Logo
>

Tanda-tanda Awal RI Bakal Deflasi Empat Bulan Beruntun

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tanda-tanda Awal RI Bakal Deflasi Empat Bulan Beruntun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ekonom memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Agustus 2024 akan mengalami deflasi bulanan sekitar 0,02 persen, melanjutkan tren penurunan yang telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut.

    Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, menjelaskan bahwa deflasi bulan ini didorong oleh penurunan harga beberapa bahan makanan, termasuk bawang merah, daging ayam, telur ayam, dan cabai merah.

    Menurut Josua, IHK untuk kelompok bergejolak diperkirakan akan mencatat deflasi sebesar -1,2 persen secara month-to-month (mom), seperti yang dikutip pada Sabtu, 31 Agustus 2024.

    Namun, ia menambahkan bahwa deflasi ini kemungkinan akan tertahan oleh kenaikan biaya pendidikan akibat tahun ajaran baru dan keputusan Pertamina untuk menaikkan harga Pertamax, bahan bakar non-subsidi.

    Pertamina telah menaikkan harga Pertamax dari Rp12.950 menjadi Rp13.700 per liter, meningkat 5,79 persen, yang efektif mulai 10 Agustus. Josua memperkirakan bahwa kenaikan harga ini akan menyumbang sekitar 0,04 - 0,05 persen pada inflasi, berdasarkan dampak putaran pertama saja.

    Josua juga memperkirakan inflasi bulanan untuk IHK kelompok inti dan kelompok harga yang diatur pemerintah masing-masing akan berada di angka 0,18 persen mom dan 0,28 persen mom.

    Dengan demikian, inflasi tahun berjalan dari Januari hingga Agustus 2024 diperkirakan mencapai 0,87 persen, jauh lebih rendah dibandingkan 1,53 persen pada periode yang sama tahun lalu.

    Sementara itu, inflasi tahunan pada Agustus 2024 diperkirakan stabil di kisaran 2,13 persen yoy.

    Inflasi inti diperkirakan akan meningkat tipis menjadi 1,97 persen yoy dari 1,95 persen bulan sebelumnya, sementara inflasi untuk harga yang diatur pemerintah diperkirakan naik menjadi 1,92 persen yoy dari 1,47 persen yoy, didorong oleh penyesuaian harga non-subsidi.

    Sebaliknya, inflasi bergejolak diperkirakan akan menurun menjadi 2,23 persen yoy dari 3,63 persen yoy, seiring dengan penurunan harga pangan secara keseluruhan.

    Josua memperkirakan inflasi tahun ini akan tetap berada dalam kisaran target 1,5 - 3,5 persen. Pada semester kedua, tekanan inflasi kemungkinan akan tetap rendah, terutama jika pemerintah memilih untuk menunda penerapan cukai plastik dan minuman kemasan berpemanis untuk mendongkrak daya beli dan pertumbuhan ekonomi.

    Risiko inflasi yang berasal dari barang impor atau imported inflation diperkirakan tetap terkendali, dengan harapan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah akan berlanjut setelah penguatan terhadap dolar AS dalam dua bulan terakhir.

    Penguatan ini didukung oleh potensi penurunan suku bunga The Fed, yang dapat meningkatkan sentimen risk-on dan menarik aliran modal asing ke pasar domestik.

    Selain itu, tekanan inflasi dari harga energi global, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, bisa tereduksi oleh risiko penurunan permintaan global.

    Josua memproyeksikan tingkat inflasi pada tahun 2024 sekitar 2,33 persen, turun dari 2,81 persen pada tahun 2023. Proyeksi inflasi yang lebih rendah ini membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan BI-rate sebagai respons terhadap penurunan suku bunga The Fed.

    Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut pada Mei hingga Juni 2024 tidak menandakan adanya penurunan daya beli masyarakat.

    Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menegaskan bahwa deflasi tersebut tidak mengindikasikan adanya resesi ekonomi. Menurutnya, penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan inflasi pada komponen harga pangan bergejolak (volatile food). Komponen ini mengalami penurunan inflasi yang signifikan, turun menjadi di bawah 5 persen dari sebelumnya mencapai 9 persen.

    “Untuk menilai daya beli, seharusnya kita memperhatikan inflasi inti. Dalam konferensi pers kemarin, inflasi inti menunjukkan kestabilan. Ekspektasi inflasi tetap terjaga, kapasitas perekonomian masih memadai, dan inflasi impor juga terkendali,” ungkap Juli.

    Di sisi lain, Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono, menekankan bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut lebih disebabkan oleh penurunan inflasi pada harga pangan bergejolak. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya inflasi harga pangan mengalami lonjakan signifikan yang memicu kekhawatiran mengenai keadaan darurat pangan.

    “Dulu, harga pangan melambung tinggi, menyebabkan kesulitan hidup akibat mahalnya biaya makanan. Namun kini, harga pangan telah turun secara konsisten, yang menyebabkan deflasi pada Indeks Harga Konsumen (IHK),” kata Erwin.

    Erwin juga menekankan bahwa Bank Indonesia tetap waspada terhadap dinamika ekonomi, khususnya terkait perkembangan inflasi setiap bulan. Namun, ia menegaskan bahwa deflasi belakangan ini disebabkan oleh koreksi pada komponen volatile food.

    “Kami tidak mengabaikan situasi ini. Kami terus memantau kondisi, namun indikator IHK menunjukkan bahwa penurunan inflasi terutama terjadi pada komponen volatile food,” tambahnya.

    Gejolak Harga Pangan

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Juli 2024, Indonesia mengalami deflasi sebesar -0,18 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month). Deflasi ini merupakan yang terdalam dalam tiga bulan terakhir, setelah deflasi sebesar -0,03 persen pada Mei dan -0,08 persen pada Juni.

    BPS juga mencatat bahwa tren deflasi selama tiga bulan berturut-turut bukanlah hal baru bagi Indonesia. Kondisi serupa terjadi selama pandemi Covid-19, yang mengakibatkan penghentian aktivitas ekonomi.

    “Situasi ini pernah terjadi sebelumnya, tepatnya pada periode Juli hingga September 2020. Jadi, deflasi tiga bulan berturut-turut bukanlah hal pertama kali. Deflasi Juli ini disebabkan oleh penurunan harga pangan bergejolak,” jelas Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti.

    Amalia menekankan pentingnya berhati-hati dalam menafsirkan deflasi tiga bulan berturut-turut sebagai indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

    “Untuk menentukan apakah deflasi mencerminkan penurunan daya beli, diperlukan analisis yang lebih mendalam. Penurunan harga yang tercermin dalam angka deflasi belum tentu menunjukkan penurunan daya beli masyarakat, karena pasokan di pasar sangat melimpah,” tegas Amalia.

    Indeks Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia turun ke angka 49,3 dari 50,7 pada bulan Juni, menandakan penurunan di bawah level 50. Ini merupakan kali pertama PMI manufaktur Indonesia menunjukkan kontraksi dalam tiga tahun terakhir, sejak Agustus 2021, ketika pandemi masih berdampak besar pada perekonomian.

    Menurut laporan S&P Global, pelaku usaha di Indonesia melaporkan penurunan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Penurunan PMI pada Juli menggambarkan penurunan output dan pesanan baru. Panelis melaporkan kelesuan permintaan pasar di Indonesia, yang menjadi faktor utama penurunan penjualan untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir.

    Penjualan ekspor juga mengalami penurunan, meskipun pada tingkat yang lebih rendah, sebagian disebabkan oleh keterlambatan pengiriman akibat masalah di jalur pelayaran global.

    Indeks PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai batas antara ekspansi dan kontraksi. Jika PMI berada di angka 50 atau lebih, berarti aktivitas manufaktur berkembang. Sebaliknya, jika PMI berada di bawah 50, maka aktivitas manufaktur mengalami penurunan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi