Logo
>

Target Penerimaan Pajak Hadapi Tekanan, ini Taktik Pemerintah

Ditulis oleh Syahrianto
Target Penerimaan Pajak Hadapi Tekanan, ini Taktik Pemerintah

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Muchamad Arifin melaporkan bahwa kinerja penerimaan pajak dalam 10 tahun terakhir relatif sangat baik.

    Meskipun sempat mengalami perlambatan antara tahun 2014-2019, namun ditahun 2021-2023 penerimaan pajak bertumbuh sangat baik ditopang oleh pemulihan ekonomi, kenaikan harga komoditas, dan bauran kebijakan pajak. Pada tahun 2022, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan tertinggi hingga mencapai 115,6 persen.

    “Di tahun 2021 kita bisa mencapai pertumbuhan dengan capaian 104 persen dan di 2023 rasio pajak juga bertumbuh menjadi 8,9 persen,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Sabtu, 28 September 2024.

    Namun pada tahun 2024, pencapaian target penerimaan pajak kembali menghadapi tekanan yang cukup besar akibat dampak dari penurunan harga komoditas dan peningkatan restitusi.

    Sampai dengan Agustus 2024, penerimaan pajak mencapai Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari APBN 2024, ditopang oleh penerimaan bruto PPN & PPnBM yang mencatatkan kinerja positif, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga karena secara bruto, penerimaan pajak masih berada pada zona positif.

    “Karena memang ada kebetulan komoditasnya lagi boom sampai dengan tahun 2023, yang kemudian berpengaruh ke 2024,” ungkapnya.

    Selanjutnya, Arifin juga menyampaikan proyeksi penerimaan pajak di tahun 2025. Ia mengungkapkan bahwa tahun 2025 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 2.189,3 triliun, atau tumbuh 13,9 persen dari outlook 2024. Menurut Arifin, pertumbuhan pajak pada 2025 akan ditopang oleh pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas, serta PPN & PPnBM.

    Namun, untuk mencapai target penerimaan di tahun 2025 juga memiliki tantangan yang tidak mudah. Arifin memaparkan, tantangan tersebut di antaranya berupa proyeksi ekonomi global yang masih relatif stagnan, moderasi harga komoditas, hingga pergeseran sektor manufaktur ke sektor jasa yang mendorong meningkatnya sektor informal sehingga belum sepenuhnya tertangkap pada sistem perpajakan.

    “Yang ketiga adalah perubahan aktivitas ekonomi yang tadinya konvensional menjadi digital. Ini tentu saja membutuhkan pergeseran cara pemungutan pajak yang baru karena relatif lebih sulit dibandingkan dengan ekonomi konvensional,” tutur Arifin.

    Dengan begitu, diperlukan kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak, salah satunya dengan melakukan perluasan basis pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, mendorong tingkat kepatuhan melalui pemanfaatan teknologi sistem perpajakan, memperkuat sinergi, melakukan joint program, penegakan hukum, memberikan insentif perpajakan, serta mendorong penguatan organisasi dan SDM.

    “Penerimaan pajak tidak terlepas dari bauran kebijakan yang nantinya akan mendorong investasi, mendorong sektor-sektor yang akan memberikan value added tinggi yang mendukung perkembangan ekonomi, mendukung daya saing, dunia usaha dan kualitas SDM, meningkatkan iklim investasi, kemudian mendorong penerapan tenaga kerja dan menunjang akselerasi pengembangan ekonomi hijau,” tutupnya.

    Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN 2024

    Belanja pemerintah pusat dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp2.701,4 triliun yang terdiri dari belanja non-K/L sebesar Rp1.541,3 triliun dan belanja K/L sebesar Rp1.160,1 triliun. Belanja pemerintah pusat tumbuh 9,5 persen sejak 2021.

    Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Wahyu Utomo, dalam keterangan resminya, menyampaikan APBN 2025 menjadi pijakan tercapainya visi Indonesia Emas 2045.

    “APBN 2025 ini bukan berdiri sendiri, tapi merupakan milestone untuk mendukung agar pencapaian visi Indonesia emas 2045 itu bisa on track,” ujar Wahyu, dikutip Sabtu, 28 September 2024.

    Untuk itu dibutuhkan berbagai terobosan yang tidak biasa dalam hal belanja. Wahyu mengatakan belanja pemerintah pusat 2025 didorong lebih berkualitas. Belanja akan berfokus untuk akselerasi pertumbuhan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Efisiensi belanja barang atau operasional pemerintahan lebih ditingkatkan, belanja modal yang berdaya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi semakin diperkuat. Selain itu, subsidi dan perlindungan sosial tepat sasaran dan berkeadilan terus diupayakan.

    “Subsidi perlindungan sosial kita buat menjadi lebih tepat sasaran dan lebih efektif untuk mengurangi kemiskinan. Makanya perlu akurasi data perbaikan mekanisme penyaluran sinergis dan integrasi berbagai program yang relevan,” tutur Wahyu.

    Di tengah kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, APBN masih menjadi instrumen andalan untuk meredam guncangan (shock absorber). Sebab itu Wahyu mengatakan subsidi dan kompensasi masih cukup besar.

    Adapun subsidi dan kompensasi 2025 ditetapkan sebesar Rp525 triliun yang bertujuan menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli masyarakat, dan mendukung UMKM. Subsidi tersebut terdiri dari subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp394,3 tirliun dan subsidi nonenergi sebesar Rp131,3 triliun, termasuk cadangan subsidi.

    Belanja berkualitas juga akan ditingkatkan melalui pemerataan dan perbaikan layanan publik lewat transfer ke daerah (TKD) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp919,9 triliun.

    “Kita perlu mensinergikan, mengharmonisasi kebijakan pusat dan daerah. Menciptakan kegiatan ekonomi baru. Harapannya bisa mendorong pertumbuhan sekaligus kesejahteraan dan konvergensi, perbaikan kualitas belanja di daerah menjadi lebih baik,” imbuhnya.

    Upaya pemerataan pembangunan di daerah juga ditempuh melalui perbaikan kualitas belanja APBD, penguatan local taxing power, dan pengembangan pembiayaan yang inovatif.

    Wahyu menutup pemaparan dengan menekankan di tengah gejolak perekonomian global yang masih berlangsung, pemerintah tetap harus mendisiplinkan fiskal melalui pengendalian risiko. Optimalisasi pendapatan, spending better, dan inovasi pembiayaan terus dilakukan. Defisit APBN 2025 dijaga dalam batas aman 2,53 persen.

    “Kita sama-sama ingin memastikan transformasi, transisi ini berjalan efektif tapi APBN tetap harus dijaga tetap sehat. Tidak hanya jangka pendek, tapi jangka menengah panjang. APBN yang sehat kata kuncinya adalah stimulusnya kuat, kesejahteraan masyarakat meningkat, risikonya terkendali,” pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.