Logo
>

Tantangan Petani Kakao dalam Memenuhi Permintaan Cokelat

Ditulis oleh Dian Finka
Tantangan Petani Kakao dalam Memenuhi Permintaan Cokelat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengungkapkan kendala petani kakao memenuhi pemintaan terhadap cokelat organik yang semakin melonjak.

    Dalam beberapa tahun terakhir, tutur Eliza, konsumen semakin sadat tentang manfaat produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan terutama dari kakao dan produk turunannya, yakni cokelat.

    "Cokelat organik ini pasti harganya akan relatif mahal, pangsa pasarnya kalangan tertentu seperti konsumen kelas menengah ke atas yang lebih mementingkan kualitas," kata Eliza kepada Kabar Bursa, Senin, 16 September 2024.

    Untuk memenuhi klaim organik, diperlukan proses yang kompleks mulai dari kebun kakao hingga produk akhir. Sertifikasi organik memerlukan penelusuran menyeluruh untuk memastikan bahwa semua tahapan produksi biji kakao memenuhi standar organik yang ketat. 

    Oleh sebab itu, Eliza mengatakan proses ini melibatkan inspeksi yang mendalam dan sertifikasi yang mahal, yang bisa menjadi kendala besar bagi petani kakao.

    "Para petani kakao akan relatif kesulitan menerapkannya mengingat keterbatasan modal," ungkapnya.

    Sebab sertifikasi organik memerlukan investasi yang signifikan dalam hal waktu dan dana, yang sering kali menjadi hambatan untuk memasuki pasar cokelat organik.

    Produsen dan petani kakao dihadapkan pada kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan tren pasar yang berkembang, dan mencari solusi yang efisien untuk memenuhi standar organik sambil mengatasi kendala finansial. 

    Seiring dengan meningkatnya permintaan, industri kakao diharapkan dapat menemukan cara untuk mengatasi tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada.

    Produktivitas Kakao Menurun

    Eliza juga mengungkap salah satu tantangan komoditas kakao Indonesia adalah rendahnya produktivitas tanaman kakao. “Saat ini, produktivitas rata–rata kakao Indonesia hanya mencapai 500-700 kg per hektar per tahun. angka ini masih jauh di bawah potensi maksimal yang dapat dicapai, yakni 2.000 kg per hektar per tahun,” kata Eliza.

    Penurunan produktivitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk umur tanaman yang sudah tua, serangan hama dan penyakit, serta perubahan iklim dan degradasi kesuburan tanah.

    Lanjut Eliza, kurangnya pemeliharaan kebun kakao juga menjadi masalah besar. keterbatasan modal teknologi yang digunakan petani mengakibatkan kualitas dan produktivitas kakao menjadi rendah.

    “Sebagian besar produksi kakao di Indonesia berasal dari perkebunan rakyat yang hampir mencapai 99 persen, berbeda dengan kelapa sawit yang didominasi oleh perkebunan swasta dengan modal yang lebih besar.” tambahnya.

    Oleh sebab itu, hal ini berimplikasi pada perbedaan kualitas antara keduanya, di mana kualitas kakao Indonesia tergantung pada kemampuan dan pemeliharaan petani.

    “Karena minimnya penerapan teknologi dan penerapan good agriculture practice (GAP) menyebabkan kualitas biji kakao yang di produksi dalam negeri relatif rendah,” jelas Eliza.

    Selain itu, proses peremajaan tanaman kakao yang tidak optimal turut memperburuk kondisi. pembiayaan dan pemeliharaan kebun yang terbatas menjadi salah satu penyebab utama masalah ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memudahkan akses kredit bagi petani serta meningkatkan kapasitas mereka dalam penanganan produk pascapanen.

    “Kondisi industri kakao pun tak kalah menyedihkannya. Industri pengolahan kakao kekurangan bahan baku karena menurunnya produksi kakao nasional, akibatnya untuk memenuhi bahan baku impor biji kakao meningkat,” papar Eliza.

    Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian serius dan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi dalam sektor kakao Indonesia guna mendukung pertumbuhan industri pengolahan yang berkelanjutan.

    Komitmen Pemerintah di Industri Kakao

    Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri kakao dan cokelat di Indonesia. Katanya, program ini menjadi salah satu prioritas utama pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

    “Melalui industri kakao, pemerintah ingin meningkatkan daya beli masyarakat. Ini merupakan salah satu program unggulan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao,” ujar Zulkifli.

    Zulhas, panggilan akrabnya, menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil biji kakao dan produk kakao utama di dunia. Oleh karena itu, Indonesia sangat berkepentingan dalam merespons isu-isu terkait industri kakao, terutama mengenai produksi kakao global yang berkelanjutan. Isu-isu tersebut meliputi penurunan produksi biji kakao yang disebabkan oleh penuaan tanaman, penyakit, hama, serta perubahan iklim.

    “Indonesia berkomitmen untuk menerapkan prinsip konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab guna mendorong kesejahteraan petani dan pelaku industri. Pemerintah mendukung penggunaan bibit kakao varietas unggul, bimbingan teknis, pelatihan untuk individu yang terlibat dalam produksi kakao, serta penyediaan peralatan dan infrastruktur,” jelas Zulhas. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.