KABARBURSA.COM - Pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait kebijakan tarif impor terbaru membawa sinyal kuat akan proteksionisme ekonomi AS. Trump menegaskan, pemberlakuan tarif impor adalah upaya menjaga keamanan industri dalam negeri.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai, tarif impor menimbulkan koreksi besar terhadap ekspor Indonesia ke AS.
Akibat kebijakan ini, Indonesia harus menghadapi tarif impor sebesar 32 persen untuk setiap produk yang masuk ke AS. Akibatnya, harga barang impor di AS ikut naik sehingga permintaan komoditi dari Indonesia akan turun.
“Berdasarkan publikasi IMF (2024), setiap kenaikan tarif 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 0,8 persen. Artinya, ekspor Indonesia ke AS bisa turun hingga 25 persen,” ujar Huda dalam keterangannya, Jakarta, Minggu, 6 April 2025.
Sementara penurunan ekspor ke AS, kata dia, berdampak langsung terhadap neraca perdagangan Indonesia. Terlebih lagi, selama ini AS adalah salah satu penyumbang surplus terbesar Indonesia.
“Kontribusi ekspor ke AS mencapai 10 persen dari total ekspor nasional, tertinggi kedua setelah China. Jika tidak ada peningkatan ekspor ke negara lain, net ekspor Indonesia bisa terkontraksi hingga minus 11 persen,” ungkapnya.
Ancaman PHK di Industri Tekstil
Huda juga mengingatkan potensi dampak lanjutan dari melemahnya ekspor ke AS, yakni penurunan produksi dalam negeri. Hal ini dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di sektor padat karya.
“Penurunan permintaan dari AS akan memaksa perusahaan menyesuaikan produksi. Dalam model proyeksi kami, sektor tekstil dan produk tekstil berpotensi mengalami PHK terhadap 191 ribu tenaga kerja,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah mengantisipasi tarif baru Trump melalui kebijakan fiskal dan stimulus sektoral yang tepat sasaran. Langkah lain yang dapat ditempuh adalah diversifikasi pasar ekspor dan penguatan industri lokal untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika global yang tidak pasti.
RI Percepat Reformasi dan Deregulasi
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono, menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah memberikan instruksi langsung kepada Kabinet Merah Putih.
Instruksi tersebut berkaitan dengan pelaksanaan reformasi struktural serta kebijakan deregulasi secara menyeluruh, sebagai respons terhadap penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) atas produk ekspor Indonesia. Pemerintah tengah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapinya.
“Presiden Prabowo telah menginstruksikan Kabinet Merah Putih untuk melakukan langkah strategis dan perbaikan struktural serta kebijakan Deregulasi yaitu penyederhaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Barrier,” ujar Sugiono.
Langkah deregulasi ini dinilai sejalan dengan misi pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional, membangun kepercayaan pelaku pasar, serta menarik investasi dari luar negeri. Pemerintah optimistis bahwa reformasi tersebut akan menjadi pilar penting dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Lebih jauh, Sugiono mengungkapkan bahwa pemerintah juga tengah mempersiapkan kebijakan lanjutan guna memperbaiki iklim investasi serta mempercepat penciptaan lapangan kerja yang layak.
“Langkah kebijakan strategis lainnya akan ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk terus memperbaiki iklim invetasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja yang luas,” jelasnya.
Dalam menghadapi dampak dari kebijakan proteksionis yang diterapkan AS, Indonesia juga telah membuka komunikasi dengan Malaysia sebagai Ketua ASEAN saat ini. Sugiono menegaskan bahwa koordinasi intensif tengah dijalin untuk mencari solusi bersama dalam merespons tantangan yang memengaruhi seluruh anggota ASEAN.
“Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama mengingat 10 negara ASEAN seluruhnya terdampak pengenaan tarif AS,” tegas Menlu Sugiono.
Ancaman Dumping dan Investasi Pasar Impor
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Produsen Peralatan Listri Indonesia (APPI) mewanti-wanti maraknya produk dari negara terdampak tarif AS yang masuk ke Indonesia dengan praktik dumping, yaitu menjual dengan harga sangat rendah agar bisa menyerap pasar. Hal ini disebut bisa mengguncang industri dalam negeri, seperti yang terjadi di sektor tekstil.
“Dampak negatif lainnya adalah maraknya produk impor dari negara yang terkena imbas tarif impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia yang ditengarai dengan cara dumping guna menjual hasil produksi negara tersebut,” katanya.
“Hal ini tentunya dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil, sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur,” lanjutnya.
Menurutnya, salah satu akar masalahnya adalah ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor, berbeda dengan negara seperti China yang memiliki sumber daya bahan baku melimpah.
“Sementara di negara-negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” ujarnya.(*)