Logo
>

RI Butuh 800 Juta Bibit Kakao untuk Genjot Produksi

Ditulis oleh KabarBursa.com
RI Butuh 800 Juta Bibit Kakao untuk Genjot Produksi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan 800 juta bibit kakao untuk mencapai target peningkatan produksi kakao nasional.

    Kebutuhan ini muncul di tengah upaya pemerintah menggenjot produksi kakao, bahkan masalah ini sampai dibahas dalam rapat internal di Istana Kepresidenan.

    Luhut mengungkapkan bahwa penambahan bibit kakao sangat mendesak mengingat kondisi saat ini di mana produksi bibit hanya mencapai sekitar 2 juta.

    Menurutnya, fasilitas Taman Sains dan Teknologi Herbal dan Hortikultura (TSTH) di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

    “Fasilitas TSTH di Humbang Hasundutan dapat memproduksi bibit kakao dengan kualitas tinggi menggunakan teknologi genomic alias rekayasa genetika. Ini sangat penting untuk memastikan kita memiliki bibit yang unggul dan tahan penyakit,” kata Luhut dalam keterangannya, Jumat, 12 Juli 2024.

    Peran Teknologi Genomic dalam Produksi Bibit Kakao

    Luhut menekankan bahwa teknologi genomic dapat menjadi solusi bagi tantangan produksi bibit kakao di Indonesia. Teknologi ini memungkinkan rekayasa genetika untuk menghasilkan bibit yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta memiliki produktivitas yang lebih tinggi.

    “Kita hanya punya 2 juta bibit, sementara kebutuhan mencapai 800 juta bibit. Teknologi genomic yang diterapkan di TSTH bisa menjadi solusi untuk memenuhi kekurangan ini,” ujar Luhut.

    Fasilitas TSTH di Humbang Hasundutan saat ini terus dipersiapkan untuk tahap kedua, yang direncanakan akan selesai pada bulan Februari 2025. Setelah itu, fasilitas ini dijadwalkan akan diresmikan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto pada bulan Maret 2025.

    “Presiden terpilih Prabowo Subianto akan meresmikan fasilitas ini, dan kami akan melaporkan hasil rekayasa genetika bibit kakao kepada beliau,” jelas Luhut.

    BPDPKS Kelola Kakao dan Kelapa

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan mandat baru kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selain mengelola dana sawit, BPDPKS kini juga diminta untuk mengelola komoditas kakao dan kelapa.

    Keputusan ini diumumkan di rapat internal yang membahas pengembangan dua komoditas tersebut.

    Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan bahwa tidak akan ada pungutan baru yang dibebankan kepada para pengusaha kakao dan kelapa. Mengingat sebagian besar pengusaha di sektor ini adalah petani kecil, pungutan tambahan dianggap memberatkan dan tidak adil.

    “Karena (pengusaha) kelapa saja dan kakao itu adalah petani rakyat dan saat ini kondisi mereka sedang menurun. Jadi, kalau dibebani pungutan lagi, tentu akan sangat memberatkan,” kata Zulkifli Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.

    Selama ini, BPDPKS berperan dalam mengumpulkan dana dari pungutan ekspor pengusaha kelapa sawit yang menjual komoditasnya ke luar negeri. Pada tahun 2023, pungutan sawit yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp32,42 triliun. Dana tersebut kemudian digunakan untuk berbagai program pengembangan kelapa sawit, seperti program peremajaan sawit rakyat, hilirisasi sawit menjadi  biodiesel, dan riset produk kelapa sawit.

    Dengan tugas baru ini, dana yang dihimpun dari pengusaha kelapa sawit juga akan dialokasikan untuk mengelola komoditas kakao dan kelapa.

    Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa BPDPKS akan mendapatkan dana tambahan dengan adanya tugas baru ini, namun dana tersebut bukan berasal dari pungutan pengusaha sawit, melainkan dari bea keluar kakao yang bisa dikonversi menjadi pajak ekspor.

    Besaran pajak ekspor ini berkisar antara 0-15 persen dari harga kakao, yang per tahunnya bisa mencapai Rp46,9 juta.

    “Bea keluar kakao sebesar 15 persen akan dikonversi menjadi pajak ekspor, yang kemudian bisa dikelola oleh BPDPKS,” jelas Airlangga di tempat yang sama.

    Sementara itu, untuk komoditas kelapa, hingga saat ini belum ada bea ekspor yang dikenakan. “Untuk kelapa, kita belum membicarakan pajak ekspor, namun ini akan terus kita evaluasi,” sambungnya.

    Dengan penugasan baru ini, BPDPKS diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan komoditas kakao dan kelapa, memberikan dukungan yang lebih besar bagi petani kecil, serta meningkatkan daya saing kedua komoditas tersebut di pasar internasional.

    Pemerintah juga berencana untuk terus mengawasi dan mengevaluasi dampak dari kebijakan ini demi memastikan kesejahteraan petani serta keberlanjutan industri kakao dan kelapa di Indonesia.

    Selain itu, pemerintah akan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk asosiasi petani, akademisi, dan lembaga penelitian, untuk mengumpulkan data dan umpan balik secara berkala. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang mungkin muncul dan menyesuaikan kebijakan yang ada agar lebih efektif. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi