KABARBURSA.COM - Mata uang rupiah ditutup menguat 24,5 poin pada perdagangan sore ini, Selasa, 6 Agustus 2024, meskipun sebelumnya sempat melemah 2 poin, berada di level Rp16.164,5 dari penutupan sebelumnya di Rp16.189.
“Untuk perdagangan besok, rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.110 - Rp16.180," kata analis pasar uang yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, dalam analisis hariannya.
Ibrahim menjelaskan, kondisi ini terjadi di tengah aksi jual global yang dipicu oleh data pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan dan laporan laba yang mengecewakan dari perusahaan teknologi besar. Kekhawatiran terhadap ekonomi Tiongkok juga turut menambah tekanan, setidaknya membuat saham, minyak, dan mata uang berimbal hasil tinggi tertekan dalam seminggu terakhir.
"Aksi jual berlanjut pada hari Senin dengan imbal hasil Treasury AS turun lebih jauh, indeks saham di zona merah, dan dolar melemah," ujar Ibrahim.
Imbal hasil Treasury telah turun tajam sejak pekan lalu, utamanya ketika Federal Reserve (Fed) mempertahankan suku bunga kebijakan dalam kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen. Ketua the Fed Jerome Powell, membuka kemungkinan penurunan suku bunga pada September nanti.
Pada Jumat, 2 Agustus 2024, data menunjukkan tingkat pengangguran global melonjak dan meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga. Lonjakan yen Jepang juga terjadi karena para pedagang secara agresif menghentikan perdagangan carry.
“Perdagangan carry, di mana investor meminjam uang dari negara dengan suku bunga rendah seperti Jepang atau Swiss untuk mendanai investasi dalam aset berimbal hasil lebih tinggi, telah populer dalam beberapa tahun terakhir," jelas Ibrahim.
Lebih lanjut Ibrahim memaparkan, kontrak berjangka dana Fed, hari kemarin, juga mencerminkan para pedagang yang memperkirakan hampir 100 persen peluang pemotongan 50 basis poin pada pertemuan bank sentral September. Fokus minggu ini tertuju pada data ekonomi dari Tiongkok, khususnya data perdagangan dan inflasi yang akan dirilis apada khir pekan ini.
Di dalam negeri, pemerintah Indonesia berencana menggenjot konsumsi di kwartal III dan IV 2024 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun. Konsumsi pemerintah di kwartal II 2024 tumbuh 1,42 persen dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 7,31 persen, dibandingkan dengan kwartal I 2024 yang tumbuh 24,29 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kwartal II 2024 tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan (yoy), meski mengalami penurunan sebesar 3,79 persen secara kuartal ke kuartal (qtq).
Untuk kwartal III dan IV, pemerintah akan melihat faktor apa lagi yang bisa didorong, utamanya belanja pemerintah. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Indonesia hingga kwartal II 2024 mencapai Rp5.536,5 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp3.231 triliun.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2024 akan mencapai 5,0 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh terjaganya konsumsi rumah tangga dan peningkatan investasi.
Melihat ke belakang, pertumbuhan ekonomi kwartal pertama pada 2019 sebesar 5,06 persen, kemudian anjlok pada 2020 menjadi 2,97 persen akibat pandemi. Pada 2021, ekonomi turun lebih dalam menjadi 0,69 persen. Namun, pada kuartal pertama 2022, ekonomi mulai bangkit dengan tumbuh 5,02 persen dan pada 2023 naik tipis dengan pertumbuhan 5,04 persen. Pada kuartal pertama 2024, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,11 persen.
"Industri pengolahan menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan kuartal kedua 2024," kata Ibrahim, kemarin.
Selain industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi, perdagangan, serta informasi dan komunikasi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pada perdagangan sore kemarin, mata uang rupiah ditutup menguat 11 poin di level Rp16.189 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.200. Sebelumnya, rupiah sempat menguat hingga 75 poin. Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diperkirakan akan fluktuatif namun tetap menguat dalam rentang Rp16.140 - Rp16.210.
"Pergerakan mata uang rupiah mencerminkan sentimen pasar terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik," kata Ibrahim.
Suku Bunga AS Dipotong September Nanti
Ketua Federal Reserve Jerome Powell sebelumnya mengatakan suku bunga dapat dipotong pada September jika ekonomi AS mengikuti jalur yang diharapkan, menempatkan bank sentral di ujung pertempuran lebih dari dua tahun melawan inflasi tetapi tepat di tengah-tengah kampanye pemilihan presiden negara tersebut.
The Fed mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari terbarunya dengan keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 5,25 persen-5,50 persen yang ditetapkan setahun yang lalu, tetapi pernyataannya melunakkan deskripsi tentang inflasi dan mengatakan risiko terhadap pekerjaan sekarang sebanding dengan kenaikan harga bahasa netral yang membuka pintu untuk penurunan suku bunga setelah lebih dari dua tahun memperketat kredit.
Powell mendorong pesan ini lebih jauh dalam konferensi pers setelah pertemuan, mencatat bahwa tekanan harga sekarang mereda secara luas dalam ekonomi – yang dia sebut sebagai “disinflasi berkualitas” – dan bahwa jika data yang akan datang berkembang seperti yang diantisipasi, dukungan untuk pemotongan suku bunga akan tumbuh.
Sementara itu, Gubernur Federal Reserve (the Fed) Bank of Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa sikap kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) bersifat restriktif, tetapi para pembuat kebijakan tidak sepenuhnya mengesampingkan kenaikan suku bunga tambahan.
“Saya rasa tidak ada yang benar-benar mengesampingkan kenaikan suku bunga. Saya rasa kemungkinan kami menaikkan suku bunga cukup rendah, namun saya tidak ingin mengesampingkan apa pun,” ujar Kashkari.
Kashkari mengulangi pernyataan yang dibuat sebelumnya pada Selasa, 28, Mei 2024, dalam sebuah wawancara, ketika ia mengatakan para pejabat harus menunggu lebih banyak bukti bahwa inflasi mendingin sebelum memangkas suku bunga, terutama mengingat pasar tenaga kerja yang kuat dan ekonomi yang tangguh.
“Pertumbuhan upah masih cukup kuat relatif terhadap apa yang kami pikir akan konsisten dengan target inflasi 2 persen,” katanya.
“Kami memiliki waktu untuk menilai seberapa besar tekanan ke bawah yang kami berikan pada permintaan sebelum membuat keputusan-keputusan kebijakan baru,” tambahnya.
Kashkari mengatakan bahwa ia belum mendapatkan kepercayaan diri pada proses disinflasi sejak Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bertemu di Maret, ketika ia memproyeksikan dua kali penurunan suku bunga sebelum akhir tahun.
“Saya ingin mendapatkan semua data yang bisa saya dapatkan sebelum pertemuan FOMC berikutnya sebelum saya mengambil kesimpulan. Namun saya dapat mengatakan ini, pasti tidak akan lebih dari dua kali pemangkasan,” katanya.(*)