KABARBURSA.COM – Pemerintah menargetkan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp90 triliun di tahun 2025. Adapun target tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menanggapi hal tersebut, Pengamat BUMN, Herry Gunawan menilai, target dividen BUMN jauh dari kata realistis. Menurutnya, BUMN bak dipaksa untuk memberikan dividen kepada negara lebih besar di luar kelazimannya.
“Menurut saya target yang ditetapkan itu sangat tidak realistis. Coba kita tengok ke belakang. Tahun ini, setoran dividen senilai Rp82 triliun (kinerja tahun buku tahun 2023), disebut sebagai terbesar sepanjang sejarah. Kinerja ini patut dikritisi. Ada sinyal pemaksaan ke BUMN untuk setor laba di luar kebiasaannya. Kalau kita lihat datanya, BUMN seperti dipaksa untuk setor dividen lebih besar di luar kelaziman,” kata Herry kepada Kabar Bursa, Selasa, 3 September 2024.
Berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK), diketahui terdapat 3 BUMN dengan dividen terbesar sepanjang 2023, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BRI), PT Pertamina (Persero), dan PT Bank Mandiri (Persero).
Adapun masing-masing rasio dividen terhadap laba tahun berjalan ketiganya, kata Herry, rata-rata sebesar 26 persen. Ketiga perusahaan tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, yakni rata-rata 17,1 persen di tahun 2022 dan di tahun 2021 rata-rata sebesar 18,0 persen.
Adapun dividen BRI pada tahun 2022 sebesar Rp14 triliun menjadi Rp23 triliun di tahun 2023, Bank Mandiri dari Rp8,8 triliun, jadi Rp12,8 triliun, dan Pertamina Rp2,9 triliun menjadi Rp14 triliun.
“Lonjakan pembayaran dividen ini tidak selaras dengan kenaikan kinerjanya, khususnya laba. Jadi ada kecenderungan pemaksaan kepada BUMN untuk menyisihkan laba lebih besar dari biasanya untuk bagi dividen ke pemerintah,” ungkapnya.
Herry menilai, klaim klaim dividen terbesar sepanjang sejarah BUMN hanya sekadar gimmick. Pasalnya, BUMN seolah ditekan untuk menyerahkan laba lebih besar dari kebiasaannya.
“Rasio dividen dengan laba BUMN mengalami lonjakan yang sangat besar. Kenaikannya di luar kewajaran. Jadi ada sinyal bahwa BUMN ditekan untuk menyerahkan labanya lebih besar dari biasanya. Kasihan BUMN, menurut saya,” tegasnya.
Karenanya, Herry menilai target penerimaan negara dari dividen BUMN pada 2025 sangat tidak realistis jika tidak dipaksakan sebagaimana tahun 2023. Kalau itu terjadi, dia menilai ruang investasi BUMN yang punya laba akan semakin sempit.
“Saya yakin, akan kembali ke pola yang realistis. Setoran dividen tidak sampai 20 persen dari laba yang diperoleh, sehingga BUMN penghasil laba punya ruang untuk investasi,” tutupnya.
Kontribusi Dividen BUMN
Berdasarkan paparan kinerja Menteri BUMN, Erick Thohir, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI pada Senin, 2 September 2024 kemarin, kontribusi dividen BUMN terhadap penerimaan negara terus bertumbuh.
Pada tahun 2021, kontribusi dividen BUMN sebesar Rp30 triliun. Kemudian di tahun 2022 meningkat menjadi sebesar Rp40 triliun, dan Rp81 triliun di tahun 2023. Sepanjang periode 2020 hingga 2023, kontribusi dividen BUMN terhadap pendapatan negara sebesar Rp194,4 triliun.
Sementara kontribusi dividen sepanjang periode 2020 hingga 2024 sebesar Rp279,7 triliun, dengan rincian 2020 sebesar Rp43,9 triliun, 2021 sebesar Rp29,5 triliun, 2022 sebesar Rp39,7 triliun, 2023 sebesar Rp81,2 triliun, dan 2024 sebesar Rp85,6 triliun.
Dalam paparannya, Erick menuturkan BRI menjadi penyumbang dividen terbesar, yakni Rp25,7 triliun sepanjang tahun 2024. Kemudian disusul PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp17,1 triliun, Mining Industry Indonesia (MIND ID) Rp11,2 triliun, PT Pertamina (Persero) Tbk 9,3 triliun, dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Rp9,2 triliun
Erick menyebut, kontribusi dividen BUMN tercatat lebih besar Rp61,9 triliun jika dibandingkan dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima selama periode 2020 hingga 2024. Adapun rinciannya, PMN sebesar Rp217,9 triliun sedangkan dividen BUMN kepada negara sebesar Rp279,7 triliun.
"Tentu kalau kita catat juga PMN ini memang ada angkanya signifikan Rp217,9 triliun, tetapi tentu catatan bahwa 90 persen ini untuk penugasan dan banyak juga dari angka-angka ini kita melakukan percepatan pembangunan di infrastruktur dan lain-lainnya," jelasnya.
Siasat Capai Target Rp90 Triliun
Di lain kesempatan, Erick menyebut peningkatan target dividen 2025 lebih dari 160 persen jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan target Rp90 triliun di tahun 2025, Erick menilai BUMN perlu melakukan efisiensi secara menyeluruh.
“Kita harus lakukan efisiensi lagi, menyeluruh ya. Mungkin banyak pihak pasti nggak suka karena tidak mungkin kenaikan ini hanya tergantung daripada peningkatan daripada laba, misalnya sumber daya alam ataupun dia tidak mau efisiensi,” kata Erick kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2024.
Saat ini, kata Erick, tercatat sebanyak 7 BUMN dari 47 perusahaan secara holding mengalami kerugian. Dengan data tersebut, dia menilai ada perbaikan good corporate governance. Dalam menangani BUMN yang “sakit”, Erick juga mengaku tidak anti dengan proses hukum yang berlaku.
“Kita tidak alergi kok, kalau misalnya di publik ada wacana ‘Oh kenapa BUMN ini ada yang melakukan korupsi?’ Memang sejak awal kami dari Kementerian BUMN, kita sangat transparan dengan BUMN yang sakit, yang mau sakit, atau yang Korupsi, kita sangat transparan,” jelasnya.
Lebih jauh, Erick juga mengaku telah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keungan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk menangani perusaaan plat merah yang membandel.
“Kita sangat terbuka, jadi kalau angka itu yang tinggi Rp90 triliun ya, kita coba efisiensi. Kalau yang lainnya saya belum lihat karena tidak mungkin dengan situasi dunia sekarang ongkos logistik naik, ongkos ini naik, mau tidak mau (melakukan efisiensi),” tutupnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.