Logo
>

Saham Asia Melemah, Investor Tunggu Data Belanja Konsumen AS

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Saham Asia Melemah, Investor Tunggu Data Belanja Konsumen AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pasar saham Asia sebagian besar melemah pada Jumat, 20 Desember 2024, seiring pelaku pasar menunggu data belanja konsumen Amerika Serikat untuk November yang akan dirilis hari ini. Indeks saham berjangka AS dan harga minyak juga turun.

    Di Tokyo, indeks Nikkei 225 turun 0,3 persen menjadi 38.701,90 setelah data inflasi Jepang untuk November dirilis. Inflasi inti Jepang, yang tidak memasukkan harga makanan segar, naik 2,7 persen dibandingkan tahun lalu, melebihi ekspektasi.

    Data ini muncul setelah Bank of Japan pada Kamis memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 0,25 persen, yang mendorong dolar AS menguat terhadap yen Jepang. Hingga Jumat siang, dolar diperdagangkan di level 156,96 yen, turun dari 157,43 yen pada hari sebelumnya tetapi masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata 150 yen awal bulan ini.

    Di Hong Kong, indeks Hang Seng naik tipis 0,1 persen menjadi 19.772,91, sementara indeks Shanghai Composite di China turun 0,1 persen ke 3.367,20 setelah bank sentral China mempertahankan suku bunga pinjaman utamanya. Suku bunga pinjaman satu tahun tetap di 3,1 persen, sedangkan suku bunga lima tahun, yang digunakan sebagai acuan untuk suku bunga hipotek, bertahan di 3,6 persen.

    Indeks S&P/ASX 200 di Australia turun 1,2 persen menjadi 8.067,00, sedangkan indeks Kospi di Korea Selatan melemah 1,3 persen ke 2.404,02.

    IHSG dan Rupiah Kompak Menguat

    Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup menguat sebesar 6 poin atau naik 0,09 persen ke level 6,983 pada perdagangan Jumat, 20 Desember 2024. Merujuk data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG terpantau bervariasi dengan level tertinggi 7,032 dan terendah di level 6,931.

    Sebanyak 296 saham terpantau menguat, 288 saham melemah, dan 202 saham mengalami stagnan.

    Sementara itu mengutip Stockbit, AYLS berada di posisi teratas top gainer dengan performa +34,48 persen, diikuti BEER +32,73 persen, dan SAFE +24,59 persen.

    Sedangkan saham-saham yang mengalami koreksi paling dalam yakni SONA -18,33 persen, MKPI -11,99 persen, dan PGLI dengan -11,88 persen. Bersamaan dengan menguatnya IHSH, sejumlah sektor mengalami penguatan seperti energi (0,61 persen), teknologi (+0,33 persen), dan infrastruktur (+0,21 persen).

    Sementara sektor yang di zona merah ialah cyclical (-0,74 persen), industrial (-0,96 persen), dan basic ind (-0,34 persen). Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup menguat Rp16,221 atas dolar Amerika Serikat pada penutupan hari ini.

    Sebelumnya, nilai tukar rupiah kembali menunjukkan tren pelemahan. Pada pagi ini, Jumat, 20 Desember 2024. Di pasar spot, rupiah dibuka melemah 0,09 persen ke level Rp16.305 per dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang rentetan penurunan yang sudah terjadi sebelumnya.

    Pada penutupan perdagangan Kamis, 19 Desember 2024, rupiah tercatat mengalami pelemahan lebih tajam. Rupiah terpuruk hingga 1,24 persen ke level Rp16.285 per USD. Angka ini menjadi pelemahan terdalam sejak 7 Oktober 2024, saat rupiah jatuh 1,26 persen.

    Sepanjang perdagangan kemarin, fluktuasi tajam terjadi, dengan nilai tukar sempat menyentuh level terendah Rp16.300 per USD dan tertinggi di Rp16.130 per dolar AS. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan tekanan terhadap rupiah akan terus berlangsung hingga semester pertama 2025.

    Komite Kebijakan Ekonomi Apindo, Aviliani mengungkapkan bahwa pelemahan ini didorong oleh dinamika global, khususnya penguatan dolar AS.

    “Tahun depan itu China dan Amerika Serikat akan membuat insentif-insentif menarik. Kemungkinan besar banyak dolar AS akan ‘pulang kampung’ kembali ke Amerika,” kata Aviliani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.

    Menurut dia, Bank Indonesia akan mencoba meredam pelemahan rupiah dengan mengandalkan devisa hasil ekspor (DHE). Namun, langkah ini dinilai belum cukup efektif karena jumlah DHE yang terkumpul masih kalah jauh dibandingkan kebutuhan impor Indonesia.

    “Bagaimana caranya supaya kita stabil? Salah satunya adalah DHE. Tapi DHE itu belum besar sekali, masih lebih rendah dibandingkan impor kita,” jelas Aviliani.

    Selain itu, kebijakan lain seperti transaksi mata uang lokal (LCT), surat berharga rupiah berjangka (SRBI), dan surat berharga valuta asing (SVBI) juga dianggap belum mampu menjaga stabilitas rupiah.

    Alasannya, Indonesia sebagai small open economy sangat bergantung pada impor, terutama di sektor minyak, pangan, layanan digital, dan teknologi informasi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).