KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa mereka telah berhasil menghemat anggaran negara sebesar Rp2,21 triliun selama periode anggaran 2020-2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa penghematan ini merupakan hasil dari pengelolaan anggaran yang cermat, efisien, dan disiplin, termasuk dengan memanfaatkan teknologi digital.
"Berbagai langkah simplifikasi digitalisasi dalam proses bisnis ini telah menghasilkan efisiensi yang signifikan. Kami sampaikan di hadapan Komisi XI bahwa Rp2,21 triliun efisiensi ini dicapai melalui 11 langkah," ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (23/8/2024).
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa simplifikasi dan digitalisasi atau otomatisasi proses bisnis telah memberikan dampak positif, seperti peningkatan produktivitas, efisiensi pelayanan, dan optimalisasi penggunaan sumber daya manusia (SDM).
Dia merinci 11 langkah yang telah diambil sejak tahun 2020, di antaranya adalah kebijakan pertumbuhan negatif jumlah pegawai, pengendalian belanja birokrasi seperti perjalanan dinas dan konsinyering, serta pengadaan alat kolaborasi secara terpusat.
Selain itu, efisiensi anggaran juga dicapai melalui optimalisasi penggunaan anggaran penanganan pandemi sebagai akibat dari terkendalinya kasus Covid-19, konsolidasi pengadaan laptop melalui e-katalog LKPP dan kebijakan TKDN, serta digitalisasi proses bisnis yang menurunkan biaya pencetakan dokumen.
Selanjutnya, penghematan di Kementerian Keuangan juga diperoleh melalui optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana yang mengurangi biaya paket pertemuan, prioritas pembentukan tim yang menghemat biaya honorarium, implementasi Ruang Kerja Masa Depan yang mengurangi biaya sewa kantor, pembayaran belanja pegawai terpusat yang menurunkan anggaran pengelolaan gaji dan optimalisasi SDM, serta standarisasi harga dan distribusi seminar kit yang lebih selektif.
"Semua ini untuk menunjukkan bahwa Kemenkeu harus menjadi contoh ketika kita berbicara tentang efisiensi dan pengeluaran berkualitas lebih baik, yang kita terapkan pada level mikro organisasi," ujar Bendahara Negara.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 5,2 persen. Pernyataan ini disampaikan dalam pidato terkait Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2025 dan Nota Keuangan.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Keuangan I (Wamenkeu I) Suahasil Nazara mengatakan bahwa proyeksi tersebut mencerminkan pertumbuhan yang positif serta menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia, terutama di tengah situasi global saat ini.
“Pertumbuhan sebesar 5,2 persen ini adalah pencapaian yang sangat baik, terlebih lagi mengingat kondisi ekonomi dunia yang sedang mengalami gejolak besar,” ujar Wamenkeu dalam keterangan persnya.
Ia menjelaskan bahwa jika melihat data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat, terlihat penurunan pada tingkat penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China juga melemah, turun di bawah 5 persen, yaitu sebesar 4,7 persen, sementara berbagai negara lain masih berusaha menstabilkan perekonomian mereka.
Mengenai kondisi geopolitik, Suahasil menyoroti bahwa perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung, begitu juga dengan ketegangan di Timur Tengah (Timteng).
Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan bahwa perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 didasarkan pada tren pertumbuhan tahun berjalan. Pada kuartal I 2024, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,11 persen, dan pada kuartal II 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan sebesar 5,05 persen.
“Angka pertumbuhan pada dua kuartal tersebut menjadi fondasi yang kuat untuk tahun depan. Oleh karena itu, dalam penyusunan RAPBN 2025, kita menggunakan proyeksi pertumbuhan 5,2 persen, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden,” jelasnya, menambahkan.
Suahasil menambahkan bahwa dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 2025, ketidakpastian di tingkat global tetap menjadi faktor yang harus diwaspadai, terutama dampaknya dari gejolak ekonomi di negara-negara maju.
“China adalah mitra dagang utama kita, Amerika Serikat (AS) merupakan ekonomi terbesar di dunia, dan kita juga banyak mengekspor ke Eropa. Jika kondisi global terus mengalami gejolak, maka seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden, pertumbuhan ekonomi kita akan sangat bergantung pada aktivitas ekonomi domestik,” papar Wamenkeu.
Untuk memastikan keberlangsungan aktivitas ekonomi domestik, pemerintah akan fokus menjaga daya beli masyarakat. Ini penting karena konsumsi masyarakat menyumbang sekitar 55 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Oleh karena itu, untuk menjaga daya beli tetap stabil, bantuan sosial, perlindungan sosial, dan berbagai program yang telah dirancang, baik yang merupakan kelanjutan dari program tahun ini maupun program-program baru, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden Jokowi, akan terus diupayakan,” tutup Wamenkeu Suahasil. (*)