Logo
>

Rupiah Terpuruk, Ekonomi Terancam: Ekonom Soroti Hal ini

Melemahnya rupiah tak lagi semata-mata dikaitkan dengan faktor global, tetapi juga disebabkan oleh persoalan domestik yang semakin dalam dan kompleks

Ditulis oleh Deden Muhammad Rojani
Rupiah Terpuruk, Ekonomi Terancam: Ekonom Soroti Hal ini
Seseorang tengah menghitung mata uang rupiah pecahan 100.000. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan hingga menyentuh level terendah sejak krisis moneter 1998. Melemahnya rupiah tak lagi semata-mata dikaitkan dengan faktor global, tetapi juga disebabkan oleh persoalan domestik yang semakin dalam dan kompleks.

    Pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa pelemahan rupiah saat ini merupakan refleksi dari kegagalan pemerintah menjaga kepercayaan pasar. 

    “Ada anomali ketika indeks dolar justru turun, tapi rupiah ikut melemah. Bank Indonesia (BI) memang menyampaikan ada aliran dana ke emerging markets, tapi tetap saja rupiah tertekan. Artinya persoalan utama ada di dalam negeri,” ujarnya kepada Kabarbursa.com melalui sambungan telepon, Selasa, 25 Maret 2025.

    Ia menyebut bahwa sejak gubernur BI menjabat, rupiah mengalami depresiasi yang konsisten, meski fundamental ekonomi diklaim sehat. Berbagai kebijakan seperti pembentukan Danantara, Koperasi Merah Putih, penghapusan kredit umum, proyek tiga juta rumah, hingga minimnya kepastian hukum, justru menimbulkan kegelisahan pasar atas kemampuan pemerintah membiayai program dan mengelola risiko fiskal.

    Syafruddin menyoroti sektor manufaktur sebagai yang paling terdampak. Sekitar 60 persen industri manufaktur nasional masih bergantung pada bahan baku dan barang modal impor. Dengan melemahnya nilai tukar, biaya produksi melonjak tajam. 

    “Mereka akan kesulitan untuk mempertahankan kapasitas produksi karena mahalnya bahan baku,” katanya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan Indonesia sebagai negara net importir pangan juga rentan mengalami inflasi pangan akibat depresiasi rupiah. Komoditas seperti beras, gula, garam, bawang putih, susu, jagung, hingga buah-buahan, sebagian besar masih bergantung pada impor. 

    “Pelemahan rupiah menyebabkan harga pangan meningkat, dan ini menekan daya beli masyarakat,” tambahnya.

    Bukan hanya rupiah yang terpukul, kata Syafruddin, tetapi pasar saham juga mencatatkan kinerja yang memprihatinkan. Hingga 25 Maret 2025, IHSG turun ke level 6.161,218, dengan return tahunan menyentuh -12,98 persen. Indonesia kini tercatat sebagai salah satu pasar saham terburuk di Asia tahun ini.

    “Investor tidak hanya melihat angka makro, mereka membaca arah dan konsistensi kebijakan. Ketika tidak ada sinyal fiskal yang meyakinkan, dan Bank Indonesia berjalan sendiri menjaga rupiah tanpa dukungan kebijakan fiskal yang solid, maka yang terjadi adalah kejatuhan pasar,” ujar Syafruddin.

    Ia mengingatkan bahwa pemulihan kepercayaan pasar tidak cukup hanya dengan membaiknya sentimen global. 

    “Pasar butuh komunikasi kebijakan yang jujur, konsisten, dan keberanian mengambil keputusan sulit. Selama pemerintah masih terjebak dalam narasi yang kabur, grafik ini hanya akan terus turun,” tambahnya.

    Sebelumnya diberitakan Kabarbursa.com, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto, menyoroti langkah BI menurunkan suku bunga acuan sebagai sinyal positif bagi pemulihan ekonomi. Namun, ia menekankan bahwa efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada keselarasan dengan kebijakan fiskal pemerintah.

    Menurut Eko, bila penurunan suku bunga tidak diikuti oleh kebijakan fiskal yang mendukung, maka dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan minim. Ia mengingatkan, jika pemerintah justru memberlakukan kebijakan kontraktif seperti kenaikan pajak atau pungutan tambahan, maka pelonggaran moneter BI tidak akan mampu memberikan stimulus optimal.

    “Langkah BI ini tepat untuk merespons perlambatan ekonomi, tetapi butuh sinergi dengan kebijakan fiskal agar hasilnya terasa nyata,” ujarnya.

    Eko juga berharap pemerintahan baru yang akan menjabat Oktober mendatang dapat lebih fokus pada stimulus ekonomi dan pengendalian inflasi. Ia menekankan pentingnya menjaga daya beli masyarakat dan menahan laju kenaikan harga agar pemulihan ekonomi tidak terhambat.

    Secara keseluruhan, Eko menegaskan bahwa harmonisasi antara kebijakan moneter dan fiskal adalah kunci. Tanpa itu, upaya mendorong pertumbuhan akan sulit tercapai.

    Inflasi Stabil, Didukung Sinergi Pengendalian Pangan

    Sementara itu, inflasi Indonesia tercatat tetap terkendali. Data Indeks Harga Konsumen (IHK) per Agustus 2024 menunjukkan inflasi tahunan sebesar 2,12 persen, masih berada dalam target BI yaitu 2,5±1 persen. Inflasi inti bahkan lebih rendah, di angka 2,02 persen (yoy), menandakan tekanan harga yang stabil di luar komoditas musiman.

    Inflasi pangan bergejolak (volatile food) juga menurun menjadi 3,04 persen dari 3,63 persen bulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi merata di berbagai wilayah berkat musim panen yang baik dan penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

    Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa inflasi akan tetap dalam kendali, seiring ekspektasi yang terjaga, kapasitas ekonomi yang mencukupi, dan pengendalian inflasi impor melalui stabilisasi nilai tukar.

    Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17–18 September 2024, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen. Ini merupakan pemangkasan pertama sejak Februari 2021. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga diturunkan masing-masing menjadi 5,25 persen dan 6,75 persen.

    Kebijakan ini diambil setelah BI menahan suku bunga sepanjang Mei hingga Agustus 2024, menyusul kenaikan sebesar total 275 bps sejak Agustus 2022.

    Dari sisi global, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga oleh The Fed juga menguat. Berdasarkan CME FedWatch, kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga sebesar 50 bps mencapai 63%, dipicu oleh melemahnya data ketenagakerjaan AS yang memunculkan kekhawatiran resesi. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Deden Muhammad Rojani

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.