Logo
>

Publik RI tak Lagi Anggap China Sebagai Ancaman

Ditulis oleh KabarBursa.com
Publik RI tak Lagi Anggap China Sebagai Ancaman

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dosen Senior Universitas Islam Internasional Indonesia, Mochamad Faisal Karim, mengatakan masyarakat lokal Indonesia tidak lagi melihat keberadaan China sebagai ancaman. Hal itu ia ungkap menurut penelitian etnografi yang dilakukannya di Morowali, Sulawesi Tengah, dua bulan lalu.

    “Yang mengejutkan, di wilayah di mana terdapat banyak investasi Tiongkok—tidak hanya dari segi modal, tetapi juga sumber daya manusia—masyarakat lokal tidak selalu menganggap Tiongkok sebagai ancaman,” ungkap Faisal dalam rilis hasil pengawasan persepsi publik yang dilakukan Center of Economic and Law Studi (CELIOS) usai hukumatan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok, Jakarta, 14 November 2024.

    Faisal menyebutkan wilayah dengan konsentrasi investasi China, yang melibatkan sekitar 270.000 pekerja asing asal Tiongkok, tidak menunjukkan tanda-tanda ancaman sosial. Lebih dari itu, dalam perjalanannya dari Makassar ke Morowali, ia mencatat sekitar 19 persen penumpang pesawat adalah pekerja asing asal Tiongkok. “Namun, meskipun ada banyak orang Tiongkok, jika kita bertanya kepada masyarakat lokal, mereka tidak memandang Tiongkok secara negatif,” ungkapnya.

    Menurut Faisal, kondisi ini menunjukkan investasi Tiongkok memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan dalam mengubah persepsi masyarakat. Namun, ia menggarisbawahi adanya tantangan besar, terutama terkait tata kelola yang rawan korupsi dalam pelaksanaan proyek-proyek Belt and Road Initiative (BRI).

    Untuk memahami pengaruh BRI terhadap opini publik, Faisal menekankan pentingnya melihat proyek-proyek besar yang diinisiasi Tiongkok di Indonesia. Salah satunya di sektor energi, di mana sejumlah proyek tenaga surya di Sulawesi hampir sepenuhnya menggunakan panel buatan Tiongkok, meski investasi bisa saja berasal dari perusahaan Prancis, Timur Tengah, atau Amerika Selatan.

    Sebagai informasi, BRI merupakan strategi pembangunan global Tiongkok yang melibatkan proyek infrastruktur dan investasi di 152 negara serta organisasi internasional, mencakup Asia, Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika. Meskipun strategi ini berpotensi mengubah persepsi masyarakat tentang Tiongkok, Faisal menilai masih banyak pihak yang kurang memahami pengaruh mendalam dari inisiatif tersebut.

    "Saya pikir, itu bukan pertanyaan yang mudah jika kita bertanya kepada masyarakat Indonesia, 'Apa arti BRI sebenarnya?' Apalagi mahasiswa di institusi elite sering kali tidak memahami sepenuhnya konsep ini,” katanya.

    Isu Uyghur Tak Berdampak pada Persepsi Publik Terhadap Tiongkok

    Berdasarkan hasil penelitiannya, Faisal menyebut isu keagamaan Uighur yang terjadi di Tiongkok tidak terlalu mendapat atensi publik Indonesia. Secara tradisional, masyarakat Indonesia yang sangat sensitif terhadap isu-isu muslim, tidak terlalu bereaksi terhadap kasus Uyghur. “Hanya ada beberapa tekanan kecil, berbeda dengan protes besar seperti Aksi 212. Salah satu kompensasi adalah isu ini sudah ‘ditangkap’ oleh elite tertentu dan tidak meluas ke masyarakat,” ungkapnya.

    Pada titik tertentu, Faisal menilai persepsi publik terhadap Tiongkok juga dipengaruhi oleh narasi yang dibangun elite pemerintahan. Dalam hal ini, ia menilai cara pandang muslim Indonesia akan berpengaruh terhadap hubungan bilateral luar negeri.

    Dalam konteks keagamaan, Faisal menyebut Arab Saudi dianggap sebagai negara yang paling penting dibandingkan China, Amerika Serikat (AS), atau Jepang, dalam persepsi umat Muslim Indonesia. Hal itu didasarkan pada perjalanan ibadah mayoritas Muslim Indonesia ke Arab Saudi. Hal ini karena banyak orang Indonesia hanya pernah bepergian ke satu negara, yaitu Arab Saudi, dalam konteks ibadah haji atau umrah.

    Publik Indonesia pada umumnya tidak memahami persaingan geopolitik antara China dan AS. Masyarakat dianggap memiliki kecenderungan memandang Arab Saudi sebagai negara yang paling penting karena pengalaman langsungnya. Di sisi lain, Faisal mengatakan adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap hubungan Indonesia-Tiongkok berdasarkan letak geografis dan latar pendidikan.

    Di wilayah perkotaan yang lebih terdidik, kata Faisal, akses terhadap informasi memungkinkan mereka memiliki pandangan yang lebih nyaring terhadap BRI China. Sebaliknya, di daerah non-perkotaan, persepsi terhadap ancaman Tiongkok lebih besar, terutama dalam konteks ekonomi.

    Selain itu, Faisal juga menyebut isu sejarah juga memainkan peran penting dalam persepsi terhadap Tiongkok. Dalam banyak kasus, ia mengungkap sentimen anti-China masih membekas kendati China memberikan kontribusi besar dalam hal ekonomi dan infrastruktur. “Misalnya, meskipun Amerika Serikat memiliki sejarah yang kontroversial, seperti perang di Irak, masyarakat Indonesia tidak melihat AS sebagai ancaman besar. Berbeda dengan Tiongkok, sentimen negatifnya lebih kuat karena sejarah panjang hubungan kedua negara,” katanya.

    BRI China Kurang Familair di Telinga Publik

    Director of China-Indonesia Desk CELIOS, Zulfikar Rakhmat, dalam temuan hasil surveinya tentang persepsi publik terhadap China usai undang-undang Presiden Prabowo Subianto ke Presiden Xi Jinping, menyebut sebagian besar respondennya tidak benar-benar memahami prinsip BRI yang dianut pemerintah Tiongkok.

    Survei itu melibatkan 1.414 responden secara acak untuk sampel representatif nasional yang mencakup beragam demografi di seluruh Indonesia. Pengumpulan data survei juga dilakukan secara online yang disebarkan melalui media sosial Facebook dan Instagram untuk menjangkau khalayak luas di wilayah perkotaan dan pedesaan.

    Selain itu, kuesioner yang dibuat juga terstruktur tentang hubungan Indonesia-Tiongkok dengan fokus pada pengaruh ekonomi-politik, ikatan budaya, dan isu-isu terkait. Zulfikar menyebut ada sebanyak 42 persen responden mengaku tidak familiar dengan informasi BRI China.

    Akan tetapi, dia menyebut ada sebanyak 41 persen responden menganggap BRI China memiliki dampak positif bagi indonesia. Sementara 17 persen sisanya, menilai BRI China berdampak negatif pada Indonesia. "42 persen (responden) tidak terbiasa dengan informasi ini," ungkapnya.

    Di sisi lain, Zulfikar mengungkapkan 49 persen respondennya percaya bahwa pemerintah Indonesia memiliki hubungan dekat dengan China. Akan tetapi, ia juga mengungkap respondennya juga meyakini Indonesia memiliki hubungan yang juga dekat dengan AS. Responden itu meyakini hubungan dengan AS juga dapat menjadi penyeimbang hubungan Indonesia dengan China.

    “Ketika kami bertanya pertanyaan apakah hubungannya antara Indonesia dan AS? Tentu saja pertanyaan ini berkaitan dengan hubungan Indonesia-China, 50 persen percaya bahwa hubungan kita dengan AS dapat menyeimbangkan hubungan Indonesia-China. (Kemudian) 60 persen percaya bahwa hubungan kita dengan AS dapat menyeimbangkan hubungan kita dengan China,” kata Zulfikar.

    Akan tetapi, 70 persen responden CELIOS mempercayai China dapat mempengaruhi politik luar negeri Indonesia. Zulfikar menyebut pengaruh politik China bersifat positif dengan persentase sebesar 66 persen dan 34 persen lainnya bernuansa negatif.

    Ketika responden CELIOS ditanya ihwal posisi Indonesia di tengah rivalitas China dan AS, tutur Zulfikar, mayoritas respondennya memilih Indonesia mesti berada pada posisi netral dengan persentase sebesar 78 persen. Ia menuturkan hanya 4 persen responden yang beranggapan Indonesia harus mendukung China. Sementara untuk mendukung AS, hanya 1 persen responden yang beranggapan demikian.

    “Penjawab hanya mendukung Indonesia menetapkan posisi yang netral di antara kompetisi antara China dan AS,” katanya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi