KABARBURSA.COM - PT Primissima (Persero), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang tekstil, terpaksa menghentikan sementara aktivitas operasionalnya karena mengalami kekurangan modal kerja. Kondisi ini berdampak langsung pada ratusan karyawan yang harus dirumahkan sementara waktu.
Penutupan operasional sementara ini menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu pemain utama dalam industri tekstil nasional.
Aktivitas operasional PT Primissima (Persero) mulai berhenti pada tanggal 1 Juni 2024. Kondisi ini terjadi karena perusahaan mengalami kekurangan modal kerja yang signifikan. Akibatnya, Primissima tidak memiliki dana yang cukup untuk menggaji karyawan, membayar tagihan listrik, dan membeli bahan baku yang diperlukan untuk produksi.
Setelah itu, pada tanggal 12 Juni 2024, sebanyak 425 karyawan PT Primissima (Persero) dirumahkan. Kebijakan ini tidak hanya berlaku bagi karyawan, tetapi juga melibatkan dua anggota direksi dan satu komisaris yang juga berstatus dirumahkan.
Langkah ini diambil sebagai upaya perusahaan untuk mengurangi biaya operasional di tengah kekurangan modal kerja yang dialami.
Dengan memberhentikan sementara aktivitas operasional dan merumahkan sebagian besar tenaga kerja, perusahaan berharap dapat mengalokasikan sumber daya yang tersisa untuk mencari solusi finansial yang berkelanjutan.
Keuangan Primissima dilaporkan mulai mengalami masalah serius sejak tahun 2011 akibat kesulitan dalam mendapatkan modal kerja. Dan, puncak dari masalah ini terjadi pada tahun 2013, ketika perusahaan benar-benar kehabisan modal usaha.
Kondisi ini mempengaruhi operasional perusahaan secara signifikan, menyebabkan penurunan produksi dan pemutusan hubungan kerja dengan beberapa karyawan. Situasi yang sulit ini memaksa manajemen untuk mencari berbagai solusi, salah satunya merumah karyawan.
Kesalahan manajemen terdahulu disebut-sebut sebagai penyebab utama kondisi kritis yang dialami perusahaan milik negara ini. Pada tahun 2011, perusahaan menandatangani kontrak jangka panjang untuk pengadaan bahan baku berupa kapas. Konon, keputusan ini diambil tanpa perhitungan matang sehingga berakibat fatal bagi keberlangsungan perusahaan.
Bahan baku berupa kapas tersebut harus diimpor dari luar negeri. Pada saat itu, perusahaan sudah membayar sesuai dengan nominal kontrak yang disepakati. Namun, dalam kurun waktu tiga bulan, harga kapas di pasar global turun secara signifikan. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar.
Profil PT Primissima (Persero)
Popularitas PT Primissima bisa dikatakan tidak sepopuler jika dibandingkan dengan BUMN lainnya dan cukup asing di telinga masyarakat. Ini sebabnya, banyak orang yang tidak mengenal perusahaan yang berkantor di Jalan Magelang-Yogyakarta, Medari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Menurut laman resmi perusahaan, struktur pemegang saham PT Primissima tergolong unik. Selain dimiliki oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian BUMN, sebagian sahamnya juga dimiliki oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).
Di Primissima, GKBI melalui GKBI Investment memiliki saham sebesar 47,21 persen. Sementara pemerintah Indonesia sebagai pengendali, menguasai saham sebesar 52,79 persen.
Perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan GKBI ini didirikan sebagai implementasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1969.
Saat didirikan, pemerintah menempatkan modal berupa mesin-mesin pemintalan dan pertenunan serta perlengkapannya yang merupakan hibah dari pemerintah Belanda.
Hibah tersebut berasal dari para pengusaha tekstil Belanda yang ditujukan kepada GKBI untuk melestarikan produksi mori berkualitas tinggi, sedangkan penyertaan modal dari GKBI berupa tanah, bangunan pabrik, biaya pemasangan instalasi, dan modal kerja.
Sebagai informasi, bisnis tekstil PT Primissima (Persero) terbagi dalam empat segmen meliputi pembuatan seragam, batik, cambrics atau kain padat halus hasil tenun, dan grey atau kain mentah yang belum mengalami proses celup.
PT Primissima (Persero) juga merambah bisnis lain yakni pelatihan membatik dan kafe bernama Kopi Canthing yang berlokasi masih di area pabrik.
Perusahaan ini sempat berjaya di tahun 1980-an. Kala itu, Primissima banyak mengekspor kain-kain berkualitas tinggi ke banyak negara di dunia.
Begitu juga dengan permintaan di dalam negeri juga sangat tinggi kala itu, di mana banyak pihak mempercayakan pemesanan pembuatan kain di PT Primissima (Persero).
Di masa kejayaannya, banyak pengusaha dari sentra-sentra batik di Jawa Tengah dan Yogyakarta sangat mengandalkan pasokan kain dari PT Primissima (Persero).
Perlahan namun pasti, kejayaan PT Primissima mulai memudar, dan saat ini perusahaan menghadapi ancaman untuk gulung tikar.
Dirut PT Primissima Angkat Bicara
Direktur Utama PT Primissima (Persero) Usmansyah menjelaskan soal perusahaan yang dipimpinnya itu telah merumahkan ratusan karyawan hingga menunggak pembayaran gaji pegawai.
Usmansyah menyebut ada 425 karyawan yang dirumahkan sementara imbas krisis keuangan. Pasalnya, perusahaan sudah tidak punya modal kerja lagi untuk belanja bahan baku, serta membayar kebutuhan operasional sejak 2020.
Dia menjelaskan bahwa PT prismissima beberapa tahun belakangan hanya bekerja berdasar pesanan alias work order (WO), atau menggarap benang milik beberapa pihak menjadi kain. Implikasinya, omzet menurun drastis yang berbuntut pada ketidakmampuan perusahaan mencukupi gaji karyawan, bahkan listrik perusahaan.
"Keputusan merumahkan karyawan dari bagian produksi, manajemen, sampai direksi diambil lantaran perusahaan tak mampu membayarkan gaji per bulan Mei 2024," ungkapnya.
Mulai Juni, perusahaan masih mencoba mempertahankan operasional perusahaan sebenarnya dengan meliburkan karyawan selama 11 hari dan membayar gaji secara penuh.
"Tapi kalau libur gaji penuh, beban kami makin berat. Akhirnya terpaksa kami rumahkan karena kalau dibiarkan terus akan merugikan perusahaan dan karyawan," tuturnya.
Tak hanya karyawan saja yang belum menerima gaji, direksi juga diperlakukan sama. "Kalau globalnya, kami lima bulan enggak gajian, tapi enggak lima bulan berturut-turut. Misalnya, di bulan ini ada yang kurang berapa persen, bulan ini berapa persen," ucapnya.
Perusahaan akhirnya merumahkan ratusan karyawannya tertanggal 12 Juni 2024. Namun, Usmansyah memastikan tetap membayarkan 25 persen dari total gaji untuk para karyawan yang dirumahkan dengan status terutang. Ia mempersilakan karyawan menuntut pelunasan apabila perusahaan sudah memiliki dana. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.