Logo
>

Tiga Isu Mendesak yang Perlu Ditangani Pemerintahan Prabowo Subianto

Ditulis oleh Dian Finka
Tiga Isu Mendesak yang Perlu Ditangani Pemerintahan Prabowo Subianto

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Stabilitas nilai tukar rupiah, daya beli masyarakat, dan transisi energi merupakan isu-isu mendesak yang perlu ditangani oleh pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto. Desakan ini menguat ketika ketidakpastian ekonomi global belum berakhir.

    Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri melihat, pemerintahan mendatang wajib menyusun kebijakan terukur dan tepat untuk menghadapi persoalan tersebut. Setidaknya yang pertama untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

    "Salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi kabinet Prabowo adalah mempertahankan stabilitas harga dan nilai tukar rupiah," kata Bakhrul kepada Kabarbursa.com, Kamis, 17 Oktober 2024.

    Kemudian, pada persoalan yang semakin menyentuh pada masyarakat adalah penurunan daya beli yang ditandai dengan deflasi terus menerus dalam lima bulan terakhir. Pada gilirannya, ujar Bakhrul, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin memperburuk situasi khususnya di kalangan kelas menengah.

    Padahal, sambung Bakhrul, kelas menengah di Indonesia kini menopang perekonomian negara. Buktinya, masyarakat golongan ekonomi ini tercatat sebagai penyumbang pajak terbesar kepada negara. Karena itu, pemerintah harus segera menerapkan jaring pengaman sosial (safety net) khusus untuk menjaga daya beli kelas menengah agar salah satunya, penerimaan pajak tetap stabil.

    "Safety net bagi middle class perlu segera diimplementasikan, terutama karena mereka berkontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak. Jika daya beli mereka terus menurun, dampaknya akan terasa pada penerimaan negara," lanjutnya.

    Di samping itu, Bakhrul menekankan pemerintah perlu mempercepat transisi energi yang adil dan berkelanjutan, khususnya pada sektor industri ekstraktif. Ia mengingatkan bahwa langkah transisi energi pemerintah selama ini masih belum memadai. Seringkali pemerintah justru menghadirkan solusi yang kurang efektif, seperti penggantian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), yang dinilai masih menimbulkan masalah lingkungan.

    "Transisi energi kita masih jauh dari optimal. Solusi seperti PLTG hanyalah pengganti masalah lama dengan yang baru, sementara dampaknya terhadap lingkungan tetap besar. Pemerintah perlu fokus pada langkah-langkah nyata untuk mengurangi emisi karbon," tegas Bakhrul.

    Adanya tren global mengenai regulasi emisi karbon di pasar Eropa seharusnya mendorong pemerintah beradaptasi lebih gesit. Uni Eropa, misalnya, sudah menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang membatasi impor produk dengan jejak karbon tinggi. 

    Hal ini berpotensi menjadi ancaman bagi ekspor Indonesia, karena banyak produk yang dihasilkan Indonesia masih memiliki jejak karbon yang tinggi. "Jika pemerintah tidak mempercepat langkah untuk menurunkan emisi karbon, produk Indonesia bisa kehilangan daya saing di pasar internasional. Permintaan untuk produk hijau semakin tinggi, dan kita harus siap beradaptasi agar tidak tertinggal dari negara-negara lain," pungkas Bakhrul.

    Pemulihan Daya Beli Masyarakat Bergerak Lambat

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti lambatnya pemulihan daya beli masyarakat. Ia menjelaskan, laju inflasi nasional, terutama pada komponen inti, cenderung stabil hingga Agustus 2024, dengan tingkat inflasi mencapai 0,20 persen secara bulanan (month to month/mtm).

    “Namun, perlu diperhatikan bahwa pemulihan daya beli yang sedang berlangsung saat ini relatif lambat,” kata Mahendra. Indikator perekonomian tersebut perlu dicermati untuk menjaga kinerja sektor pasar keuangan domestik, yang saat ini sedang “kebanjiran” aliran modal asing.

    Mahendra menyebutkan, pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, tengah banyak menerima aliran modal asing, khususnya ke instrumen obligasi, seiring dengan ekspektasi penurunan tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).

    “Di pasar domestik kinerja perekonomian masih cukup positif dan cenderung stabil dengan tingkat inflasi inti yang terjaga, dan neraca perdagangan yang tercatat surplus,” tuturnya.

    Meskipun demikian, Mahendra meminta kepada para pemangku kepentingan, khususnya pelaku industri, untuk tetap berhati-hati dan menyiapkan langkah antisipatif, sebab ketidakpastian global masih berlanjut.

    Ketidakpastian yang dimaksud utamanya bersumber dari sentimen pelemahan ekonomi China, gelaran Pemilihan Presiden AS, serta tensi geopolitik yang masih tinggi di sejumlah kawasan. “OJK meminta industri untuk menilai down side risk secara berkala, seperti menyediakan buffer yang memadai dan pelaksanaan uji ketahanan secara periodik,” ucap Mahendra.

    Prabowo akan Bentuk Badan Ekonomi Hijau

    Terkait transisi energi, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Ferry Latuhihin mengatakan, pemerintahan presiden terpilih nanti berencana akan membentuk Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BPPPI-TNK). Lembaga ini ditugaskan mengelola data dan transaksi karbon, serta mendukung ekonomi hijau

    “Selain itu, BPPPI-TNK juga diharapkan dapat menarik investasi swasta untuk membiayai inisiatif penurunan gas rumah kaca di berbagai sektor,” kata Ferry.

    Badan lainnya yang akan dibentuk Prabowo yaitu Badan Penerimaan Negara (BPN) dengan tujuan meningkatkan rasio penerimaan perpajakan Indonesia. “BPN ini dibentuk dengan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sesuai dengan janji kampanye Prabowo-Gibran,” jelasnya. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.