KABARBURSA.COM - Ketua Dewan Penasihan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan sebuah Peraturan Presiden (Perpres) yang bertujuan untuk menghapus utang jutaan petani dan nelayan di Indonesia. Hashim menjelaskan bahwa Perpres ini diharapkan akan ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada minggu depan.
“Mungkin minggu depan, Bapak Presiden akan menandatangani Perpres tersebut. Ada jutaan petani dan nelayan yang masih terjebak dalam utang lama, utang yang berasal dari krisis moneter tahun 1998, serta utang yang timbul pada 2008 dan tahun-tahun sebelumnya,” kata Hashim di acara diskusi di Menara KADIN Indonesia, Rabu, 23 Oktober 2024.
Kondisi utang yang mengikat ini telah membuat petani dan nelayan kesulitan dalam mengakses pinjaman dari lembaga keuangan.
“Setiap kali masuk ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK (Otoritas Jasa Keuangan), mereka selalu ditolak. Hal ini terjadi karena mereka masih memiliki utang Rp10 juta, Rp15 juta, atau Rp20 juta,” ujar adik kandung Prabowo Subianto ini.
Lebih lanjut, Hashim menjelaskan bahwa utang-utang tersebut sebenarnya sudah lama dibekukan oleh bank, tetapi hak tagih bank masih ada. “Akibatnya, sekitar 5-6 juta petani yang memiliki utang lama tidak dapat mengajukan pinjaman baru dari bank,” jelasnya.
Hashim menekankan bahwa kondisi ini mendorong para petani dan nelayan untuk mencari sumber pembiayaan yang tidak resmi, seperti rentenir dan pinjaman online.
“Saya pernah menyampaikan hal ini kepada Pak Prabowo. Ini adalah masalah yang harus diatasi. Tahun lalu, kami sudah merekam masalah ini dan Pak Prabowo sepakat untuk melakukan perubahan,” ungkap Hashim.
Dalam prosesnya, Hashim melibatkan tim perbankan untuk membahas dampak dari kebijakan ini terhadap sektor perbankan di Indonesia.
“Kami bertanya kepada tim ekonomi apakah langkah ini akan merusak sistem perbankan. Akhirnya, kami mendapat penjelasan bahwa langkah ini tidak akan merusak, karena utang tersebut sudah dihapus-bukukan,” jelasnya.
Dengan adanya Perpres pemutihan utang yang sedang disusun oleh Menteri Hukum Supratman Andi Atgas, diharapkan para petani dan nelayan dapat kembali mendapatkan akses ke pinjaman perbankan.
“Mungkin minggu depan, Pak Prabowo akan menandatangani Perpres ini. Semua sudah disiapkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” imbuh politisi Partai Gerindra ini.
Langkah ini dianggap sebagai salah satu strategi untuk memberantas kemiskinan di Indonesia. Hashim berpendapat, jika kebijakan ini berhasil dilaksanakan, maka sekitar 5-6 juta petani dan nelayan, beserta keluarganya, akan mendapatkan peluang baru.
“Dengan demikian, sekitar 30-40 juta orang akan merasakan dampak positif dari kebijakan ini,” tuturnya.
Selain mendapatkan akses pinjaman dari bank, Hashim optimis bahwa para petani dan nelayan tidak akan lagi terjebak dalam jeratan utang yang merugikan dari rentenir atau pinjaman online (pinjol).
“Mereka akan dapat meminjam dari bank, bukan dari rentenir atau pinjol. Kami sudah melakukan pengecekan dan memastikan bahwa langkah ini tidak akan merusak bank-bank seperti BRI,” ungkapnya.
Nelayan Sulit Dapatkan Tangkapan, Ketersediaan Susu Ikan Diragukan
Wacana mengenai penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia disorot oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Organisasi ini mengungkapkan, nelayan Indonesia saat ini tengah menghadapi kesulitan dalam memperoleh ikan, sehingga memunculkan pertanyaan tentang kelayakan dan ketersediaan bahan baku tersebut.
Awalnya Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati memberikan apresiasi terhadap upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi susu ikan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Namun, dia menggarisbawahi perlunya jaminan dari Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengenai ketersediaan ikan yang cukup.
“Apakah Prabowo benar-benar memahami kondisi yang dihadapi para nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil, yang justru kesulitan mendapatkan ikan?” tanyanya saat diwawancarai oleh Kabar Busa pada Senin, 14 September 2024.
Herawati menjelaskan bahwa di berbagai wilayah pesisir, para nelayan menghadapi tantangan serius.
“Saat ini, kita membutuhkan susu ikan untuk memenuhi kebutuhan protein, tetapi apakah Prabowo menyadari berapa banyak stok ikan yang ada dan tantangan yang dihadapi nelayan,” ujarnya.
Salah satu contoh konkret disampaikan Susan, yakni kondisi di Masalembu, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Di daerah tersebut, ketidaktersediaan listrik menyebabkan banyak ikan yang diperoleh nelayan mati sebelum sempat diolah.
“Saya baru mendapat kabar dari teman-teman nelayan di Masalembu, banyak ikan mereka yang mati karena tidak ada listrik. Ini tentunya semakin mempersulit keadaan,” ungkapnya.
Kondisi ini menyebabkan banyak nelayan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kesulitan untuk mendapatkan ikan yang sehat dan bersih. “Ikan saja sulit didapat karena berbagai masalah di pesisir yang terjadi,” kata Susan.
Dia kemudian membahas anggaran yang diperlukan jika susu ikan jadi pengganti susu sapi dalam program Makan Bergizi Gratis, yang ditujukan untuk menjangkau 70,5 juta orang dari tahun 2025 hingga 2029. “Anggaran yang diperlukan akan mencapai Rp450 triliun,” jelasnya.
Lebih lanjut, Susan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan protein melalui susu ikan, mengingat ikannya sendiri sulit dicari. Salah satu isu yang diangkat adalah masalah infrastruktur “rantai dingin” yang belum terselesaikan.
“Kebijakan yang ada tidak menjawab tantangan ketersediaan ikan, terutama terkait infrastruktur rantai dingin yang masih kurang,” ungkapnya.
Untuk diketahui, yang dimaksud dengan Infrastruktur Rantai Dingin adalah menjaga mutu ikan dengan menerapkan suhu rendah selama proses pengumpulan, pengolahan, hingga sampai ke konsumen.
Kembali lagi ke Susan, dia menekankan bahwa aspek ini tidak pernah menjadi perhatian dalam anggaran belanja negara.
Dia menilai program-program yang ada hanya bersifat sementara dan tidak berkelanjutan, mirip dengan pemadam kebakaran.
Pemerintah juga dinilai belum memastikan bahwa kebutuhan dan distribusi protein dapat dirasakan oleh semua orang, terutama anak-anak di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana angka stunting sangat tinggi.
“Pemerintah harus memastikan bahwa distribusi protein ini dapat dirasakan oleh semua, termasuk anak-anak di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana angka stunting juga tinggi di daerah itu,” tegasnya.
Hal yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Susan, adalah potensi korupsi yang dapat muncul dari program ini. Dengan anggaran sebesar itu, jika tidak ada mekanisme yang jelas, akan sulit menjamin bahwa program ini benar-benar dapat menjangkau masyarakat yang membutuhkan.
“Kalau programnya bagus, tetapi eksekusinya amburadul, ini hanya akan menghamburkan anggaran negara,” ucapnya.
Mengingat tingginya angka stunting di wilayah pesisir, Susan menegaskan bahwa distribusi protein yang merata harus menjadi prioritas utama. Tanpa pemahaman mendalam mengenai kondisi nyata nelayan dan penduduk di pulau kecil, upaya ini berisiko menjadi wacana besar yang tidak berdampak nyata.
“Kami tantang negara untuk benar-benar serius dalam mekanisme distribusi dan keadilan pangan. Jangan sampai program ini menjadi ladang korupsi baru,” pungkas Susan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.