KABARBURSA.COM - Pada akhir perdagangan Jumat, 30 Agustus 2024, nilai tukar rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.455 per USD, melemah sebesar 0,20 persen dari posisi sebelumnya yang tercatat pada Rp 15.424 per USD. Penurunan ini mencerminkan sentimen hati-hati di pasar, di tengah ketidakpastian yang melanda investor yang menantikan data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang dijadwalkan rilis akhir pekan ini.
Di pasar Asia, pergerakan mata uang rupiah sejalan dengan penurunan yang dialami oleh ringgit Malaysia, yang melemah 0,12 persen, dolar Taiwan yang turun 0,10 persen, serta won Korea yang merosot 0,07 persen terhadap USD. Namun, sebagian besar mata uang Asia menunjukkan penguatan terhadap USD pada sore hari ini. Peso Filipina mencatat penguatan terbesar sebesar 0,25 persen, diikuti oleh yuan China yang menguat 0,16 persen, baht Thailand naik 0,09 persen, dolar Singapura naik 0,08 persen, yen Jepang naik 0,07 persen, dolar Hong Kong naik 0,03 persen, dan rupee India yang menguat tipis 0,02 persen terhadap USD.
Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur nilai tukar dolar terhadap mata uang utama dunia, tercatat berada di angka 101,30, mengalami penurunan dari posisi sebelumnya yang berada di 101,34. Penurunan indeks ini mencerminkan adanya perubahan dalam ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter global.
Sebelumnya, pada Kamis, 29 Agustus 2024, rupiah juga mengalami penurunan tipis terhadap USD. Pada penutupan perdagangan hari itu, rupiah spot ditutup melemah 0,01 persen pada level Rp 15.423 per USD.
Dalam pergeseran yang kontras, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) justru menunjukkan penguatan sebesar 0,43 persen ke posisi Rp 15.409 per USD.
Perbedaan ini mencerminkan dinamika pasar yang kompleks, di mana berbagai faktor domestik dan internasional saling berinteraksi dalam menentukan nilai tukar.
Mayoritas mata uang Asia menunjukkan penguatan pada hari itu, seiring dengan pernyataan Raphael Bostic, pejabat The Fed, yang mengindikasikan kemungkinan besar pemangkasan suku bunga pada bulan September mendatang. Hal ini memberikan dorongan positif bagi aset-aset di pasar negara berkembang yang sering kali diuntungkan oleh kebijakan moneter yang lebih longgar di negara-negara maju.
Meski ada sentimen positif dari luar negeri, pasar keuangan domestik Indonesia masih menunjukkan sikap berhati-hati. Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, menyoroti bahwa meskipun mata uang Asia memperlihatkan penguatan, pasar domestik Indonesia tetap berhati-hati. “Pergerakan rupiah yang cenderung datar mencerminkan kekhawatiran investor terhadap berbagai faktor risiko, baik domestik maupun global,” ungkap Josua.
Menurut Josua, meskipun rupiah mengalami pelemahan tipis, ada potensi untuk penguatan pada perdagangan hari Jumat, 30 Agustus 2024, dengan perkiraan bergerak dalam kisaran Rp 15.350 hingga Rp 15.450 per USD. Ekspektasi ini didorong oleh kemungkinan revisi ke bawah dari data pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal kedua 2024. Jika data PDB AS menunjukkan perlambatan yang lebih tajam dari perkiraan, USD dapat tertekan, memberikan ruang bagi penguatan rupiah.
Sentimen dari The Fed menjadi faktor kunci dalam pergerakan pasar bulan ini. Beberapa analis memperkirakan bahwa The Fed akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih dovish, mengingat tanda-tanda perlambatan ekonomi yang semakin nyata. Ketua The Fed mengindikasikan kemungkinan penurunan suku bunga pada September 2024 sebesar 25 hingga 50 basis poin sebagai respons terhadap inflasi yang lebih rendah dan pendinginan pasar tenaga kerja AS.
Perubahan kebijakan moneter The Fed berdampak luas terhadap pasar keuangan global. Yen Jepang, misalnya, telah mengalami apresiasi terhadap USD sebagai respons terhadap perubahan ekspektasi kebijakan The Fed. Dampak juga dirasakan pada berbagai instrumen keuangan lainnya, seperti obligasi, saham, dan mata uang di negara-negara berkembang.
Harapan pasar akan pelonggaran kebijakan moneternya mempengaruhi reaksi di pasar keuangan, dengan investor mulai menyesuaikan portofolio mereka untuk menghadapi penurunan suku bunga. Meskipun ada sentimen eksternal yang positif, investor di pasar domestik Indonesia tetap fokus pada risiko-risiko makroekonomi dan kebijakan yang ada.
Secara keseluruhan, pergerakan nilai tukar rupiah pada akhir Agustus 2024 mencerminkan dinamika pasar yang kompleks, dengan faktor eksternal dan internal saling mempengaruhi. Sementara sentimen dari The Fed memberikan dorongan positif bagi aset-aset berisiko, kewaspadaan tetap menjadi tema utama di pasar domestik, mengingat ketidakpastian ekonomi global dan regional yang masih tinggi.
Nilai tukar rupiah mengalami dinamika yang cukup signifikan, mencerminkan sentimen pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor domestik dan internasional. Bulan ini, rupiah menghadapi tantangan yang berasal dari ketidakpastian global dan ekspektasi terhadap kebijakan moneter internasional.
Pada awal bulan, rupiah menunjukkan pergerakan yang relatif stabil, dengan sedikit fluktuasi akibat pengaruh faktor eksternal dan domestik. Namun, ketegangan mulai meningkat menjelang akhir bulan, seiring dengan meningkatnya kewaspadaan investor terhadap rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada akhir pekan terakhir Agustus. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.