Logo
>

Sinyal Pemangkasan Suku Bunga AS Muncul Lagi

Komentar pejabat The Fed memunculkan peluang pemangkasan suku bunga tahun ini, dengan inflasi yang terkendali dan tekanan tarif yang bersifat sementara.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Sinyal Pemangkasan Suku Bunga AS Muncul Lagi
The Fed memberi sinyal suku bunga bisa dipangkas tahun ini. Dampaknya bisa membuka jalan bagi arus modal asing ke pasar keuangan negara berkembang. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Ada harapan baru bagi pelonggaran suku bunga di Amerika Serikat. Meski inflasi berpotensi naik karena tarif dagang yang baru, Gubernur The Fed Christopher Waller melihat lonjakan itu tak akan lama-lama. Bahkan, ia membuka peluang pemangkasan suku bunga tahun ini—bukan karena ekonomi seret, melainkan karena inflasi yang terkendali.

Berbicara dalam konferensi di Seoul, Korea Selatan, Senin, 2 Juni 2025 waktu setempat, Waller bilang tarif dagang memang bisa mendorong harga naik dalam jangka pendek. Tapi kali ini tak akan separah inflasi bandel awal dekade 2020-an. Alasannya, pasar tenaga kerja tak lagi super ketat dan stimulus pemerintah sudah berkurang. Dua faktor itu dulu yang bikin inflasi menggila.

“Kalau tarifnya tak terlalu tinggi, dan data inflasi serta pengangguran masih oke, saya dukung pemangkasan suku bunga tahun ini. Ini kabar baik,” ujarnya, mengacu pada naskah pidatonya yang dipublikasikan, dikutip dari The Wall Street Journal, Senin.

The Fed sendiri masih menahan suku bunga acuan di kisaran 4,25 persen–4,5 persen sepanjang 2025, setelah memangkasnya 100 basis poin di empat bulan terakhir 2024. Saat itu, tingkat pengangguran yang mulai naik jadi alasan untuk memberi bantalan ke perekonomian yang mulai melambat. Pasar kini memperkirakan The Fed akan kembali tahan posisi pada rapat 17-18 Juni mendatang.

Data terakhir menunjukkan, tingkat pengangguran per April 2025 masih stabil di 4,2 persen. Sementara itu, inflasi yang jadi acuan utama The Fed sudah mendekati target, yakni di level 2,1 persen dalam setahun terakhir.

Meski begitu, gelombang tarif baru dari Gedung Putih bikin pejabat The Fed menahan diri. Mereka tak ingin buru-buru melonggarkan kebijakan sebelum tahu pasti seberapa besar dampak tarif terhadap perekonomian.

Di antara pejabat bank sentral, Waller termasuk yang paling vokal mendukung pelonggaran tahun ini. Padahal, pada Maret lalu—sebelum Trump mengumumkan program tarif barunya—median proyeksi pejabat The Fed masih memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga. Tapi setelah itu, banyak yang memilih menunggu data baru sebelum ambil keputusan.

Di belakang layar, Trump juga terus menekan Ketua The Fed Jerome Powell agar segera memangkas suku bunga. Bahkan, dalam pertemuan tertutup di Gedung Putih pekan lalu, Trump sempat menegur langsung. Meski ancaman memecat Powell sudah diredam, Trump tetap akan bisa menunjuk penggantinya tahun depan.

Investor RI Siap-siap Diserbu Hot Money

Di balik rencana pemangkasan suku bunga The Fed, ada sinyal yang tak boleh diabaikan oleh investor Indonesia. Sinyal itu berupa arus modal asing yang bisa kembali deras masuk. Tak lain dan tak bukan, inilah efek klasik dari selisih bunga yang makin menggoda. Bagi para pemilik modal, saat return di AS menciut, pasar berkembang seperti Indonesia jadi ladang baru yang menggiurkan.

Ini sejalan dengan teori yang dipegang para ekonom sejak lama: Capital Flow Theory. Intinya begini—ketika negara maju seperti AS memangkas suku bunga, investor global akan mencari tempat yang bisa kasih imbal hasil lebih tinggi. Dan negara berkembang yang ekonominya cukup stabil dengan pasar keuangan yang likuid, biasanya langsung jadi sasaran empuk.

Teori ini dijelaskan secara mendalam dalam artikel ilmiah berjudul Revisiting the Determinants of Capital Flows to Emerging Markets—A Survey of the Evolving Literature karya Swarnali Ahmed Hannan, diterbitkan oleh International Monetary Fund. Dalam makalah tersebut, Hannan menyebut  perbedaan suku bunga antar negara merupakan salah satu push factor utama yang mendorong arus modal ke negara berkembang.

Untuk konteks saat ini, BI masih telah menurunkan suku bunga ke level 5,50 persen. Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga dari kisaran 4,25–4,5 persen menjadi lebih rendah, maka selisih bunga akan melebar. Ini yang bisa bikin investor asing naksir lagi sama obligasi dan saham Indonesia.

Namun, bukan berarti ini kabar gembira tanpa catatan. Aliran modal asing yang masuk cepat—alias hot money—memang bisa mendorong IHSG atau memperkuat rupiah dalam jangka pendek. Tapi sifatnya cenderung oportunistik: masuk kalau cuan, kabur kalau panik.

Pasar obligasi rupiah bisa jadi tempat pelampiasan pertama. Investor global berpeluang memborong SUN atau SBN tenor menengah karena yield yang lebih atraktif. Dengan imbal hasil SBN acuan 10 tahun yang saat ini ada di kisaran 6,81 persen, spread terhadap UST makin lebar. Jika yield US Treasury turun ke bawah 4 persen karena pemangkasan suku bunga, maka selisihnya bisa di atas 2,9 persen—cukup lebar untuk menarik minat investor besar.

Di pasar saham, sektor yang cenderung lebih likuid dan konsumtif seperti perbankan, energi, dan barang konsumer, kemungkinan akan jadi primadona asing. Apalagi kalau rupiah menguat ke bawah Rp16.000 per USD1 (dari posisi sekarang yang masih di kisaran Rp16.200–Rp16.300).

Investor lokal juga bisa kecipratan berkah. Arus modal asing biasanya mendorong harga saham naik, memperkuat rupiah, dan menurunkan imbal hasil obligasi—yang semuanya bisa dimanfaatkan jika disikapi tepat waktu.

Tapi risiko tetap mengintai. Volatilitas global tinggi, dan ketergantungan terhadap modal asing bikin pasar gampang terguncang jika The Fed mengubah sikap atau tensi geopolitik kembali memanas. Lagipula, arus modal ini sering kali bersifat jangka pendek dan tidak selalu berdampak pada produktivitas riil.

Maka, strategi terbaik bagi investor Indonesia adalah tetap selektif. Fokus pada saham dan instrumen keuangan yang punya fondasi kuat dan tidak cuma bergantung pada sentimen asing.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).