KABARBURSA.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian bertemu di Turkmenistan pada Jumat, 11 Oktober 2024, di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Mereka memuji eratnya hubungan ekonomi antara kedua negara serta kesamaan pandangan mereka terhadap isu-isu global.
Dalam pertemuan tersebut, Putin mengundang Pezeshkian untuk melakukan kunjungan resmi ke Rusia. Undangan ini pun disambut baik oleh Pezeshkian. "Komunikasi ekonomi dan budaya kita semakin kuat setiap hari," kata Pezeshkian, seperti dilaporkan kantor berita Iran IRNA.
Ia menambahkan, kerja sama antara Rusia dan Iran perlu dipercepat untuk menghadapi tantangan bersama.
Kedua negara telah sepakat untuk memperdalam hubungan di berbagai bidang, termasuk ekonomi dan keamanan, guna melawan sanksi Barat. Hampir selesai, perjanjian kemitraan strategis diharapkan akan ditandatangani pada pertemuan puncak BRICS di Rusia akhir Oktober 2024.
Sementara itu, Amerika Serikat menyoroti kedekatan ini dengan kekhawatiran, terutama terkait dugaan Iran yang memasok rudal balistik kepada Rusia untuk digunakan dalam konflik Ukraina. Teheran membantah tuduhan ini. Di sisi lain, Rusia menegaskan hubungan mereka dengan Iran mencakup berbagai bidang dan sering kali sejalan dalam menanggapi isu-isu global.
Putin juga menegaskan kerja sama antara Moskow dan Teheran sedang berkembang pesat. Ia juga menggarisbawahi bahwa dunia tengah memasuki tatanan baru, dengan pusat-pusat ekonomi dan pengaruh politik baru yang bermunculan.
Rusia, kata Putin, mendukung diskusi internasional terkait dunia multipolar yang tengah terbentuk, dan siap membahasnya dalam forum-forum global seperti BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai.
Krisis Ekonomi di Negeri Mullah
Sebelum ketegangan dengan Israel meningkat, Iran sudah terhimpit oleh inflasi tinggi, pengangguran yang meroket, dan nilai tukar mata uang yang terus terjun bebas. Lalu, apakah ekonomi negara tersebut mampu bertahan jika konflik bersenjata berkepanjangan terjadi?
Eskalasi ketegangan antara Iran dan Israel semakin cepat ketika Teheran meluncurkan setidaknya 180 rudal ke Israel pada 1 Oktober 2024, yang memicu kenaikan harga minyak global sekitar lima persen, kenaikan terbesar dalam setahun terakhir.
Harga minyak mentah Brent kembali naik keesokan harinya, melampaui USD75 per barel setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bersumpah untuk membalas serangan tersebut. Hal ini semakin meningkatkan risiko terjadinya eskalasi timbal balik di kawasan yang memasok sepertiga dari kebutuhan minyak dunia.
Peningkatan aksi militer oleh Iran berisiko menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik, tulis penyedia data Capital Economics dalam catatan kepada para investornya pada hari serangan terjadi. Ini akan mempengaruhi harga minyak, yang disebut sebagai “saluran utama transmisi ke ekonomi global.”
“Iran menyumbang sekitar empat persen dari produksi minyak global, tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah Arab Saudi akan meningkatkan produksinya jika pasokan minyak Iran terganggu,” tulis Capital Economics. Kenaikan harga minyak lima persen bisa menambah sekitar 0,1 persen terhadap inflasi di negara-negara maju.
Analis dan pedagang lainnya berpendapat pasar belum sepenuhnya menghitung risiko serangan terhadap fasilitas minyak Iran atau kemungkinan Iran menutup Selat Hormuz — ancaman yang sering dilontarkan tanpa pernah direalisasikan. Selat sempit di mulut Teluk Persia itu menangani hampir 30 persen perdagangan minyak dunia.
Kepala Ekonom di perusahaan komoditas Trafigura Group asal Swiss, Saad Rahim, mengatakan belum ada yang tahu seberapa jauh konflik Iran dengan Israeli akan berkembang. “Bagaimana reaksi Israel sekarang, lalu bagaimana tanggapan Iran? Apakah pemain lain juga akan terlibat?” ujarnya, dikutip dari DW, Kamis, 3 Oktober 2024.
Minyak Menjadi Penopang Ekonomi Iran
Ekspor minyak adalah sumber pendapatan penting bagi Iran. Meskipun mendapat sanksi berat dari Amerika Serikat, Iran tetap menjual minyaknya ke luar negeri, terutama ke China.
Pada Maret 2024, Menteri Perminyakan Iran Javad Owji mengatakan ekspor minyak telah menghasilkan lebih dari USD35 miliar sepanjang 2023. Surat kabar bisnis Inggris Financial Times mengutip pernyataan Owji yang menyatakan meski banyak musuh Iran yang ingin menghentikan ekspor minyaknya, “hari ini, kami bisa mengekspor minyak ke mana pun kami mau, dengan diskon minimal.”
Dari Januari hingga Mei 2024, analis sektor energi Vortexa melaporkan peningkatan lebih lanjut yang memperkirakan Iran rata-rata menjual 1,56 juta barel minyak per hari. “Peningkatan produksi minyak, permintaan yang lebih tinggi dari China, dan pertumbuhan armada kapal ‘gelap’ telah membantu peningkatan ekspor ini,” tulis Vortexa dalam laporannya pada Juni lalu.
Istilah “armada gelap” atau shadow fleetmerujuk pada kapal-kapal yang menyelundupkan minyak untuk menghindari sanksi. Menurut lembaga nirlaba Amerika Serikat United Against Nuclear Iran, armada gelap Iran terdiri dari setidaknya 383 kapal.
Menurut stasiun TV yang berbasis di London, Iran International, rezim Iran menjual minyaknya dengan diskon 20 persen dari harga pasar global untuk mengkompensasi risiko yang dihadapi pembeli akibat sanksi. “Kilang-kilang minyak di China menjadi pembeli utama pengiriman minyak ilegal Iran yang oleh perantara dicampur dengan kargo dari negara lain, kemudian dibongkar di China sebagai impor dari Singapura dan sumber lainnya,” lapor media oposisi Iran tersebut baru-baru ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.