Logo
>

Puan Soroti Isu Ketahanan Pangan dalam Sidang Paripurna DPR

Ditulis oleh Dian Finka
Puan Soroti Isu Ketahanan Pangan dalam Sidang Paripurna DPR

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta parlemen dan pemerintah merespons cepat berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat melalui kebijakan yang dijalankan negara.

    "DPR RI dan Pemerintah, harus dapat merespons secara cepat berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat Pemerintah sebagai pelaksana penanganan urusan-urusan rakyat telah dibekali dengan Regulasi, Aparatur Sipil Negara, Anggaran, dan Program Kementerian/Lembaga," kata Puan di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Januari 2025.

    Dalam pidato pembukaan masa sidang kedua Tahun Sidang 2024-2025, Puan menyoroti sejumlah permasalahan besar yang saat ini menjadi perhatian publik dan menegaskan perlunya tindak lanjut oleh alat kelengkapan dewan. Isu-isu tersebut mencakup berbagai sektor, mulai dari kebijakan sosial, ketahanan pangan, hingga stabilitas ekonomi.

    "Pelaksanaan program makan bergizi gratis, penegakan kode etik dan hukum pada lembaga yang membidangi ketertiban dan keamanan, penanganan terhadap permasalahan bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah daerah, stabilitas harga komoditas dan pasokan pangan serta rencana penghentian impor beberapa komoditas pangan," papar Puan.

    Selain itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga menyoroti pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti yang tertuang dalam UU Minerba, kata Puan, harus dapat lebih dimaksimalkan.

    Efektivitas Makan Bergizi Gratis Masih Dipertanyakan

    [caption id="attachment_110986" align="alignnone" width="2076"] Makan Gratis Bergizi Perdana di SD Negeri Cilangkap 3 Depok, Senin (6/1/2025). Makan Gratis Bergizi 724 Murid dari kelas 1 sampai 6 di hadiri Menteri Infokom RI, Mutia Hafid. Foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

    Meski Puan menekankan pentingnya program makan bergizi gratis sebagai salah satu langkah strategis untuk menjawab tantangan ketahanan pangan, efektivitas program ini masih menjadi sorotan. Laporan terbaru dari CELIOS mengungkapkan manfaat program ini ternyata belum merata dan lebih banyak dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

    Berdasarkan laporan terbaru dari CELIOS bertajuk “Yang Lapar Siapa? Yang Kenyang Siapa?”, hasil survei menunjukkan manfaat program ini paling dirasakan oleh keluarga dengan pendapatan di bawah Rp2 juta per bulan.

    Data menunjukkan bahwa 49 persen keluarga mengaku anak-anak mereka masih sering kekurangan makanan di rumah. Ketika ditelusuri lebih dalam, 28 persen responden dengan pendapatan Rp400 ribu hingga Rp1 juta menyatakan anak-anak mereka “cukup sering” atau bahkan “sangat sering” mengalami kekurangan makanan. Ini berbeda jauh dengan keluarga berpenghasilan lebih dari Rp5 juta yang hampir tidak merasakan persoalan serupa.

    CELIOS menegaskan program ini memang memberi dampak positif pada kelompok rentan ekonomi. “Studi ini juga menyiratkan bahwa program makan bergizi gratis hanya akan memberikan dampak terbesar pada keluarga dengan anggaran rendah, terutama mereka yang berpenghasilan di bawah 2 juta rupiah per bulan,” tulis laporan tersebut.

    Namun, data juga mengungkapkan bahwa 31 persen keluarga dengan penghasilan Rp400 ribu hingga Rp1 juta merasa pengeluaran mereka untuk makanan jauh lebih ringan karena adanya program ini. Sebaliknya, untuk keluarga dengan penghasilan Rp5 juta ke atas, program ini dianggap kurang relevan.

    Laporan ini memancing pertanyaan penting, apakah program makan bergizi gratis sebaiknya memang hanya menyasar keluarga miskin? Ataukah perlu diperluas cakupannya agar bisa meringankan kelompok menengah yang mulai terhimpit inflasi?

    Pakar ekonomi Media Wahyu Askar, Galau D Muhammad, Bakhrul Fikri, dan Jaya Darmawan, yang terlibat dalam penelitian tersebut menyoroti bahwa isu ketahanan pangan bukan hanya tentang mengisi perut kosong, tetapi juga soal menjaga kestabilan ekonomi keluarga.

    Data CELIOS juga menemukan bahwa 41 persen responden mengatakan biaya pendidikan dan makanan anak menjadi beban utama pengeluaran mereka. Bagi keluarga dengan pendapatan di bawah Rp1 juta, 27 persen mengaku tekanan tersebut bahkan “sangat besar”.

    Setidaknya ada 1.858 responden yang diminta menjawab pertanyaan krusial perihal kondisi finansial keluarga mereka, yakni “Seberapa besar beban biaya sekolah dan makanan anak-anak Anda terhadap anggaran keluarga?”

    Pilihan jawaban yang disediakan cukup sederhana, mulai dari “Sangat besar”, “Besar”, “Cukup besar”, hingga “Tidak ada beban”. Selain itu, para responden juga diminta untuk mencantumkan jumlah pendapatan bulanan keluarga mereka secara mandiri.

    Program makan bergizi gratis untuk semua anak memang terdengar seperti kebijakan yang mulia dan penuh harapan. Namun, laporan CELIOS memberikan catatan yang cukup tajam, “Program makan bergizi gratis … bisa jadi bumerang karena berpotensi membuang-buang anggaran. Program makan bergizi gratis lebih dibutuhkan oleh anak-anak dari keluarga kurang mampu.”

    Anak-anak dari keluarga miskin sangat membutuhkan akses terhadap makanan bergizi karena keterbatasan pendapatan keluarga mereka membuat pilihan hidup semakin sempit. Risiko terhambatnya pendidikan dan gizi dapat berdampak panjang terhadap kualitas hidup dan kondisi demografi Indonesia di masa depan.

    Di sisi lain, keluarga dengan penghasilan lebih dari Rp5 juta per bulan cenderung tidak menghadapi tekanan keuangan yang sama. Dengan pendapatan tersebut, mereka masih mampu memenuhi kebutuhan makanan dan pendidikan anak-anak tanpa harus mengorbankan kebutuhan lainnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.