KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tengah mengupayakan fasilitas penyimpanan yang ideal untuk mengelola Cadangan Penyangga Energi (CPE), mencakup bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin, liquefied petroleum gas (LPG), dan minyak bumi.
Luhut menegaskan bahwa pengelolaan CPE membutuhkan investasi yang signifikan. Pemerintah kini sedang menyusun rencana yang teliti untuk memastikan pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan.
“Kami tengah mencari lokasi yang tepat untuk penyimpanan, mengingat kapasitas cadangan saat ini masih kurang. Pembentukan CPE ini memerlukan biaya yang cukup besar, karena dana yang diinvestasikan harus ditempatkan dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, perhitungan yang matang sangat diperlukan,” jelas Luhut, Kamis 5 September 2024.
Di sisi lain, Luhut juga menyebutkan kemungkinan bahwa perusahaan internasional dapat berperan dalam penyimpanan komoditas tersebut di Indonesia. “Bisa jadi, perusahaan asing akan memanfaatkan fasilitas penyimpanan di Indonesia. Beberapa perusahaan internasional mungkin akan menyimpan komoditas CPE di sini. Kami masih dalam tahap pengaturan untuk hal ini,” tambahnya.
Berdasarkan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tahun 2023, Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan untuk minyak bumi, BBM, dan produk olahan mencapai 6,94 juta kiloliter (KL), serta LPG sebanyak 545.787 metrik ton pada tahun 2023.
Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan kebutuhan anggaran untuk pengelolaan CPE akan mencapai Rp70 triliun hingga tahun 2035. Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto, menjelaskan bahwa anggaran tersebut akan digunakan untuk berbagai aspek, termasuk pengadaan komoditas, penyewaan dan pembangunan tangki, serta pengelolaan.
“Sekitar Rp70 triliun akan dialokasikan hingga 2035 untuk pengadaan komoditas, sewa tangki, pembangunan tangki, dan pengelolaan,” ungkap Djoko.
Djoko menambahkan bahwa infrastruktur untuk pengelolaan CPE dapat berasal dari berbagai sumber, baik memanfaatkan infrastruktur yang ada, menyewa, atau membangun fasilitas baru.
Berdasarkan Pasal 21 Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, pendanaan untuk CPE berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta sumber pendanaan sah lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Sebagai catatan, Indonesia berencana untuk menyimpan stok penyangga (buffer stock) yang mencakup 9,64 juta barel BBM jenis bensin, 525,78 ribu metrik ton LPG, dan 10,17 juta barel minyak bumi hingga tahun 2035. Ketiga komoditas ini merupakan bagian dari CPE yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada waktu-waktu tertentu.
Rincian CPE mencakup BBM jenis bensin sebagai bahan bakar transportasi, LPG untuk keperluan industri, transportasi, dan rumah tangga, serta minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku operasional kilang minyak.
Indonesia akan meluncurkan Cadangan Penyangga Energi (CPE) untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Proyek ambisius ini diperkirakan memerlukan anggaran sekitar Rp30 triliun. Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Pasal 2 Perpres tersebut menetapkan bahwa penyediaan CPE bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional, menghadapi krisis energi, serta mendukung pembangunan berkelanjutan. CPE harus disesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan energi lokal, sembari menjaga komitmen terhadap energi bersih dan terjangkau. Kewajiban penyediaan CPE ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dari Perpres.
Jenis-Jenis CPE dan Alokasinya
Jenis CPE yang akan disiapkan meliputi bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan minyak bumi. Perpres mencantumkan jumlah CPE yang akan disediakan sebagai berikut:
a. Bahan bakar minyak jenis bensin sebanyak 9,64 juta barel
b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebanyak 525,78 ribu metrik ton
c. Minyak bumi sebanyak 10,17 juta barel
Pendanaan untuk CPE bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber pendanaan sah lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Estimasi dana yang dibutuhkan adalah sekitar Rp28,14 triliun, mendekati Rp30 triliun.
Dana terbesar diperlukan untuk bensin, yaitu Rp11,65 triliun, diikuti oleh minyak bumi sebesar Rp11,56 triliun, dan LPG sebesar Rp4,93 triliun. Harga yang digunakan untuk perhitungan adalah harga LPG Saudi Aramco, minyak bumi Brent, dan gasoline berdasarkan kontrak 3 bulan Singapore Mogas 92 unleaded (Platts).
Menurut data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023, kebutuhan bahan bakar di Indonesia mencapai 1,527 juta barel per hari (bph), dengan konsumsi terbesar untuk minyak mentah dan Pertalite (Ron 90). Dengan total input kilang minyak mencapai 907.000 bph, cadangan minyak bumi hanya dapat memenuhi kebutuhan selama 11,21 hari.
Konsumsi BBM jenis bensin, yang meliputi Gasoline RON 95, RON 92, dan RON 90, mencapai 226.563.119 barel per tahun. Dengan kebutuhan harian 620.721 bph, cadangan bensin diperkirakan hanya dapat bertahan selama 15,55 hari.
Cadangan LPG sebanyak 525.780 metrik ton sedangkan kebutuhan harian LPG adalah 22.638 metrik ton, sehingga cadangan LPG diperkirakan hanya cukup untuk 22 hari.
Cadangan Energi Negara Lain
Cadangan energi bukanlah konsep baru. Banyak negara sudah lama menerapkan kebijakan serupa. Amerika Serikat, misalnya, memiliki Cadangan Minyak Strategis (SPR) yang merupakan stok besar minyak mentah dan produk minyak lainnya. SPR didirikan pada 1975 oleh Presiden Gerald Ford sebagai respons terhadap embargo minyak Arab yang mengganggu ekonomi AS.
Sejak itu, SPR telah digunakan untuk menstabilkan harga minyak saat terjadi gejolak pasar global. Penggunaan SPR pada tahun 2022, termasuk penjualan 180 juta barel minyak selama enam bulan, mencatatkan penjualan SPR terbesar. Per Agustus 2024, SPR AS memiliki 374,5 juta barel, cukup untuk kebutuhan minyak negara tersebut selama 61 hari.
Negara lain seperti Filipina, Malawi, Afrika Selatan, China, India, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan juga memiliki cadangan energi untuk mengamankan ketahanan energi mereka masing-masing. (*)