Logo
>

Tahun 2030 Jumlah Transaksi Digital bakal Naik Signifikan, Didominasi Milenial dan Gen Z

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tahun 2030 Jumlah Transaksi Digital bakal Naik Signifikan, Didominasi Milenial dan Gen Z

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) memproyeksi, volume transaksi digital pada 2030 akan melonjak signifikan, yaitu hingga 14 kali lipat pada 2030.

    Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy mengatakan lonjakan tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah populasi generasi milenial dan Gen Z.

    Selain itu, di masa tersebut generasi milenial dan Gen Z menjadi pelaku utama ekonomi.

    BI memproyeksikan jumlah transaksi digital pada tahun 2030 diproyeksikan akan menyentuh angka 10,05 miliar transaksi. Proyeksi tersebut dibuat dengan memperhitungkan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang stabil.

    "Dan yang kita temukan adalah dari perhitungan sampai 2030, transaksi digital bisa berlipat 14 kali," kata Ryan Rizaldy dalam Media Briefing, di Bali yang dikutip, Senin, 26 Agustus 2024.

    Dengan melihat adanya potensi lonjakan transaksi digital, BI menekankan pentingnya penguatan infrastruktur sistem pembayaran, sehingga dapat memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat nantinya.

    Kata Ryan, saat ini layanan sistem pembayaran BI-Fast sudah menjadi andalan bagi transaksi ritel di kalangan masyarakat. BI-Fast mematok tarif sebesar Rp2.500 untuk setiap transaksi transfer antar bank, lebih murah dari tarif layanan real time online (RTO) yakni sebesar Rp6.500 per transaksi.

    "Sekarang kalau BI-Fast ada maintenance, masyarakat cenderung nunggu sampai BI-Fast aktif lagi, ketimbang memilih yang tarifnya Rp6.500," ujar Ryan.

    Namun, dengan adanya potensi lonjakan transaksi ke depan, Ryan menyebutkan, BI tidak bisa bergerak sendiri dengan hanya mengandalkan BI-Fast.

    Dia pun mendorong adanya kolaborasi dengan pelaku industri sistem pembayaran dan juga perbankan untuk menyediakan layanan yang dapat "setara" dengan BI-Fast.

    "Agar dia bisa berjalan bersama, maka sudah jelas skemanya harus sama, kalau tidak sama, tidak mungkin bisa berjalan," tuturnya.

    Gen Z Ogah Kerja di Perusahaan tak Ber-ESG

    Di tempat berbeda, Guru Besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) Prof Rhenald Kasali mengungkapkan alasan mengapa kalangan Gen Z enggan untuk bekerja di perusahaan yang tidak mengimplementasikan ESG dalam proses bisnisnya.

    Alasannya, mereka meyakini adalah pihak yang akan paling terdampak.

    "Mereka merasa yang paling terdampak. Mereka inginnya work life balance," kata Rhenald Khasali di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.

    Dia mengungkapkan, saat ini kalangan Gen Z menginginkan sistem kerja yang seimbang. Bagi mereka, perusahaan yang menerapkan konsep ESG dalam bisnis merupakan hal utama.

    "Terbayangkan, kamu bisa work life balance atau tidak, kalau hidup kamu dikelilingi beton-beton," ujarnya.

    "Ditambah lagi pohon enggak ada. Sekarang Gen Z maunya jalan-jalan melihat pohon, gunung dan laut," sambung Rhenald Kasali.

    Dia pun menekankan, saat ini para Gen Z memimpikan sistem kerja yang lebih independen, dengan lingkungan yang dibangun.

    "Jadi, jangan cuma gedungnya aja dibangun, tapi juga environment atau lingkungannya," tuturnya

    Sementara itu, Chairwoman of Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA) sekaligus Head of Sustainability & Corporate Secretary Bank Permata Tbk Katharine Grace mengatakan saat ini banyak Gen Z yang enggan bekerja di perusahaan yang tidak mengimplementasikan ESG.

    Menurut Katharine, pelaksanaan sustainability yang dilakukan oleh korporasi, memiliki banyak dampak positif. Seperti, meningkatkan kompetitif perusahaan, karena sekarang perusahaan-perusahaan yang melaksana sustainability dengan baik atau ESG ratingnya baik sehingga lebih diperhatikan atau diminati oleh investor.

    "Sekarang Gen Z, apabila mereka ingin mencari pekerjaan, tentu mereka melihat bagaimana peraksanaan sustainability di perusahaan tersebut," kata Katharine.

    Gen Z dan Gel Alpha Paling Terdampak Perubahan Iklim

    Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut Gen Z dan Gen Alpha merupakan kelompok yang akan paling terdampak akibat perubahan iklim, sehingga penting untuk melakukan aksi-aksi nyata dalam pencegahan perubahan iklim.

    Menurut Dwikorita, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan serta memicu dampak yang lebih luas. Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia. Maka dari itu, seluruh generasi harus saling berkolaborasi untuk menahan laju perubahan iklim.

    "Generasi Z dan Alpha akan menjadi generasi yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Karenanya, saya yakin, anak-anak muda yang jumlahnya mendominasi penduduk Indonesia bisa memberikan dampak signifikan terhadap aksi perubahan iklim," ujar Dwikorita, di Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan, Kamis, 22 Agustus 2024.

    Dwikorita menegaskan, bahwa perubahan iklim global bukanlah kabar bohong (hoaks) dan prediksi untuk masa depan, melainkan realitas yang di hadapi miliaran jiwa penduduk bumi.

    Katanya melanjutkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman praindustri.

    Angka tersebut nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius.

    Pada 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem, yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.

    Dwikorita mengungkapkan BMKG sendiri memproyeksi suhu udara di Indonesia akan melompat naik hingga 3,5 derajat Celcius dibandingkan zaman praindustri pada 2100 mendatang apabila aksi mitigasi iklim gagal dilakukan.

    Sementara WMO menyebut 2050 mendatang, dalam skenario terburuk, negara-negara di dunia akan menghadapi tidak hanya bencana hidrometeorologi, namun juga kelangkaan air yang berakibat pada krisis pangan.

    "Jika melihat tahun tersebut, dapat dipastikan Generasi Z dan Alpha lah yang akan paling merasakan," tegas Dwikorita. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi