Logo
>

KEI 2025, DPR Kritik Insentif Pajak Pertambangan

Ditulis oleh Dian Finka
KEI 2025, DPR Kritik Insentif Pajak Pertambangan
Wakil Ketua Komisi XII, Sugeng Suparwoto dalam seminar KabarBursa Economy Insight di Hotel Le Meridien. Foto: (KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM  – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyoroti kebijakan insentif pajak di sektor pertambangan yang dinilainya perlu dievaluasi secara lebih kritis. Menurutnya, insentif seperti tax holiday dan tax allowance, yang sering dianggap sebagai pemanis untuk menarik investasi, sebetulnya punya implikasi jangka panjang yang harus dipertimbangkan matang-matang. 

    "Tax holiday selama 15 tahun tanpa kewajiban pajak jelas menguntungkan bagi perusahaan, namun kita harus menilai sejauh mana insentif ini benar-benar memberikan manfaat jangka panjang, terutama dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan kontribusi pada ekonomi," ujar Sugeng dalam diskusi KabarBursa Economic Insight (KEI) 2025 dengan tema panel Embracing Sustainable Mining Practices to Build Sutainable Future di Le Meridien, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Februari 2025. 

    Tax holiday mengacu pada pembebasan pajak penghasilan (PPh) badan dalam jangka waktu tertentu bagi perusahaan yang baru berdiri atau berinvestasi di sektor prioritas. Sementara itu, tax allowance adalah keringanan pajak dalam bentuk pengurangan tarif PPh atau insentif tambahan seperti percepatan penyusutan aset. Kedua fasilitas ini sering digunakan untuk menarik investor asing maupun domestik agar menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di sektor pertambangan seperti nikel.

    Menurut Sugeng, meskipun Indonesia menguasai sekitar 40 persen cadangan nikel dunia, tanpa tata kelola yang bijak, potensi ini bisa habis dalam 15 tahun. Padahal, ke depan, Indonesia akan membutuhkan Battery Energy Storage System (BESS) untuk menopang transisi energi bersih yang dicanangkan pemerintah. 

    Sugeng pun menyoroti Indonesia seharusnya sudah jauh lebih maju dalam rantai industri baterai global, mengingat sumber daya alam yang dimiliki. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya termanfaatkan secara optimal. 

    "Indonesia seharusnya sudah menjadi pusat industri baterai dunia. Dengan nikel dan bahan baku lainnya, kita bisa menciptakan produk akhir yang dapat diolah lebih lanjut menjadi katoda atau bahan baterai lainnya. Sayangnya, kebijakan yang ada lebih mengarah ke ekonomi ekstraktif, yang memfokuskan pada penjualan bahan mentah," jelas politikus Partai NasDem ini. 

    Menurut Sugeng, alih-alih terus mengekspor bahan mentah, Indonesia harus mulai fokus pada hilirisasi industri sehingga komoditas yang dihasilkan bisa diolah lebih lanjut di dalam negeri. Dengan begitu, nilai tambah bisa meningkat, peluang kerja bertambah, dan industri pertambangan tidak sekadar jadi ladang eksploitasi semata. 

    "Dengan mengolah bahan baku lokal menjadi produk akhir, kita tidak hanya meningkatkan nilai tambah, tetapi juga membuka lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional," katanya. 

    Industri Pionir Jadi Prioritas Tax Holiday

    Pemerintah masih menjadikan tax holiday sebagai instrumen andalan untuk menarik investasi di industri pionir. Berdasarkan Laporan Belanja Perpajakan 2023, fasilitas ini telah memberikan insentif pajak senilai Rp5,18 triliun kepada 20 perusahaan sepanjang tahun 2023. 

    Meski jumlahnya lebih kecil dibandingkan realisasi pada 2021 dan 2022, yang masing-masing mencapai Rp7,3 triliun dan Rp7,94 triliun, tax holiday tetap lebih menarik bagi investor dibandingkan fasilitas serupa yang ditawarkan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau kawasan industri. Pada 2023, misalnya, tax holiday di KEK hanya menyerap Rp36 miliar, sementara untuk kawasan industri tidak ada realisasi sama sekali. 

    Melihat masih besarnya animo industri terhadap skema ini, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku tax holiday hingga 31 Desember 2025. Sebelumnya, insentif ini diatur dalam PMK Nomor 130 Tahun 2020 yang semestinya habis pada 9 Oktober 2024. Namun, melalui Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 69 Tahun 2024, kebijakan tersebut diperpanjang agar industri pionir tetap mendapat dorongan fiskal. 

    Sebagai catatan, tax holiday memungkinkan perusahaan memperoleh pengurangan PPh badan hingga 100 persen, tergantung besaran investasi yang ditanamkan. Insentif ini diberikan khusus bagi investasi baru di 18 sektor industri pionir dengan nilai minimal Rp100 miliar dengan durasi manfaat yang berkisar antara 5 hingga 20 tahun.  

    Namun, ada perubahan signifikan dalam kebijakan tax holiday kali ini. Jika sebelumnya insentif ini bisa dimanfaatkan oleh perusahaan asing atau korporasi multinasional, kini mereka tidak lagi memenuhi syarat. Pemerintah mulai menerapkan standar pajak minimum global sebesar 15 persen, sesuai dengan prinsip Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang bertujuan mencegah penghindaran pajak.  

    Adapun industri pionir yang masih berhak menikmati fasilitas ini mencakup sektor-sektor strategis seperti industri logam dasar, pemurnian minyak dan gas, farmasi, peralatan medis, dan lain-lain. Berikut adalah daftarnya:

    1. Industri logam dasar hulu yang terdiri atas besi baja; atau bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    2. Industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batu bara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    4. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    5. Industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    6. Industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.
    7. Industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi.
    8. Industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika.
    9. Industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin.
    10. Industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur.
    11. Industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik.
    12. Industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor.
    13. Industri pembuatan komponen utama kapal.
    14. Industri pembuatan komponen utama kereta api.
    15. Industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara.
    16. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya.
    17. Infrastruktur ekonomi.
    18. Ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.

    Kebijakan ini sejalan dengan perhatian DPR, khususnya mengenai dampaknya terhadap sektor pertambangan. Sugeng mengkritisi tax holiday yang diberikan tanpa perhitungan matang, terutama di sektor yang bergantung pada sumber daya alam seperti nikel. Menurutnya, jika tidak dikelola dengan baik, insentif pajak bisa mempercepat eksploitasi sumber daya tanpa menciptakan nilai tambah bagi industri hilir.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.