Logo
>

Suku Bunga Turun, Sentimen Positif Kuatkan Ekonomi RI

Ditulis oleh Dian Finka
Suku Bunga Turun, Sentimen Positif Kuatkan Ekonomi RI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ekonom senior dari Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai bahwa Bank Indonesia (BI) memiliki keyakinan terhadap fundamental makroekonomi ketika menurunkan suku bunga acuan menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen.

    "Sesuai dengan perkiraan kami, tetapi di luar perkiraan pasar yang memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan, langkah ini menunjukkan perekonomian Indonesia terus menunjukkan kekuatannya," ujar Fithra dalam riset hariannya, dikutip Kabar Bursa, Kamis, 19 September 2024.

    Fithra menjabarkan bukti fundamental makroekonomi Indonesia yang kuat meliputi cadangan devisa negara mencapai USD150,2 miliar dan surplus neraca perdagangan selama 52 bulan berturut-turut.

    "Sementara itu, inflasi yang rendah serta arus masuk modal asing (capital inflow) yang signifikan ke pasar ekuitas (Rp53,2 triliun) dan obligasi (Rp33,8 triliun), menjadi bukti kuatnya kondisi saat ini," papar dia.

    Hal tersebut kemudian didukung oleh langkah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 basis points (bps).

    "Keputusan BI berpotensi menghasilkan sentimen domestik yang positif, yang akan mendorong perekonomian hingga akhir tahun," tegas Fithra.

    Sementara itu, Fithra memberikan perkiraan bahwa BI akan menjaga stabilitas rupiah sebelum mempertimbangkan pemangkasan BI Rate lebih lanjut pada triwulan terakhir tahun ini.

    Meski memberi kesan positif pada tatanan ekonomi makro, Fithra yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) itu memberi catatan. BI, kata dia, perlu kehati-hatian karena defisit ganda Indonesia dapat melebar pada 2025.

    "Ini terjadi karena peningkatan belanja anggaran dan melemahnya ekspor komoditas di tengah potensi perlambatan ekonomi di AS dan China," pungkas dia, dalam risetnya.

    Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi penurunan surplus neraca perdagangan. Diversifikasi ekspor, hilirisasi berkelanjutan, dan dukungan terhadap industri manufaktur menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

    Selain itu, pemerintah juga perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investasi asing langsung yang dapat mendukung pengembangan industri dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia dapat keluar dari jebakan sumber daya alam dan membangun ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

    Langkah BI Pangkas Suku Bunga

    Sebelumnya, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September.

    “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 6 persen,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu, 18 September 2024.

    Perry menambahkan, BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility yang dipangkas menjadi 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi sebesar 6,75 persen.

    Pemotongan suku bunga BI ini menjadi yang pertama sejak bulan Februari 2021 karena bank sentral Indonesia ini telah mengerek suku bunga sebesar 275 bps pada periode Agustus 2022 hingga April 2024, dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 6,25 persen.

    Lebih lanjut BI pada Mei, Juni, Juli, dan Agustus 2024, telah menahan kenaikan atau mempertahankan suku bunga acuan itu.

    Meskipun di luar perkiraan dan ekspektasi pasar, sejumlah pengamat memprediksi BI menurunkan suku bunga acuan.

    Pengamat Prediksi Penurunan BI Rate

    Sebelumnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, BI akan menurunkan suku bunga acuan minimal sebesar 25 bps atau 0,25 persen menjadi 6 persen.

    Kemudian pemangkasan suku bunga acuan akan dilanjutkan lagi pada RDG BI berikutnya, sehingga sampai akhir 2024, dia memperkirakan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 bps atau 0,50 persen.

    “Jadi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menurunkan suku bunga berapa pun minggu depan, tapi yang jelas BI diharapkan melakukan pemangkasan suku bunga minimun 25 bps,” kata Bhima.

    Dia menjelaskan, perkiraan ini karena posisi cadangan devisa RI telah mencapai rekor tertingginya pada akhir Agustus 2024, yakni sebesar USD150,2 miliar. Selain itu, saat ini pergerakan nilai tukar rupiah juga lebih stabil, yakni di level Rp15.300 per dolar AS dibandingkan beberapa waktu lalu yang sempat mencapai level Rp16.450 per dolar AS.

    “Sehingga tidak ada alasan bagi BI untuk lebih lama menahan suku bunga acuannya,” ucapnya.

    BI juga dinilai perlu mendorong penyaluran kredit dengan memangkas suku bunga acuan. Pasalnya, penurunan suku bunga BI akan direspons perbankan dengan menurunkan suku bunga pinjaman baik untuk modal kerja maupun konsumsi.

    “Harapannya ada transmisi lebih cepat menurunkan suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah),” kata Bhima.

    Penurunan suku bunga BI ini, kata Bhima, dapat menjadi stimulus bagi masyarakat terutama kalangan menengah yang saat ini tengah mengalami penurunan daya beli.

    Sebab, suku bunga yang rendah dapat meringankan cicilan kredit kelas menengah baik untuk hunian maupun modal kerja. Hal ini selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan sektor riil dan penyerapan tenaga kerja.

    “Sekarang memang bola ada di BI untuk lebih berani dan agresif dalam menurunkan suku bunga acuan. Momentumnya sekarang, jangan sampai momentumnya terlewat,” ungkapnya.

    Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Menurut dia, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk BI menurunkan suku bunga acuannya.

    Sebab, Bank Sentral AS diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) sebesar 25 sampai 50 bps pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diselenggarakan pada 18 September 2024 waktu setempat.

    “Semestinya BI sudah waktunya menurunkan tingkat suku bunga. Sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak melonggarkan kebijakan moneternya,” ujarnya.

    Hal ini dengan pertimbangan inflasi saat ini sudah sangat rendah. Bahkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2024 yang tercatat deflasi 0,03 persen secara bulanan (month to month). Kemudian, dia juga mempertimbangkan nilai tukar rupiah yang saat ini mulai menguat dan kondisi domestik maupun eksternal.

    “Sudah tidak ada alasan lagi bagi BI untuk tidak menurunkan suku bunga. Ini dilakukan untuk membantu memulihkan sektor riil dan pertumbuhan ekonomi yang sekarang mengalami perlambatan,” tuturnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.