KABARBURSA.COM - Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada perubahan tarif listrik untuk periode Triwulan I (Januari sampai Maret) 2025. Selain itu pemerintah juga telah memberi diskon tarif listrik 50 persen untuk tegangan 2.220 Volt Ampere (VA) ke bawah selama Januari hingga Februari 2025.
Tetapnya tarif listrik pada periode tersebut, tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat.
Penetapan tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi ini, kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu, diambil untuk menjaga kestabilan ekonomi masyarakat di tengah situasi global yang sedang menghadapi berbagai tantangan.
"Memasuki Tahun Baru 2025, pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik Triwulan I (Januari-Maret) Tahun 2025 bagi 13 golongan pelanggan nonsubsidi tetap atau tidak mengalami perubahan,” kata Jisman dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 4 Januari 2025.
Lebih lanjut, keputusan pemerintah soal tarif listrik ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024, tentang penyesuaian tarif setiap tiga bulan berdasarkan parameter ekonomi makro. Parameter tersebut seperti halnya penyesuaian kurs, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, dan Harga Batubara Acuan (HBA).
Keputusan tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari beban ekonomi tambahan.
"Tarif tenaga listrik Triwulan I 2025 ditetapkan menggunakan realisasi parameter ekonomi makro bulan Agustus hingga Oktober 2024, di mana secara akumulasi seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik. Namun, tarif tetap diputuskan sama seperti Triwulan IV Tahun 2024," jelas Jisman.
Komitmen Jaga Pasokan Listrik
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, mengatakan jika pihaknya secara penuh mendukung keputusan pemerintah terkait tarif listrik dalam Triwulan I 2025.
Menurut Darmawan, stabilitas tarif listrik bukan hanya mendorong perekonomian masyarakat, tetapi juga menjadi bagian dari amanat yang wajib dijalankan PLN.
“Kami siap menjaga keandalan pasokan listrik demi menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Stabilitas tarif ini adalah upaya untuk mendorong perekonomian masyarakat, dan PLN siap menjalankan amanat itu," paparnya.
Perlunya Menambah Anggaran
PLN membutuhkan tambahan anggaran sebesar nyaris Rp4.000 triliun, yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur transisi energi di Indonesia.
Menurut Direktur Manajemen Risiko Perubahan PLN Suroso Isnandar, berbagai infrastruktur dengan kapasitas besar perlu disiapkan guna mendukung target tersebut.
“Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat, sementara sumber utama saat ini masih dari batu bara. Namun, PLN tidak lagi diperbolehkan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, sehingga harus ada pembangkit pengganti dengan kapasitas besar,” kata Suroso dalam acara Economic Outlook 2025 di Hotel Raffles, Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Pada sektor ketenagalistrikan, total kebutuhan dana yang diperlukan PLN hingga tahun 2040 mencapai USD235 miliar. Artinya jika dirupiahkan, dana tersebut sebesar Rp3.807 triliun dengan kurs dolar Amerika Rp16.200 per 4 Januari 2025.
Rencananya, dana tersebut akan dialokasikan pada berbagai proyek seperti membangun infrastruktur Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar USD80 miliar untuk menggantikan PLTU batu bara dengan kapasitas 33 gigawatt (GW).
Selanjutnya, dana tersebut juga akan dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas 22 GW dengan kebutuhan dana sebesar USD33 miliar.
“Energi terbarukan variabel seperti tenaga surya dan angin, yang memerlukan investasi USD43 miliar,” sambung Suroso.
Bukan cuma itu, PLN juga berencana membangun sistem penyimpanan energi berbasis baterai (Battery Energy Storage System/BESS) berkapasitas 32 GWh dengan anggaran USD6 miliar.
“Rencana lainnya yaitu pembangkit listrik tenaga nuklir 5 GW sebesar USD29 miliar, jaringan transmisi dan gardu listrik sepanjang 70.000 km dengan alokasi anggaran USD36 miliar, dan pengembangan end-to-end smart grid sebesar USD7 miliar,” pungkas Suroso.
Insentif Listrik tak Cukup Perbaiki Daya Beli
Ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, menilai bahwa kebijakan insentif pemerintah yang diberikan kepada kelas menengah, seperti potongan tarif listrik 50 persen untuk golongan 450W hingga 2200V, meskipun baik, tidak cukup untuk mengatasi penurunan daya beli yang terjadi pada kelompok ini.
Menurut Faisal, kelas menengah yang selama ini menyumbang 84 persen terhadap total konsumsi domestik telah mengalami penurunan signifikan sejak pandemi, dan ini berdampak langsung pada turunnya permintaan di sektor industri.
“Setelah pandemi, kelas menengah memang masih mengalami penurunan, bahkan hingga 2023. Meskipun ada pemulihan di kelas atas, terutama berkat booming komoditas di 2022, kelas menengah justru terus mengalami penurunan daya beli yang berlanjut hingga 2023,” ungkap Faisal dalam CORE Media Discussion (CMD) di Gedung CORE Indonesia, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember 2024.
Faisal menambahkan bahwa penurunan daya beli kelas menengah ini berimbas langsung pada penurunan penjualan di industri, mengingat sebagian besar sektor industri domestik masih bergantung pada pasar dalam negeri.(*)