

    “Penyesuaian tarif PPN ini akan memengaruhi fee transaksi. Perubahan ini berlaku untuk seluruh transaksi yang menjadi objek PPN,” demikian tertulis dalam surat tersebut.

    Perusahaan juga menegaskan komitmennya untuk terus memantau perkembangan regulasi yang dapat memengaruhi nasabah.

    “Kami akan memberikan informasi lebih lanjut kepada Bapak/Ibu jika ada perubahan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau pihak berwenang lainnya,” jelasnya.

    Kenaikan PPN Diumumkan Pekan Depan

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kenaikan tersebut direncanakan akan diumumkan pada pekan depan.

    Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN ini sesuai dengan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Meskipun demikian, ia menegaskan, pengumuman mengenai hal ini akan dilakukan setelah dilakukan simulasi terlebih dahulu.

    “Akan diumumkan pekan depan, dan akan disimulasikan lebih dulu,” kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Selasa, 3 Desember 2024.

    Terkait siapa yang akan mengumumkan kenaikan tarif PPN tersebut, Airlangga menyebutkan bahwa dirinya belum dapat memastikan apakah pengumuman itu akan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pengumuman tersebut akan dilakukan setelah laporan disampaikan kepada Presiden.

    “Kita akan laporkan ke beliau (Prabowo Subianto),” ujar Airlangga.

    Selain kenaikan tarif PPN, Airlangga juga menyebutkan bahwa pekan depan akan ada pengumuman terkait kebijakan fiskal lainnya. Beberapa di antaranya adalah insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

    Menurut Airlangga, sejumlah kebijakan fiskal ini sedang dimatangkan untuk diputuskan apakah akan dilanjutkan pada tahun depan. Sebagai contoh, ia menyebutkan kebijakan PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk sektor perumahan.

    “Contohnya, tahun ini ada PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk perumahan. Ini masih dimatangkan, dan minggu depan akan diumumkan untuk kebijakan tahun depan,” terangnya.

    Selain itu, Airlangga juga membocorkan adanya insentif baru yang akan diumumkan pekan depan. Salah satunya adalah insentif untuk industri padat karya, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing sektor industri tersebut.

    “Kita juga membahas insentif untuk industri padat karya, serta revitalisasi permesinan. Kami meminta perhitungan kembali mengenai skema insentif ini. Tujuannya agar industri padat karya memiliki daya saing. Jika tidak berdaya saing, tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi,” jelas Airlangga.

    Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tetap diberlakukan pada Januari 2024.

    Menurut Parjiono, kebijakan ini dirancang dengan sejumlah pengecualian untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan.

    “Jadi, kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi menjaga daya beli masyarakat, pengecualiannya sudah jelas, masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya,” kata Parjiono di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.

    Tak hanya itu, lanjut Parjiono, pemerintah juga akan memperkuat subsidi sebagai langkah antisipasi dampak kebijakan ini. Ia menyebut insentif perpajakan saat ini cenderung lebih dinikmati oleh kelas menengah atas.

    “Daya beli masyarakat adalah salah satu prioritas, sehingga subsidi akan diperkuat sebagai jaring pengaman. Kalau kita lihat insentif perpajakan, yang lebih banyak menikmati justru kelas menengah atas,” jelasnya.

    Pengaruhi Kredit Bank

    Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perbankan, terutama dalam hal pertumbuhan kredit.

    Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan bahwa perubahan tarif PPN ini dapat memperlambat laju kredit perbankan di Indonesia, karena adanya potensi penurunan daya beli masyarakat yang mengarah pada penurunan permintaan kredit, khususnya di segmen konsumer, mikro, dan UMKM.

    “Apabila daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan tarif PPN, maka dampaknya akan terasa pada terbatasnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan,” kata Andry Asmoro beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, bila pengeluaran konsumen berkurang, maka bank akan menghadapi tantangan dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah kredit yang diberikan.

    Andry Asmoro juga menjelaskan bahwa sektor-sektor seperti kredit konsumsi, mikro, dan UMKM akan sangat terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN.

    Masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, yang sebagian besar mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan sehari-hari, akan cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang-barang sekunder atau non-prioritas. Hal ini tentunya dapat mengurangi potensi pertumbuhan kredit di sektor-sektor tersebut, yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama sektor perbankan.

    Selain itu, Asmoro memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif PPN ini juga dapat mempengaruhi kualitas aset perbankan.

    Ketika daya beli masyarakat tertekan, ada kemungkinan peningkatan risiko kredit macet, terutama di segmen-segmen konsumer dan UMKM yang lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi.

    “Kualitas aset bank akan menghadapi tantangan besar, karena semakin banyak nasabah yang kesulitan membayar cicilan pinjaman mereka,” ujarnya.

    Terkait dengan hal ini, Bank Mandiri melalui riset internalnya, yakni Mandiri Spending Index, mengungkapkan temuan menarik terkait perilaku belanja masyarakat. Kelompok masyarakat menengah ke bawah cenderung mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan pokok, sedangkan pengeluaran untuk barang-barang sekunder menjadi semakin terbatas. Artinya, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam menggunakan pendapatan yang mereka miliki, yang dapat memengaruhi daya beli secara keseluruhan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi