KABARBURSA.COM - Setelah mengalami tekanan fiskal selama tiga bulan awal tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akhirnya menunjukkan titik balik. Pemerintah mencatat surplus anggaran sebesar Rp 4,3 triliun per April 2025.
Pencapaian ini diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III pada Selasa, 20 Mei 2025.
“Setelah mengalami defisit 3 bulan Januari-Maret, pada April mengalami turn around atau perubahan," ujar Sri Mulyani.
Surplus tersebut mengindikasikan bahwa pendapatan negara melebihi pengeluaran. Data menunjukkan pendapatan negara sudah mencapai Rp 810,5 triliun atau sekitar 27 persen dari target tahun ini.
Sementara itu, belanja negara baru menyentuh Rp 806,2 triliun atau sekitar 22,3 persen dari total alokasi anggaran.
"Hal ini menunjukkan di tengah masa transisi, APBN 2025 tetap mampu berfungsi optimal dalam menunjang pelaksanaan program prioritas pemerintah yang dirasakan oleh rakyat," lanjutnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa keseimbangan primer berada dalam posisi surplus senilai Rp 173,9 triliun.
Adapun kas negara juga dalam posisi kuat, dengan surplus dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mencapai Rp 283,6 triliun. Secara keseluruhan, posisi kas pemerintah kini berada di atas Rp 600 triliun.
"APBN tetap akan dijaga menjadi instrumen shock absorber, menjaga stabilitas ekonomi, melindungi masyarakat dan menopang daya beli masyarakat, serta mendorong dunia usaha," tutup Sri Mulyani.
Defisit APBN Sempat Capai Rp104,2 Triliun pada Maret 2025
Untuk diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp104 triliun pada akhir Maret 2025. Jumlah ini setara dengan 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit anggaran pada triwulan pertama 2025 ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan APBN KiTa pada Kamis, 30 April 2025.
“Defisit Rp104,2 triliun atau 0,43 persen PDB bukan hal yang menimbulkan kekhawatiran karena masih di dalam desain APBN awal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025, pemerintah dan DPR menargetkan defisit tahun ini berada pada level Rp616,2 triliun atau 2,53 persen terhadap PDB.
Angka ini mencerminkan peran APBN sebagai alat stabilisasi fiskal untuk menopang pemulihan ekonomi serta mempercepat pelaksanaan program pembangunan nasional. Meski demikian, pemerintah tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan fiskal yang terukur.
“Ini sudah disepakati di DPR dan menjadi UU,” kata Sri Mulyani.
Realisasi defisit pada kuartal pertama 2025 ini setara dengan 16,9 persen dari total target defisit sepanjang tahun. Sementara itu, pendapatan negara mencapai Rp516,1 triliun atau 17,2 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp3.005,1 triliun, dan belanja negara mencapai Rp620,3 triliun atau 17,1 persen dari pagu Rp3.621,3 triliun.
“Pendapatan negara 17,2 persen dari target, belanja negara Rp17,1 persen, surplus/defisit dari total postur 16,9 persen. Jadi, semua bergerak hampir sama,” jelas Sri Mulyani.
Rincian pendapatan negara mencakup penerimaan perpajakan sebesar Rp400,1 triliun, yang terdiri dari Rp322,6 triliun dari pajak dan Rp77,5 triliun dari kepabeanan serta cukai. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menyumbang Rp115,9 triliun terhadap total pendapatan.
Sementara di sisi belanja, alokasi telah terserap melalui belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp413,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp207,1 triliun. Untuk BPP, Rp196,1 triliun dialirkan melalui belanja kementerian/lembaga, sementara Rp217,1 triliun melalui belanja non-kementerian/lembaga.
Adapun keseimbangan primer masih mencatatkan surplus senilai Rp17,5 triliun, yang menunjukkan kapasitas fiskal pemerintah untuk mengelola kewajiban utang tetap berada dalam kendali.(*)