KABARBURSA.COM - Sektor perbankan Tanah Air tengah memasuki fase yang menarik. Setelah menghadapi tekanan sejak akhir tahun lalu, tanda-tanda pemulihan mulai terlihat.
Likuiditas yang sempat mengetat kini menunjukkan ruang lega. Loan to Deposit Ratio (LDR) per Juni 2025 tercatat turun menjadi 87,1 persen, lebih longgar dibanding posisi 90,7 persen di akhir 2024.
Pemulihan ini tidak datang sendirian. Pertumbuhan M2 mencapai 6,5 persen secara tahunan, belanja pemerintah melonjak hingga Rp391 triliun atau naik 55 persen yoy, sementara penurunan yield SRBI dan suku bunga LPS membuka peluang bagi perbankan untuk menekan biaya dana atau cost of fund dari 2,9 persen menjadi 2,8 persen.
Namun, euforia BNI Danareksa Sekuritas melihat ini belum sepenuhnya tercermin pada kinerja saham. Secara year-to-date, saham-saham bank besar masih loyo, turun sekitar 3 persen jika dibandingkan dengan LQ45, dan bahkan lebih dalam 13 persen terhadap IHSG.
Tekanan datang dari margin bunga bersih (NIM) yang rendah, beban operasional yang tinggi, hingga derasnya aliran dana keluar dari investor asing mencapai Rp36,4 triliun.
Tak heran, proyeksi laba big four bank pada 2025 dipangkas rata-rata 3 persen. Bank Negara Indonesia (BBNI) dipangkas 5,2 persen, sementara Bank Rakyat Indonesia (BBRI) terkoreksi 3,4 persen.
Meski begitu, valuasi sektor ini mulai dianggap menarik kembali. Dengan price-to-book value (PBV) rata-rata di 2,1 kali atau berada di bawah rata-rata historis (-0,7SD), ruang untuk rebound terbuka.
Data pada tabel riset juga memperlihatkan posisi masing-masing bank besar. BBCA tetap menjadi primadona dengan target harga Rp11.900, PBV 3,9 kali, serta ROE 21,4 persen pada 2025. BBRI, meski belum diberi rating, masih dipandang punya fundamental kokoh dengan kapitalisasi pasar raksasa Rp618,3 triliun.
BMRI dan BBNI menyusul dengan valuasi yang lebih murah, P/E sekitar 8 kali, sehingga kerap dianggap sebagai alternatif dengan potensi penguatan lebih besar.
Sementara itu, bank-bank syariah seperti BRIS dan BTPS masih ditempatkan pada posisi hold. Meski prospek pertumbuhan jangka panjang menjanjikan, efisiensi dan return belum seagresif bank konvensional besar.
BTN justru menarik karena valuasi yang sangat murah dengan P/E hanya 5,6 kali di 2025, meski tantangan likuiditas dan kualitas aset tetap menjadi pekerjaan rumah besar.
Dari sisi sentimen, Kopdes MP belakangan memberi angin segar. Program tersebut diyakini mampu menjaga momentum positif dan menjadi daya tarik baru bagi investor.
Rekomendasi sektor perbankan dari analis cenderung netral, namun ada optimisme jika likuiditas terus membaik dan biaya dana terkendali.
Secara keseluruhan, sektor perbankan Indonesia saat ini berada di persimpangan. Di satu sisi, tekanan terhadap margin dan laba masih nyata. Namun di sisi lain, valuasi yang sudah turun, perbaikan likuiditas, serta katalis kebijakan membuka jalan untuk rebound.
Investor kini hanya perlu lebih selektif: memilih bank-bank besar dengan fundamental kuat seperti BBCA, BMRI, dan BBRI, sembari tetap waspada terhadap risiko likuiditas ketat dan potensi memburuknya kualitas aset.
Singkatnya, meski belum waktunya euforia, perbankan RI mulai memperlihatkan denyut pemulihan yang bisa jadi awal kebangkitan baru di paruh akhir 2025.(*)